Menerbitkan sebuahmedia, bukan sesuatu persoalan yang gampang, disini berhimpun semua potensi, mulai dari permodalan, tim kreatif, redaksional, pemasaran, iklan dan yang lebih utama adalah bagaimana menciptakan lapangan kerja bagi generasi muda yang tidak tertampung sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Senin 27 Mei 2013, The New Bawa Karaeng kembali hadir, setelah sekian lama tertidur pulas dengan mimpi-mimpi indahnya, terbitan perdana pasca tidur panjang memilih topik “Kebangkitan” judul ini bernuansa multitafsir, bahwa Bawa Karaeng sekarang sudah ada di permukaan dan siap menjadi santapan bagi pembaca yang selama ini, setia menanti kehadirannya.
Dengan semangat “Kebangkitan” The New Bawa Karaeng sekarang sudah hadir memenuhi keinginan pembacanya, disini pula tercipta lapangan kerja baru, ada loper, ada wartawan/koresponden atau juga yang bekerja sebagai sekuriti kantor dan petugas administrasi lainnya.
Intinya kami bekerja secara tim dalam semangat membangun, laksana sebuah tim yang akan mendaki “Puncak Pegunungan Bawa Karaeng”Semangat itulah yang melandasi penerbitan pada Edisi 89 Tahun ke XI Minggu III Mei 2013 terbit 4 kali sebulan dengan 40 halaman berwarna, kerja tim yang tertata rapih, dilandasi semangat “Pantang tugas tidak tuntas”.
Bahagia, haru dan riang menyelimuti suasana kantor, para awak bersuka ria melipat dan membungkus koran yang akan disalurkan ke berbagai pelosok Sulawesi Selatan dan perwakilan kami di Jakarta, begitu juga yang berada di Tanah Pasundan, ini menunjukkan bahwa membangun media bukan semudah membalik telapak tangan.
Disini ada cinta, ada pengabdian, ketulusan dan semangat yang tidak mudah goyah. Bawa Karaeng yang terbit di Gowa, tempat kelahiran Pahlawan Sultan Hasanuddin, Ayam Jantan Dari Timuryang memilih berjuang demi anak cucu dan harga diri sebagai Orang Makassar. Kami ingin mewarisi semangat pejuang, kami ingin bangkit dari keterpurukan.
Karenanya, jangan beli kami dengan uang, seperti Ahmad Fatanah membeli gadis cantik dari hasil pencucian uang hasil korupsi, karena etos penerbitan ini adalah sebuah harga tinggi sebagaimana tingginya Gunung Bawakaraeng.
Sementara dalam Lontarak Makassar dianalogikan, Bawa (mulut) Karaeng (Raja) maka media ini akan memuat naskah, laksana seorang Raja yang bertitah kepada rakyatnya. Hai rakyatku, kami akan mempersembahkan apa yang kami miliki demi kesejahteraan dan bukan apa yang bisa kami rampas darimu.
Kesejahteraanmu adalah kebanggaanku dan persembahanku bersama abdiku merupakan karya tulus yang kupersembahkan pada negeriku tercinta. Terima kasih para pembaca, para pelanggan yang bersedia untuk mengeluarkan beaya pengganti cetak sebesar Rp 50 ribu perbulan, sebuah nilai yang relatif kompetitif untuk sebuah bacaan.
Mengingat Bawa Karaeng merupakan bacaan yang selalu dirindukan dalam setiap penerbitannya, sebagaimana iklan kami, Orang Cerdas Pasti Baca Bawa Karaeng, Mariki…di.