Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia ingin mendapat dukungan dari Amerika Serikat (AS) untuk menangani gejolak yang terjadi di Papua dan Papua Barat.
Dia mengklaim AS juga sudah sepakat
membantu Indonesia mempertahankan Papua.
Hal itu disampaikan Moeldoko usai menerima Asisten Menteri Luar Negeri Amerika
Serikat untuk Urusan Asia Timur dan Pasifik David R. Stilwell, di Kantor Staf
Presiden (KSP), Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (2/9/2019).
“Yang sama-sama kami inginkan adalah kami juga ingin support (dukungan)
Amerika atas kondisi yang terjadi di Papua. Dan beliau (David R. Stilwell)
sangat support tentang kedaulatan,” kata Moeldoko.
Mantan Panglima TNI itu berharap dukungan yang diberikan AS ini, tak hanya yang bersifat diplomatik, tetapi juga dalam hal menjaga situasi keamanan.
Moeldoko menyebut pada intinya AS, sudah mau memberikan dukungan penuh kepada Indonesia dalam mempertahankan Papua.
“(Dukungan) dari segala sisi lah, dari sisi diplomatik, menjaga situasi
bersama, karena kita sama-sama Amerika juga memiliki kegiatan di sana
(Papua),” ujarnya.
Moeldoko menegaskan bahwa Papua bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Ia meminta semua pihak tak meributkan soal desakan kemerdekaan Papua.
“Kan NKRI final sudah, ngapain ribut bicara itu. Semua persoalan sudah
diselesaikan. Persoalan integrity negara sudah disepakati. No Way. NKRI harga
mati kan gitu,” tuturnya.
Pensiunan jenderal bintang empat itu memastikan kondisi di Papua dan Papua
Barat sudah mulai berangsur-angsur membaik. Namun, kata Moeldoko kondisi di
Bumi Cendrawasih diperburuk dengan penyebaran hoaks alias berita bohong.
“Jadi
banyak lagi media sosial yang hoaks-hoaks seperti itu,” katanya.
Gelombang protes terjadi di sejumlah daerah di Papua dan Papua Barat pada
pertengahan hingga akhir Agustus lalu.
Semua itu
terjadi buntut dari ujaran rasialisme yang ditujukan kepada mahasiswa Papua di
Surabaya, Jawa Timur pada (16/8/2019).
Sejauh ini, pemerintah dan Kepolisian mengklaim kondisi sudah berangsur
kondusif.
“Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dan
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto juga ingin berkantor di Papua untuk
sementara”.
Itu dilakukan agar proses dialog dengan masyarakat setempat dapat berjalan
intensif. Tentu demi meredamkan situasi yang memanas sejak beberapa pekan lalu.
Sementara itu, Menteri Politik Hukum dan Keamanan Wiranto menyebut kerusuhan di Papua tak lepas dari aksi provokasi yang dilakukan Ketua Persatuan Gerakan Pembebasan untuk Papua Barat (ULMWP) Benny Wenda.
Benny juga disebut aktif menyebar hoaks alias
informasi palsu soal Papua ke luar negeri.
“Benny Wenda sejak dulu aktivitasnya sangat tinggi, memberikan
informasi palsu. Mereka provokasi.
Seakan kita menelantarkan di sana,
seakan melakukan pelanggaran HAM tiap hari,” kata Wiranto dalam
keterangan kepada wartawan di Kantor Kementerian Koordinator bidang Politik,
Hukum, dan Keamanan, di Jakarta, Senin (2/9/2019).
Benny Wenda adalah salah satu tokoh
yang sejak lama memperjuangkan kemerdekaan Papua dari Indonesia. Dia tinggal di
luar negeri dan aktif menggalang dukungan internasional.
Benny pernah menyerahkan petisi yang sudah ditandatangani 1,8 juta orang untuk
menuntut referendum kemerdekaan Papua Barat kepada Ketua Dewan HAM Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB), Michelle Bachelet, akhir Januari 2019.
Ketika itu Benny ikut dalam rombongan delegasi Vanuatu. Apa yang dilakukan oleh Benny Wenda itu, menurut Wiranto, hanya bisa dilawan dengan informasi yang aktual dan benar.
Wiranto menegaskan dirinya berusaha meyakinkan negara lain bahwa
Indonesia serius membangun Papua dan Papua Barat.
“Mana mungkin menelantarkan. Tidak mungkin,” kata dia.
“Benar bahwa Benny Wenda bagian dari konspirasi dari masalah ini. Kita
lawan dengan kebenaran dan fakta. Biasanya info menyesatkan dibantah
dengan fakta,” ujar dia lagi.
Benny sendiri sudah bersuara atas gejolak di Papua dan Papua Barat. Ia
menyatakan tindakan rasial terhadap mahasiswa Papua di Surabaya menjadi
pemantik kemarahan dan menyulut api ketidakadilan yang dialami rakyat Papua
selama lebih dari 50 tahun. Menurut Benny, saat ini adalah waktu yang tepat
untuk merdeka.
“Kami sangat membutuhkan dunia untuk waspada dan untuk mendukung kami dan
perjuangan kami untuk menentukan nasib sendiri dan perdamaian,” kata Benny
dalam akun Facebook-nya, Selasa (27/8/2019)