Menyatukan seni dan tehnik bermain tingkat tinggi, sehingga kepadanya diberikan label jenderal lapangan hijau, dalam beberapa pertandingan sepokbola yang digulirkan oleh para industriawan bola mancanegara.
Harta bendanya yang tersebar dari kampung halaman, di Jeron Beteng Yoguakarta sampai Tabanan di Kuta-Bali, Dua belas buah rumah mewah, empat mobil, lahan pertanian di Jawa Timur dan seorang isteri yang tercatat resmi di instansinya, dan dua lainnya yang dinikahi dengan diam-diam, termasuk mantan Putri Solo, yang dinikahi dengan mahar Rp 15 milyar, kini visa perjalanan keluar negerinya, sudah diblokir pihak Dirjen Bea & Cukai.
Pendek kata “Sang Inspektur Jenderal” yang satu ini menjadi bulan-bulanan pemberitaan media massa. Mantan Gubernur Akademi Kepolisian yang cukup rajin berumah tangga, harus pasrah menjadi buah bibir nasional, sebagai resiko dari sepak terjangnya. Hingga kelak, Sang Inspektur Jenderal yang ganteng ini, memasuki “Hotel Prodeo” pascapemeriksaan di KPK pimpinan Abraham Samad.
Selain temu kangen sebagai alumnus pendidikan militer, pertemuan tersebut disinyalir bukan pertemuan biasa, apalagi jabatan Presiden SBY, karena kehendak Undang-Undang, harus mengakhiri masa jabatan periode kedua tahun 2014 mendatang.
Dengan sendirinya harus mempersiapkan lebih dini kader pengganti beliau. akan tetapi pertemuan itu, mendapat tanggapan dari para politisi dan penantang lainnya yang menyaksikan pertemuan itu, dengan konotasi bahwa kepemimpinan SBY sekarang telah gagal.
Mengingat sejumlah Menteri dan perngurus teras Partai Demokrat terlibat skandal mega korupsi, termasuk didalamnya “Skandal Bank Century” yang dananya diduga dipergunakan untuk pemenangan pasangan “SBY-Budiono” sehingga patut kiranya,untuk dilakukan penggantian kepemimpinan, agar bisa berada di jalur yang benar.
Akan tetapi, hal itu juga menjadi catatan penting bahwa bilamana dalam pelaksanaan pemerintahan, Presiden menyimpang dari rel, maka wajib hukumnya, untuk mengganti dan mengembalikan kepada jalannya pemerintahan yang bersih dan berwibawa, bukan seperti impian Jenderal Nagabonar yang kesohor karena ulah kocaknya.
Ke tujuh Jenderal itu, merekomendasikan kandidat Presiden sebagai hasil survey, masing-masing ;
- Yusuf Kalla
- Jokowi
- Prabowo Subianto
- Megawati Soekarno Putri
- Mafhud, MD
- Aburizal Bakrie
- Suaidi Marabessy
Sementara itu, HMI sebagai sebuah organisasi yang pernah dipimpin oleh Anas Urbaningrum, dengan jelas menolak kehadiran Presiden SBY di Kongres HMI Jakarta, bilamana dipaksakan hadir, maka sebuah gerakan lempar sepatu akan berlangsung.
Sebuah ancaman buat seorang Presiden Indonesia di era reformasi, kalau di masa Pemerintahan Soeharto, sikap seperti ini, maka yang mengancam, langsung berhadapan dengan Tim Anti Teror termasuk didalamnya para Penembak Misterius (Petrus).
Rakyat sudah mulai disuguhi janji-janji politik baik oleh para Ketua Partai Politik (Parpol) maupun para Jenderal, yang akan bertarung di Pilpres nanti. Masih akankah kita memilih seorang “Jenderal” untuk memimpin negeri ini lima tahun ke depan.
Akankah kita kembali memilih ketua partai, atau sebuah kombinasi antara seorang Jenderal dan seorang birokrat, sehingga mampu membawa negeri ini menuju sebuah Indonesia baru, Wallahu Alam, Salamaki.
salam takzim
www.syakhruddin.com
SMS : 081 2424 5938 PIN : 2A2 7F 922
Email : syakh01@tabloidbawakaraeng.com