SYAKHRUDDIN.COM,JAKARTA – Keberadaan Gojek dan Grab di Indonesia ditantang oleh kemunculan perusahaan transportasi online asal Rusia, Maxim. Hal itu menambah daftar layanan transportasi online di Indonesia.
Dari penyedia layanan jasa transportasi online yang sudah ada saat ini, siapa yang bakal menang?
Peneliti Institute for Development of Economics
and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus mengatakan, pemenang persaingan
transportasi online ditentukan oleh konsumen itu sendiri.
Untuk memenangkan persaingan, pemain harus bisa
berinovasi dan menciptakan kreatifitas agar bisa menarik hati konsumen. Siapa
yang paling bisa memanjakan konsumen, dia lah pemenangnya.
“Yang jelas untuk memenangkan persaingan
dibutuhkan yang namanya kemampuan inovasi yang dinamis, sehingga hal itu
membuat kemudahan bagi konsumen.
Kalau tidak mampu inovasi, nggak bisa ngambil hati
konsumen ya lama-lama akan hilang sendiri cuma numpang lewat doang,”
ujarnya.
Selain itu, dibutuhkan modal yang besar untuk
bisa bersaing.
“Karena kita tahu bahwa industri ini juga
mereka memberikan semacam stimulus kepada konsumen agar mau menggunakan
platform digitalnya dan ini yang diperlukan bagi investor modal yang
besar,” ungkapnya.
Ojek online (ojol) asal Rusia, Maxim, mulai seliweran
di Indonesia. Kemunculannya menambah daftar layanan transportasi online di
Indonesia, setelah sebelumnya ada Gojek dan Grab.
Di satu sisi, Indonesia diuntungkan dengan
kemunculan ojol baru seperti Maxim lantaran bisa menyerap banyak tenaga kerja.
Namun di sisi lain, kemunculannya membuat tenaga kerja di Indonesia tidak
meningkat.
“Di satu sisi diuntungkan sementara karena banyak tenaga kerja terserap. Tapi kalau selamanya seperti ini ya selamanya tenaga kerja kita akan sulit untuk naik ke tahap yang lebih tinggi,” ujar Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus, saat dihubungi detikcom, Minggu (29/12/2019)
Menurutnya, adanya ojol Maxim hanya
mampu menyerap tenaga kerja untuk seseorang dengan skill menengah ke bawah.
Dalam jangka waktu panjang juga kesejahteraannya tidak akan meningkat, karena
pendapatannya tergantung pada orderan.
“Jadi rider yang sudah ada sekarang dia
5-10 tahun akan gitu-gitu saja. Paling untuk biaya hidup setiap hari tapi
kesejahteraan dia sulit untuk meningkat.
Dia tergantung pasar, tergantung
orderan dari aplikasi. Nah akhirnya dia 5-10 tahun nggak akan jadi
manajer,” ungkapnya.
Untuk itu, pemerintah diminta agar bisa menarik
investor yang mampu menyerap tenaga kerja tidak hanya untuk menengah ke bawah,
melainkan juga untuk menengah ke atas yang memiliki skill tinggi.
“Kalau yang skill-nya di atas itu ya dia nggak akan mau jadi rider, dia
mau yang lebih tinggi gitu kan. Jadi harus ada keseimbangan antara bagaimana
pemerintah bisa menarik investor yang padat karya, tapi padat karyanya yang
bisa menyerap tenaga kerja yang punya skill tinggi,” katanya (berbagai
sumber)