SYAKHRUDDIN. COM, BALOLI – Desa Baloli merupakan desa pertama yg kupijak, setelah kubulatkan impianku, fokus menggeluti dunia pekerjaan sosial. Pengembaraanku mencari jati diri tentang dunia baruku sebagai calon social worker, tentunya tak terlepas dari orang-orang yang memiliki komitmen tinggi di bidangnya.
Catatan sejarah perjalananku, kutancapkan di sebuah desa terbersih di Kabupaten Luwu Utara tepatnya Desa Baloli Kecamatan Masamba.
Di penghujung bulan Oktober, tepat tgl (29/10), dalam sebuah kegiatan akbar yang digagas Kementerian Sosial RI berupa Apel Harmoni Kebangsaan.
Disini, untuk pertama kalinya, bersentuhan dengan masyarakat langsung dan mencari hakikat prosesi yang selama ini masih menjadi misteri bagiku.
Hari ini, semuanya terjawab, bahwa untuk menjadi seorang pekerja sosial yang handal, bukan saja harus memiliki landasan teori, melainkan pelibatan diri di masyarakat sebagai laboratorium hidup, menuntut kita untuk mampu merasakan apa yang tersirat dan menuangkannya dalam bentuk tulisan, yang terbuang sayang terbaca ulang.
Menteri Sosial RI, Agus Gumiwang Kartasasmita, dalam balutan busana adat Sulawesi Selatan mendapatkan gelar dari To Maka di Kabupaten yang dipimpin Bupati cantik, yang hari itu, di tengah teriknya mentari di Tanah Masamba, Mensos mendapatkan gelar adat To I Poroi (Orang yang menggembirakan).
Persentuhan kami yang tergabung dalam komunitas Mahasiswa UINAM Semester V Jurusan Kessos, bersilaturahmi dengan sahabat-sahabat yang sudah lama malang melintang dan kegiatan praktisi bidang.
Tagana, PKH, TKSK serta masyarakat Masamba, menjadikan Penulis mafhum, ternyata saya tak salah memilih jurusan, walaupun sebelumnya masih merupakan misteri bagiku.
Indahnya kebersamaan yang dibingkai kebersamaan dan semua kegiatan awal ini menjadi momentum hidupku yang penuh pengalaman berharga.
Terima kasih dukungan dari Direktorat Pelayanan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) yang telah memberi kami kaos putih yang bertuliskan pelopor perdamaian, serta amplop berisi “Angpao” dan sebagai inisiator kegiatan, patut diteruskan dalam kegiatan lain yang lebih semarak.
Pembukaan acara Apel Harmonisasi Kebangsaan (30/10) yang dibingkai dalam nuansa budaya, penampilan penari yang menggambarkan gemulai gerakan dari tari “Bunga-bunganna Masamba ” menjadi ikon dalam rangkaian acara pembuka.
Terik matahari yang terungkap dalam lirik Mars Pelopor Perdamaian “Walau panas terik matahari” peserta tetap mengikuti rangkaian acara sampai akhir acara.
Dalam kondisi seperti itulah, semangat kebangsaan ditunjukkan. Selanjutnya kegiatan-kegiatan terangkai dari senam pagi, pemberian materi, jelajah desa hingga puncak acara penutupan Harmoniasi Kebangsaan (31/10).
Acara yang dibingkai dengan uforia api unggun serta bunyi petasan yang menyinari angkasa raya membuat suasana kegelapan malam itu di lapangan sepakbola Desa Baloli yang terang benderang, seterang hatiku menerima sebuah perhelatan batin yang selama ini membelenggu rasa penasaranku.
Dalam waktu empat hari , kegiatan membingkai keharmonisan sesuai nama kegiatan “Harmoni Kebangsaan” di Desa Baloli sadar jaminan sosial ketenagakerjaan yang menjadi ikon desa tersebut.
Kucoba menuliskan pengalaman pribadiku, selama berada di desa yang asri ini, alam yang masih begitu terjaga, kearifan lokalnya yang masih kental, rutinitas keseharian mereka yang akan selalu mampu merangkul hidup dalam kedamaian lingkungannya.
Inginku berceritra panjang tentang Baloli yang konon memiliki story luar biasa dibalik keharmonisan yang telah terjalin saat ini.
Namun waktu yang begitu singkat untuk bisa menelusuri jejak dibalik keharmonisan Desa Baloli.
Baloli serasa mengajakku untuk kembali menikmati lingkungan alam harmonisasi dan menjadi titik awal, Bagiku untuk menuliskan dalam sebuah memori hidup diawal persentuhanku dengan kondisi masyarakat yang sesungguhnya, bravo kessos, salamaki (Nur Islamiah Ismail)