SYAKHRUDDIN – JAKARTA – Setelah Inggris bergabung dalam 10 negara yang mengalami resesi, kini fase resesi kembali dialami oleh dua negara, yakni Malaysia dan Polandia.
Dilansir di laman Kompas, Masuknya dua negara itu membuat negara yang telah resmi mengumumkan resesi di tengah pandemi Covid-19 menjadi 12 negara. Sebelumnya, 10 negara telah mengumumkan resesi di tengah pandemi Covid-19.
Teranyar, Inggris mengonfirmasi masuk dalam jurang resesi dengan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2020 negatif hingga 20,4 persen.
Sembilan negara lainnya, antara lain Amerika Serikat, Jerman, Prancis, Italia, Korea Selatan, Jepang, Hong Kong, Singapura, dan Filipina. Sementara itu, negara yang selamat dari ancaman resesi adalah China.
Informasi saja, ekonomi China sempat terkontraksi 6,8 persen pada kuartal I 2020 sejak pandemi Covid-19 menyerangnya di akhir 2019.
Sementara itu, Ekonom senior Rizal Ramli mengkritik cara komunikasi pemerintah dalam menjelaskan kondisi ekonomi terkini di tengah masa pandemi corona.
Rizal mengatakan secara teknis, negara telah memasuki resesi, namun pemerintah berupaya menjelaskan hal yang berbeda.
Dilansir di laman Tempo “Saya lihat ada kebiasaan berbohong. Menular rupanya penyakit itu. Menkeu (Menteri Keuangan Sri Mulyani) mengatakan kita belum resesi.
Ini kok bisa Menkeu kayak orang bohong bilang belum resesi,” tutur Rizal dalam diskusi virtual dengan RMOL, Jumat, 21 Agustus 2020.
Menurut Rizal, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I yang sebesar 2,97 persen sudah mengalami kontraksi 2,41 persen dibandingkan dengan kuartal IV 2019.
Kemudian pada kuartal II, pertumbuhan ekonomi lagi-lagi terkontraksi -5,32 persen atau minus 4,19 persen ketimbang kuartal I 2020.
Sedangkan pemerintah menyebut Indonesia belum mengalami resesi. Hal ini mengacu pada pertumbuhan ekonomi secara year on year yang terjadi pada kuartal I dan II. Pada kuartal I, pertumbuhan masih menorehkan catatan positif.
Lantas pada kuartal II, barulah pertumbuhan mengalami kontraksi karena PDB anjlok. Resesi pun diyakini baru akan terjadi seandainya pada kuartal III nanti, pertumbuhan ekonomi kembali minus.
Hal itu itu dinilai tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. “Rakyat sudah resesi beberapa bulan lalu. Makan susah,” tuturnya.
Lebih jauh Tempo dalam ulasannya, Rizal juga mengkritik narasi pemerintah yang acap membandingkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan negara-negara tetangga seperti Malysia dan Singapura yang mengalami kontraksi jauh lebih dalam. Pemerintah mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih baik.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman era Kabinet Indonesia Kerja tersebut, situasi ini tak sebanding karena kesejahteraan penduduk di dua negara itu berkali-kali lipat jauh lebih tinggi dari Indonesia. “(Pendapatan per kapita) Kita US$ 4.000. Sedangkan Malaysia US$ 12 ribu dan Singapura US$ 57 ribu (berbagai sumber)