Penyedia jasa sewa alat transportasi, Migo, telah melakukan proses uji tipe kendaraan bermotor di Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Kemenhub menyatakan sepeda motor Migo sudah lulus
uji tipe pada Oktober.
“Migo sudah melakukan uji tipe dan sudah lolos uji tipe,” ucap
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi saat , Selasa
(19/11/2019).
Uji tipe merupakan pengujian yang dilakukan Kemenhub
terhadap rancang bangun kendaraan bermotor. Kendaraan yang lulus mendapatkan
Sertifikat Uji Tipe (SUT).
SUT merupakan salah satu syarat kendaraan mendapatkan Sertifikat Registrasi Uji
Tipe (SRUT) agar bisa didaftarkan ke kepolisian hingga mendapatkan Surat Tanda
Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) dan pelat nomor.
Walau sudah mendapatkan SUT, Budi menjelaskan Migo sampai saat ini belum
mengajukan SRUT. Menurut dia Migo belum bisa digunakan di jalan umum dan akan
ditilang polisi bila hal itu dilakukan.
Manajer Operasional Migo Jakarta, Sukamdani
terkait uji tipe, namun belum ada respons. Uji tipe
Migo diharapkan bisa menyelesaikan polemik sebelumnya yang mengemuka pada Februari.
Migo yang awalnya memulai bisnis sewa sepeda listrik
di Surabaya mendapat perhatian dari kepolisian saat ekspansi ke Jakarta.
Walau statusnya disebut sepeda listrik karena memiliki pedal untuk dikayuh,
desain Migo mirip skutik yang akrab di mata masyarakat. Hal ini bikin
masyarakat beranggapan Migo adalah sepeda motor.
Kehadiran Migo, solusi transportasi yang diklaim berbasis sepeda listrik,
menimbulkan kontroversi pasalnya sudah cukup banyak penggunanya terlihat
berperilaku seperti mengendarai sepeda motor di jalanan.
Dalam situs resmi, Migo menjelaskan menawarkan aplikasi
layanan berbagi “Ebike” pertama di Indonesia.
Sepeda
listrik Migo disewakan kepada konsumen melalui rekanan yang mendirikan
“Migo Station” atau lokasi penyewaan.
Sepeda listrik Migo punya dimensi panjang 170 cm, lebar 60,5
cm, dan tinggi 100 cm. Sumber tenaganya berasal dari baterai yang bisa dipakai
hingga 40 km dengan kecepatan maksimal di atas kertas, 40 km per jam.
Energi dari baterai disalurkan ke roda belakang melalui
rantai seperti motor konvensional. Produk ini punya dua pedal yang letaknya di
kanan dan kiri bodi, posisinya dekat dengan pijakan kaki pengendara.
Pedal
itu merupakan kunci yang bikin produk ini bisa saja dikatakan kendaraan berupa
sepeda, bukan sepeda motor. Pedal bakal berputar bila ban belakang bergerak.
“Kalau mau dikayuh itu enggak bisa karena seperti rantai
macet. Saya sudah coba sampai berdiri sambil injak kayuh, itu enggak jalan
juga.
Jadi
pedalnya percuma, enggak berfungsi, malah menghalangi kaki karena ikut berputar
waktu jalan,” kata pengguna Migo Jefry yang meminjam sepeda listrik Migo
dari Migo Station di Petukangan Utara, Selasa (12/2/2019).
Desain sepeda listrik Migo menyerupai motor matik atau skutik berukuran kecil. Alat transportasi yang disewa Rp3 ribu
per 30 menit ini punya lampu depan, lampu belakang, spion, sein, dan rem cakram
yang membuat penampilannya mirip motor konvensional.
Walau begitu, sepeda motor listrik Migo tidak punya pelat nomor,
STNK, dan tidak pernah mendapatkan homologasi.
Kepala Sub Direktorat Penegakan Hukum Direktorat Lalu
Lintas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Herman Ruswandi mengatakan, sudah ada pembahasan terkait Migo di kalangan
kepolisian.
Saat dikonfirmasi Herman menjelaskan penggunaan sepeda listrik Migo sudah
melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 49 terkait kewajiban
kendaraan yang melintas di jalan raya, wajib
memenuhi persyaratan, salah satunya uji tipe kendaraan.
Pasal tersebut isinya tentang “Pengujian Kendaraan Bermotor”, isinya:
(1) Kendaraan Bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang diimpor,
dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri yang akan dioperasikan di Jalan wajib
dilakukan
pengujian.
(2) Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. uji tipe; dan
b. uji berkala.
Menurut definisi pada undang-undang yang sama, pada pasal 47, ada dua jenis
kendaraan, yakni Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor.
Kendaraan Bermotor dikelompokkan menjadi sepeda motor, mobil penumpang, mobil
bus, mobil barang, dan kendaraan khusus.
Sedangkan Kendaraan Tidak Bermotor yaitu kendaraan yang digerakkan oleh tenaga
orang dan kendaraan yang digerakkan oleh tenaga hewan.
Ada dua persepsi yang berbeda sebab kemungkinan
kepolisian menganggap sepeda listrik Migo adalah kendaraan bermotor, sedangkan penyedia aplikasi Migo bisa jadi
mendefinisikannya sebagai kendaraan tidak bermotor yang digerakkan oleh tenaga
orang.
Hingga saat ini definisi motor listrik belum ada menurut regulasi pemerintah.
Walau begitu disadari sudah ada motor listrik yang diperbolehkan punya pelat
nomor dan STNK di wilayah hukum Jakarta, yakni Viar Q1.
Bisnis seperti Migo dianggap celah di tengah kekosongan regulasi. Meski begitu
operasi Migo disebut juga membantu masyarakat mendapatkan solusi transportasi
praktis, hemat, dan ramah lingkungan.
Jusri Pulubuhu Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting menilai, dari kacamata keselamatan berkendara kendaraan
seperti sepeda listrik Migo masih “mentah” dijadikan moda
transportasi di jalan raya.
“Mengapa? Kelaikan kendaraan ini bisa berinteraksi dengan pengguna motor
dan pengguna jalan lainnya belum ada legal standing-nya,” ucap
Jusri saat dimintai pendapat, Selasa (12/2/2019).
Jusri mengatakan, bila dianggap sepeda maka seharusnya
pengguna berperilaku seperti pengendara sepeda. Selain itu, seperti pengendara
sepeda lainnya, wajib menggunakan perlengkapan safety gear seperti
helm, sarung tangan, dan sepatu.
“Anggap saja itu sepeda, berarti harus mengikuti sepeda jangan motor. Ini persepsi
saya. Ini kalau ada tenaga penggerak, misalnya air, atau listrik, atau apa
saja, persepsinya itu kendaraan bermotor,” kata Jusri.
“Kalau itu sepeda maka gunakan jalur sepeda, jangan ke jalur kencang.
Pengguna menggunakan helm dan mengikuti tata tertib berlalu lintas.
Ya, bagaimana mereka bisa mempengaruhi pengguna dalam
kasus ini,” ujar Jusri lagi.
Jusri menyarankan perusahaan aplikasi Migo bertindak pro aktif menjelaskan
kepada penggunanya untuk mentaati aturan yang ada.
Selain itu Jusri juga bilang pemerintah dan kepolisian
wajib menghadirkan solusi yang bijak menanggapi polemik.
Mungkin saja, bila sepeda listrik Migo ingin digunakan
di jalan raya namun tetap mau dianggap sepeda maka pengemudinya wajib mengayuh
seperti sepeda. Bila memanfaatkan energi listrik, bisa dianggap kendaraan
bermotor.
“Ini agak ambigu juga buat saya juga, ini sepeda tetapi kecepatannya
relatif tinggi, digunakan buat moda transportasi yang kemungkinan kelebihan
negatif begitu banyak.
Penyalahgunaannya bisa saja mereka masuk ke jalan raya dan berperilaku sebagai pengguna motor,” tutup Jusri. (bs/syakhruddin)