Sesekali terdengar suara, seperti berbisik pelan, tanggal lima, enam dan tujuh maret, kemudian pandangannya di arahkan ke angkasa raya, seperti melihat sesuatu.
Dari balik awan, tampak sebuah pesawat terbang yang terlihat jelas, “Lion Air”,Herman yang sudah duduk di beranda rumahnya, melihat jam tangan, seraya menarik sebuah majalah Tempo yang menjadi bacaan favoritnya.
Suasana Kota Makassar, yang dulu di kenal dengan Kota Anging Mammiri, tempat Herman bertugas, kini begitu panas di siang hari dan dingin di malam hari.
Sebuah suasana yang amat kontradiktif, namun semua itu, tidak menjadi penghalang bagi Herman untuk terus menikmati, suasana hatinya yang sedang berbunga-bunga.
Sejenak angannya melayang ke peristiwa sepuluh tahun silam, dimana Herman yang akan bertugas keluar daerah, masih sempat menemui kekasihnya yang benama Linda di rumah kostnya.
Selain untuk pamit, tentu mendapatkan sangau istimewa untuk sebuah perjalanan panjang dan melelahkan, kini perasaan itu, kembali menggelayut perasaannya dgn postur tubuhnya yang kini kian tambun.
Kondisi itu makin tampak, sejak tidak aktif lagi sebagai aparat pemerintahan yang bergerak di bidang yang mengurusi orang-orang yang termarginalkan.
Kini setelah sekian tahun berpisah, kembali Herman akan bertemu Linda, dalam acara temu kangen, sekaligus bagi Linda, ini kesempatan untuk menengok kampung halaman Herman, setelah sekian tahun ditinggal, begitu banyak perubahan yang dialami.
Akan halnya Linda, kerinduannya akan kuliner, “Ikan Bakar” dan “Konro Bakar” menjadi sajian dan menu utama dalam proses penjemputan, bersama salah seorang sahabat Linda yang tinggal berlainan kota, namanya Elsa.
Elsa memang sudah berumah tangga, namun hingga saat ini belum memiliki keturunan. Kunjungannya kali ini ke Kota Daeng, sekaligus akan dimanfaatkan untuk menjadi sarana, mencari orang pintar di kampung halaman Herman.
Agar kelak Elsa, dapat memperoleh keturunan dari suaminya yang berdarah ningrat Betawi. Hari makin dekat, Herman terus menikmati teh panas yang dibuatnya sendiri, sesekali Herman menatap ayam piarannya yang selama ini terkadang memberi nuansa lucu, karena suara ketawanya panjang sekali, seakan-akan meledek Herman yang sedang dalam penantian.
Sementara Linda yang menetap di lain kota, kini sudah sibuk mempersiapkan diri, baik fisik maupun mental. Segala persiapan dan jadwal disusun cermat.
Sesungguhnya terlalu banyak agenda yang sudah disusun, bertemu dengan ibu angkatnya, menikmati jagung rebus dan suasana pantai Losari yang kini semakin memikat pengunjung.
Namun tiba-tiba, kondisi batin berkecamuk saat menerima telepon dari kantor redaksi, Pak !!! ada rapat mendadak, tutur penelpon yang ada di ujung telpon. Siaap, demikian jawaban Herman setiap kali mendapatkan panggilan.
Herman segera memacu kendaraannya di kantor yang dimaksud, dan ternyata di meja rapat sudah siap untuk membahas sebuah rancangan untuk pengembangan unit usaha yang lain.
Berbagai masukan dari peserta rapat untuk memberikan solusi terbaik dalam sebuah perubahan besar, namun dengan kondisi dan berbagai pertimbangan baik itu terkait, cuaca, keuangan, politik dan strategi pemasaran, membuat segalanya harus menantikan tiga hal, yaitu ; saat yang tepat, orang yang tepat dan pada kondisi yang tepat dan itulah yang disebut sebuah “Penantian”, salamaki.
Salam Takzim,
www.syakhruddin.com
SMS : 081 2424 5938 PIN 2A2 7F 722
Email : syakhruddin@gmail.com
Email : syakhruddin@yahoo.co.id