Terbit Mingguan dengan edisi berwarna dan 40 halaman, bukan suatu pekerjaan gampang. Disini ada etos yang tidak bisa di nilai dengan UANG. Sebagai pemimpin redaksi yang membawahi 50 wartawan/koresponden dan desainer serta personil percetakan, membutuhkan sentuhan yang sarat emosi kemanusiaan.
Jangan tanya mereka tentang latar belakang pendidikan yang berbasis jurnalistik, mereka adalah orang-orang biasa yang punya mimpi yang luar biasa dan itulah yang kami pupuk.
Jangan tanyakan dari kampus mana mereka berasal, tapi mereka adalah orang-orang yang punya harga diri, nilai yang tak dapat di beli dengan uang. Mereka bekerja dalam tim kerja yang handal, patuh pada perintah dan hanya satu kata, “sami’na wa atahna” – saya dengar dan saya laksanakan.
Inilah yang membuatku begitu semangat, sehingga edisi No. 105, saya mendampingi mereka bekerja sampai pagi. Jauh didalam lubuk hati yang dalam, begitu terenyuh, dengan orang-orang muda, orang tua yang semangat muda saling bahu-membahu untuk menyelesaikan tugas, menuntaskan tanggungjawab demi sebuah harga diri.
Bawa (Mulut) Karaeng (Baginda), laksana “Titah Baginda” kami bekerja hingga menjelang subuh, usai sholat subuh memasuki fase penyelaras akhir, dimana setiap karya dikritisi dalam kondisi mata yang sudah mulai layu.
Namun di balik sorotan itu, terpancar sinar nurani yang memperhatikan setiap hasil editan dengan penuh kehati-hatian untuk menghindarkan kesalahan.
Bawa Karaeng, tabloid yang membuat penulis menumpahkan seluruh potensi kehidupan untuk membina, demi keberlangsungan pemberitaan dan pembinaan manusia yang bekerja di dalamnya. Pendek kata, “ Kami satu, kami tegar dan kami setia”.
Hidup memang penuh bunga-bunga, kami memang butuh duit akan tetapi tidak mata duitan, kami bekerja karena ingin memberikan karya terbaik kepada sesama insan. Sebagai media yang terbit di tanah kelahiran Tuanta Salamaka, Syekh Yusuf Al-Makassary, ulama kesohor dan pahlawan nasional yang dibanggakan pada dua negara, tentunya kami tak mau hidup bagai pecundang, kami punya karakter yang jelas dan inilah kami : Tabloid Bawa Karaeng.
Melalui Lembaga Yayasan Pengembangan Generasi Muda( YPGM) pimpinan Achmad Pidris Zain, membuat kami semua bangga. Sebagai putra daerah, membangun sebuah tabloid tanpa SDM yang bergelar sejumlah gelar akademik yang menggantung di dada, akan tetapi hanya sebuah titel “Daeng atau Paddaengan” yang membuat kami semua bekerja sampai tuntas, hingga terbit sebagaimana kita saksikan sekarang ini.
Kuncinya, untuk membangun sesuatu, maka yang pertama yang harus dibangun adalah manusianya, maka benarlah adagium yang mengatakan “the man behind the gun” bahwa senjata itu ditentukan oleh manusia yang ada dibelakangnya, sebagaimana Tabloid Bawa Karaeng yang terbit di Sungguminasa Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan, amat ditentukan oleh orang-orang yang ada dibelakangnya, salamaki
Mangkasara, 21 Maret 2015