SYAKHRUDDIN.COM -Setiap hari Sabtu, tukang batu yang mengerjakan rumahku selalu datang lebih awal dari biasanya, kompensasinya pulang lebih cepat dari hari biasanya.
Baginya hari Sabtu merupakan hari kebesaran, mereka akan menerima upah, setelah enam hari lamanya berjuang melawan hujan dan panasnya menteri.
Hari Sabtu, saatnya menerima hasil kucuran keringat, setelah sepekan bekerja. Penghasilamn itu, dipersembahkan kepada sang isteri tercinta dan biaya sekolah anak-anak, sebahagian juga digunakan untuk bayar arisan di dekat rumahnya.
Daeng Nya’la adalah profil tukang batu yang patuh, dua anaknya yang dibiayai dengan hasil jerih payahnya, kini sudah di SMA.
Di sekolah, putra pertamanya mendapat bea siswa dari sekolahnya dan aktif belajar di berbagai kursus, termasuk kursus Bahasa Inggeris. Obsesinya, biar orang tuanya tukang batu tapi anaknya kelak adalah “Ponggawa Batu” katanya ringkas.
Kami menaruh hormat yg tinggi, prinsip dan semangat hidupnya untuk membiayai dua anak lelakinya yg taat. Hal itu juga tergambar pada perilaku orang tuanya, bila tiba waktu sholat, maka aktifitasnya dihentikan, mengganti pakaian kerjanya, dengan pakaian bersih, untuk melaksanakan sholat pada waktunya.
SemenTara di beberapa perkantoran di kota ini, sebagian besar pekerja kantoran, dengan berbagai atribut di pundaknya, masuk kantor, baca koran selanjutnya ngerumpi hingga memasuki saat adzan dhuhur.
Mereka begitu piawi, membahas berbagai peristiwa, baik itu terkait dengan pembakaran Markas Polisi di Ogin Komering Ulu (OKU) di Sumatera Selatan.
Penyusunan calon legislatif, masalah skor pertandingan bola hingga larangan parkir di sepanjang jalur Andi Pangerang Pettarani Makassar, semuanya menjadi topik bahasan tanpa bekerja.
Waktu berlalu dan kepemimpinan berganti, masa pensiun tiba dan karya tak ada yang ditinggalkan. Amat kontras dengan seorang Daeng Nya’la bersama asistennya Daeng Taba, pekerja yang mencintai profesinya, menghargai waktu dan taat sembahyang.
Di saat asyik menyaksikan Daeng Nya’la memasang batu batako, tiba-tiba handphone bergetar. Ada nomor yang tidak terdaftar memanggil nomorku.
Setelah tiga kali berdering, kami mencoba mengangkatnya, Halo ..ini dengan Pak Syakhruddin, ujarnya dengan nada bertanya.
Iya dik, dengan siapa saya bicara. Oh ya Pak, perkenalkan, nama saya Linda dari call center BNI menawarkan untuk asuransi, guna membantu proses pencarian dana segar. tolong kirimkan nomor rekening bapak atau segera ke atm terdekat.
Kutahu kalau ini sebuah model penipuan gaya baru, setelah mendengar urainnya yang panjang lebar, saya mengakhiri percayakan dengan ucapan, nanti hari Sabtu, saya dihubungi ya, setelah Daeng Nya’la terima gajinya, ujarku dalam nada bercanda, sambil menutup telepon, tanpa pernah lagi menghiraukan panggilannya.
Kenapa langsung saya ketahui kalau ini penipuan, karena si penelpon mengajak ke atm, besar kemungkinan, dari ATM akan diarahkan oleh penelpon yang lain, dan hal ini sudah banyak tergiur sekaligus tertipu, bagi kami prinsip hidup Daeng Nya’la, adalah sebuah fenomena yang kita sudah mulai langkah kita temukan.
Ada pula pegawai negeri yang bekerja hanya mengandalkan kedekatan pimpinan, sementara sang atasan menerima semua masukan tanpa pernah di cross chek, akibatnya semua staf dianggap lawan-lawan politik.
Di benaknya muncul pemikiran untuk melengserkan, seperti apa yang dilakukan Walikota Makassar, IAS (Ilham Arief Sirajuddin) mendepak ponakan SYL (Syahrul yasin Limpo) dan tidak mengakomodir Adnan Puricha dalam daftar calon sementara (DSC) dari Fraksi Demokrat, sebagai dampak dan kekalahan dalam Pilgub tahun 2013, dan sang ponakan menjadi korban pembalasan.
Daeng Nya’la tidak menghiraukan hiruk-pikuk pemberitaan diberbagai media, dia hanya memiliki “Radio Gamasi” dan mendengarkan ocehan “Indo Sitti” dalam obralan pagi bersama “GAMASI”, sebagai akronim “Gaya Makassar Ada Disini“, Salamaki.