Pelaksanaan Bhakti Sosial Taruna Siaga Indonesia (TAGANA) Tingkat Nasional tanggal 3 s/d 6 November 2014 telah memberi kenangan bagi peserta dan pendamping maupun para pembina TAGANA yang hadir dan menyaksikan pelaksanan sebuah event nasional di Bumi Lambung Mangkurat, Martapura Kalimantan Selatan.
Merupakan kali ketiga menggunakan pola Bhaksos, sebelumnya masih mengenal sistem Lomba Tagana, setelah di evaluasi pihak PSKBA (Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam) Kementerian Sosial RI. cara seperti itu, hanya melahirkan kompetisi yang pada akhirnya melahirkan persaingan yang kurang baik dalam pembinaan Tagana ke depan. Akhirnya pola berganti menjadi Bhaksos di era kepemimpinan Bapak Drs. Moch Helmy dan terakhir lomba dilaksanakan di Kiara Payung di Bandung Jawa Barat tahun 2010, selanjutnya berganti dengan Bhakti Sosial dan manfaatnya dirasakan langsung oleh warga masyarakat.
Diawali tahun 2012 di Benteng Sombaopu Makassar, pusat kegiatan di Lapangan Karebosi Makassar, kegiatannya menggunakan menu makan jasa “Catering” untuk para tamu luar provinsi dan peserta lokal menggunakan pola “Dapur Umum Lapangan”.
Demikian halnya pada tahun 2013 di Palembang Sumatera Selatan, pola makan peserta menggunakan jasa “Catering” tentu hal ini berkaitan dengan “gengsi provinsi” karena itu keterlibatan semua pihak sangat diharapkan.
Dengan koordinasi Panglima wilayah Barat, Marwan Sumarwan, para peserta Bhakti Sosial mencapai rekor dunia, melibatkan Negara Asean +3 sebagai peserta peninjau. Sukses besar di Palembang, menggunakan fasilitas Atlet dan Stadion bertaraf Internasional, membuat peserta mengacungkan jempol akan pelaksanaan kegiatan Bhaksos sehingga diakhir kegiatan beberapa panitia sempat meneteskan airmata.
Kali ini di Bumi Lambung Mangkurat, ada sesuatu yang seakan hilang dari tradisi menu makan peserta. Karena menu makan peserta menggunakan jasa “Dapur Umum Lapangan”, Air untuk kebutuhan mandi sangat terbatas karena kondisi alam yang sangat terik, mengakibatkan puncak acara dilakukan pada malam hari.
Terdapat bisik-bisik peserta, kalau hubungan antara Provinsi dan kabupaten/kota kurang harmonis, Koordinator TAGANA mundur mendadak, panas yang menyengat dan debu yang banyak membuat peserta harus menggunakan masker saat ghladi lapang.
Terlepas dari kondisi diatas, semua peserta baik itu peserta resmi, peninjau maupun pendamping harus siap menerima pelayanan dari “Dapur Umum Lapangan” yang dikelola oleh TAGANA Provinsi Kalimantan Timur dengan tema utama “Gawi Sabumi Gawi manuntung Bencana Tuntas” .
Pelaksanaan Kegiatan : Di hari awal penerimaan, rekan-rekan Tagana dari Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan sudah memenuhi lokasi perkemahan tiga hari sebelum pelaksanaan berlangsung.
Para peserta utusan dari 33 provinsi dan utusan Kompi Universitas Islam Makassar (UIN) Jurusan Kesejahteraan Sosial, tiba tgl 3 November 2014 merupakan kontingen pertama datang yang menggunakan jasa angkuran pesawat udara.
Sebagai kontingen pertama, Tim Sulsel yang terdiri 8 orang, 7 orang peserta dan satu pendamping atas nama H.Arifin, Selain itu terdapat pula 16 Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Jurusan Kesejahteraan Sosial yang hadir dengan biaya mandiri demi untuk menambah pengalaman dan pemahaman tentang ke-Tagana-an, dengan demikian jumlah kontingen Sulsel yang terdiri dari unsur Dinas 8 Orang, Mahasiswa Kompi UIN 16 Orang dan 1 Instruktur dan 1 peninjau sehingga jumlah seluruhnya 26 orang.
Mereka ditempatkan pada dua lokasi”Home Stay” yaitu peserta inti di salah satu rumah yaitu kawasan kompleks perumahan real esteta yang belum ditempati pemiliknya.
Khusus kelompok Mahasiswa dengan status peninjau aktif, ditempatkan pada Sekolah Luar Biasa (SLB) yang tidak jauh dari lokasi pusat kegiatan.
Karena di SLB petugas dan penanggungjawab gedung bernama Mahmud, tidak bisa berbahasa Indonesia yang lancar akhirnya anggota tim harus menggunakan menggunakan “Bahasa Isyarat”, dengan demikian, Tagana Kompi UIN Makassar, sekaligus menerapkan praktikum di lokasi SLB Martapura dengan “Bahasa Tarzan”
Hebohnya, kalau pagi-pagi mau menggunakan air, sementara isi bak masih kosong, beruntung Mahmud cepat bangun, lalu kami menggunakan kalimat “awu…awu..awu, sambil menujukkan tangan kalau kami mau mandi dan buang air besar. Mahmud lalu menunjukkan kamar mandi dan membuka pintu kamar mandi, semuanya memakai bahasa isyarat, seru deh.
Tim peserta Bhaksos harus berlomba bangun pagi untuk mendapatkan air yang banyak apalagi panas terik menyengat tubuh, sementara peserta harus terus berlatih. Ironisnya makanan yang menggunakan jasa dapur umum lapangan dengan menu seadanya membuat peserta kurang berselera makan, sehingga beberapa diantaranya mencari warung terdekat dan menambah menu makan, termasuk minum kopi dan teh yang dingin.
Para penjualpun memanfaatkan pangsa pasar yang terbuka ini dan tak tanggung-tanggung hargapun melangit. Sebuah kue (wadai, nama lokal) harus di tebus dengan harga Rp 1.500,-/ buah ditambah kopi/teh Rp 2.000,- per gelas. Kaos dengan logo Tagana dijual dengan harga Rp 160.000,- per lembar. Tapi karena tak ada pilihan, barang jualanpun habis dalam waktu sekejap, pedagang untung dan peserta jadi puas.
Penjual lainnya seperti aksesoris khas Banjar dan batu permata, stand penjualan sepeda motor, tak ketinggalan promosi dari perjalanan wisata dan jasa hotel ikut mengambil bagian aktif di stand pameran, membuat suasana makin marak.
Melihat kondisi lapangan yang kurang bersahabat, beberapa pembina dari luar provinsi meninggalkan pasukannya di home stay dan tidur di hotel yang ada di sekitar lokasi kegiatan, tentu dengan biaya masing-masing.
Para peserta Bhaksos yang terbagi dalam komponen besar seperti, tarian kolosal Tagana Nusantara, Tagana Go to School, Penanaman pohon penghijauan, donor darah, pembagian sembako dan gladi untuk pembukaan serta pembata PATAKA Tagana semua berjalan sesuai dengan instruksi dari para instruktur lapangan yang dikoordinir Adox Himawan.
Mereka berlatih di tengah terik mentari, bermandikan dengan keringat dan kulit menjadi hitam menghilap namun tidak menyurutkan gerakan untuk berlatih bersama utusan Tagana dari 33 provinsi apalagi Direktur PSKBA tetap memilih untuk tidur dan bertahan di home stay yang disediakan.
Menjelang malam para peserta mengikuti Santiaji Tagana, sementara para Pembina dijamu oleh Bupati Banjar di pendopo yang disebut Mahligai Sultan Adam.
Karena Bupati Banjar sedang tugas ke Jakarta maka penerimaan diwakili Sekda Banjar, H.Ir.Nasir yang kebetulan berdarah Bugis/Makassar, tarian penyamputan selamat datang di Kota Banjar, Kota Serambi Mekah, Kota Santri dan Kota Destinasi Budaya yang kini bernah untuk maju dan berkembang, terutama industri “Batu permata” semuanyan berpacu dan menjadikan Kabupaten Banjar sebagai salah satu kabupaten di Kalimantan Selatan yang selalu didatangi para tamu, terutama di Toko Kerajinan Perak di Pasar Pertama Martapura, intinya jangan pulang kampung sebelum membeli batu permata di Martapura, tutur Sekda Banjar yang disambut tepuk tangan hadirin.
Insiden Gladi Lapang : Dengan latihan di panas terik, debu yang beterbangan mengakibatkan para peserta gladi menggunakan masker. Pelaksanaan gladi upacara berlangsung lancar selanjutnya memasuki acara simulasi pertolongan water rescue.
Salah satu adengan adalah memberikan pertolongan oleh tim penolong melalui vertical rescue. Di saat memasuki tahapan masa tanggap darurat, dari ketinggian muncul instruktur meluncur tanpa menggunakan tali pengaman namun memiliki keseimbangan tingkat ini. Instrukur vertical rescue ini memang sudah cukup lama malang melintang dari kepelatihan dibidang vertical rescue.
Namun lain halnya dengan “SAHRUL” yang kemarin meluncur tiga kali dan berhasil sukses. Kali ini dalam acara gladi bersih, justru SYAHRUL yang akan meluncur, tangannya yang basah akibat keringat, terlepas dari tali gantungan. Dampaknya sudah dibayangkan, tubuhnya terlempar jatuh dari ketinggian 20 meter, ambruk ke tanah tandus akibatnya pinggung retak dan tangan kana patah serta gigi rontok. Korban segera dilarikan oleh pihak PMI Kabupaten Banjar ke RSU Ulin Banjarmasin untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.
Keesokan harinya, SYAHRUL dijenguk Tim dari Kementerian sosial dan pemberian uang untuk biaya perawatan. Insiden Martapura, merupakan catatan kelam sepuluh tahun kehadiran Tagana di sebuah event nasional, semoga dengan peristiwa ini menjadi pelajaran berharga bagi setiap peserta, terutama bagi tuan rumah.
Kewaspadaan menjadi prioritas utama, jangan sampai terjadi Kecelakaan Pertama Pada Penolong (KPPP) atau KP3 akan tetapi sedapat mungkin P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan).
Sementara pelayanan konsumsi berbasis dapur umum di Provinsi Kalimantan Selatan, menjadi bumbu info yang memiriskan hati di dunia maya. Tentunya hal ini kurang bijak, namun begitulah kenyataan yang ada.
Para facebooker ramai membahas urusan makan yang kurang sesuai dengan selera. Ini disebabkan, karena koordinasi antar provinsi dan kabupaten terjadi aroma yang kurang harmonis, tapi bagi TAGANA yang memang tulus dalam pengabdian menganggap hal itu sebagai persoalan biasa dan tak perlu dibesar-besarkan, ungkap beberapa penulis yang memberikan tanggapan balik di jejaring sosial facebook.
Suasana acara pembukaan, yang seharusnya bermandikan cahaya aliran listrik, justeru malah seperti acara tingkat kelurahan. Hal ini disebabkan sebagian pasokan listrik digunakan untuk lampu stand pameran.
Kini semua catatan peristiwa sudah berlalu dan terjadi, tugas kita selanjutnya, memperbaiki dan membenahi sistem dan penataan bagi provinsi yang akan melaksanakan sebuah event dengan skala nasional.
ACARA PUNCAK YANG SUKSES : Pelaksanaan acara puncak kegiatan di Alun-Alun Martapura dihadiri Menteri Sosial RI, Dra.Khofifah Indar Parawansa. Event ini merupakan kegiatan nasional perdana, dimana Mensos sebagai Pembina upacara menegaskan, “Tagana Indonesia merupakan kekuatan inti dalam penanganan bencana, karena itu, ke depan Tagana akan kita persiapkan dan kerjasamakan dengan Kementerian Pertahanan sebagai “Pasukan Cadangan Nasional” sanggup….??? yang dijawab peserta apel ….. sangggguuuuup.
Selanjutnya saya mengharapkan agar “Tagana” jangan dibawa ke ranah “POLITIK” tutur Menteri Sosial dengan nada tegas, Are you ready ??? dan diJawab hadirin ….yessss !!!
Runtutan acara di Alun-Alun Martapura, diawali sambutan dan iring-iringan Menteri Sosial dan rombongan dari rumah jabatan dengan dipayungi adat kebesaran Banjar, dilanjutkan dengan pembacaan doa, laporan Dirjen Perlinjamsos, DR.H.Andi Zainal Dulung,MS, pengukuhan Wakil Gubernur dan para Bupati/walikota se-Kalimantan Selatan sebagai Pembina TAGANA dan puncak acara ditandai dengan penyerahan Mobil Rescue dan sejumlah bantuan yang bernilai milyaran rupiah.
PerhelatanBhaksos TAGANA dengan tema “Gawi Sabumi, Gawi Manuntung, Bencana Tuntas” telah diterapkan pada kegiatan simulasi bencana. Kembali mengingatkan kita semua, bahwa penanganan bencana kita tidak boleh Jalan sendiri “One Man Show” tapi harus “Sabumi” harus gotong royong dan bekerja sama.
Terlebih lagi Undang-Undang No.11 tahun 2009 menegaskan “Dimana Ada Bantuan Sosial disitu ada Advokasi Sosial” hal ini telah menambah lagi beban tugas dari Kementerian sosial yang harus dilaksanakan dalam penanganan Bencana oleh Tagana, mulai dari (a). Shelter (b). Dapur Umum Lapangan (c). Psyhososial (d). Bantuan Sosial dan Advokasi Sosial.
KOMPI UIN : Sebanyak 16 orang Mahasiswa dari Semester IV Jurusan Kesejahteraan Sosial Makassar yang tergabung dalam Tagana Kompi UIN Makassar, ikut mengambil bagian aktif dalam pelaksanaan Bhakti Sosial Tagana se-Nusantara di Bumi Lambung Mangkurat tanggal 3 s/d 6 November 2014.
Dari hasil wawancara dengan peserta Kompi UIN Makassar, secara umum mengatakan, baru sekarang memahami arti dan peran Tagana bahkan salah seorang Mahasiswa bernama BalqisAnjani Arifin menuturkan, Tagana itu sudah ada disini, sambil menunjuk dadanya.
Setelah mengikuti seluruh rangkaian acara Bhaksos di Kota Banjar Martapura,akhirnya para peserta diangkut dengan bus Pariwisata menuju Bandara Syamsuddin Noer Banjarmasin. Pesawat Lion yang mengangkut rombongan menuju Makassar, sementara Penulis didampingi isteri dan seorang alumni bernama Mardiah menuju ke Tana Paser Kalimantan Timur, untuk melakukan kegiatan napak tilas dalam perjalanan karier (lihat ulasan tersendiri).
Akhirnya, pelaksanaan Bhaksos TAGANA di Bumi Lambung mangkurat berakhir sukses dengan beberapa catatan untuk penyempurnaan ke masa mendatang, kata orang yang bijak, “Tak ada gading yang tak retak, tak ada kegiatan akbar yang tak ada cacat celahnya, semangat pagi”.