Grasi adalah salah satu dari lima hak yang dimiliki kepala negara di bidang yudikatif. Grasi adalah Hak untuk memberikan pengurangan hukuman, pengampunan, atau bahkan pembebasan hukuman sama sekali. Sebagai contoh yaitu mereka yang pernah mendapat hukuman mati dikurangi menjadi bebas dari hukuman sama sekali .
DI Indonesia, GRASI merupakan salah satu hak Presiden di bidang Yudikatif sebagai akibat penerapan sistem pembagian kekuasaan. Terkait dengan Gratis itu maka Presiden RI pernah mengeluarkan grasi kepada pengguna Narkoba dari Australia, walaupun belakangan hari diketahui bahwa Australia pernah menyadap pembicaraan Istana Kepresiden, jadinya berlaku kata pepatah “Habis Manis Sepah Di Buang”.
Lain hanya dengan sahabat Penulis, namanya Daeng Lewa yang memiliki kekasih hati, namun sayang sudah lama berpisah tempat karena penugasan dari kantornya, yang satu di Makassar, sementara Daeng Kebo bertugas di salah satu kota di Provinsi Jawa Barat. Komunikasi cinta yang dijalin hanya melalui SMS, Email bahkan telepon langsung.
Suatu ketika Daeng Lewa melakukan kesalahan karena perjanjiannya untuk bertemu Daeng Lewa di Surabaya batal terlaksana, aibatnya keduanya merasa disepelekan dan terjadilah hambatan komunikasi, dalam istilah gaulnya, sedang “Sebel” dan hingga hari ketiga keduanya baru menyadari bahwa semua itu tidak bermanfaat, akhirnya munculnya inisiatif dati Daeng Kebo dengan mengajukan permohonan damai via SMS dan menyebutnya “Permohonan Grasi Cinta”
Sementara itu disisi lain, terjadi musibah kematian, dimana Tante dari isteri Muhammad Rusdi yang bermukim di kawasan Perumnas, Minggu, 15 Desember 2013 sekitar Pukul 20.00 Wita menghadap kehadiran Ilahi Rabbi dan jenazahnya akan dimakamkan pada hari ini, Senin, 16 Desember 2013 ba’da dhuhur.
Untuk hal ini yang seperti ini, tentunya sudah tidak akan mendapatkan grasi, karena sudah menjadi “Mendiang” sama nasibnya dengan Bapak Bangsa Afrika, Nelson Mandela yang bernama lengkap : Nelson Rolihlahla “Madiba” Mandela (1918 – 2013).
Selamat jalan Bapak Bangsa Afrika yang kita menjadi ikon perdamaian, dari hati yang tulus dan kemuliaan hatinya telah memaafkan semua lawan-lawan politiknya dan hal itu menjadi milik dunia yang universal, sebagaimana dengan buku yang pernah ditulis Gubernur Sulsel yang berjudul ” Ambil Tanganku Kuambil Tanganmu“, Salamaki.