Makassar sebagai pintu gerbang Kawasan Timur Indonesia, kini giat mendandani diri, berbagai fasilitas umum di bangun, seperti Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, memudahkan akselerasi pergerakan manusia, datang dan pergi maupun melakukan perbelanjaan di MP, membuat ekonomi Sulsel bergerak maju melampaui rata-rata pendapatan nasional.
Satu diantara sarana yang tersedia adalah MP atau Mall Panakulang Makassar terletak di kawasan Kelurahan Panakukang Makassar.
Selain fasilitas perbelanjaan yg megah, ditunjang dengan kehadiran studio XXI, perhotelan yang tumbuh bagai jamur di musim hujan, termasuk fasilitas untuk ngopi bareng di lantai tiga, dekat toko buku Gramedia Makassar, pendek kata, sarana yang disiapkan pengusaha sudah siap dimanfaatkan.
Rabu malam, tgl 6 Maret 2013, ANE menjamu tamu yang datang dari Batavia yang kebetulan tugas di Makassar, namanya Andri, suami dari Yuyun di bertempat tinggal diManggarai Jakarta.
Andri bertugas di salah satu kegiatan perbankan–finance, sedang melakukan penataan dan rancangan pembukaan cabang baru di Kota Makassar. Sehingga tak berkelebihan, kalau kehadirannya di Makassar, kami memberikan layanan sebagai tamu istmewa.
Bukankah orang bijak selalu berkata, silaturahmi itu sangat indah, kalau tidak bisa datang, maka kami akan mendatanginya, sebuah kalimat bersayap yang sarat makna, intinya layani tamumu dengan tulus dan ikhlas.
Selama bertugas di Makassar, Andri nginap di Hotel Amarilis, salah satu hotel baru, terletak di samping kiri Mall Panakukang, sehingga akses sangat mudah.
Salah satu cafe di lantai III, kami memesan capucino hot di tambah gorengan membuat kami larut dalam obrolan santai di MP. Banyak hal yang menjadi topik bahasan, namun intinya bahwa, Makassar sekarang sudah terasa sumpek. kemacetan dimana-mana.
Saking padatnya sehingga pihak Pemerintah Kota Makassar melalui Dinas Perhubungan dibantu Kepolisian, menetapkan daerah atau “Kawasan Dilarang Parkir”, di sepanjang jalur A.P.Pettarani Makassar.
Kerjasama pihak Polisi, amat kontras dengan kondisi yang terjadi di OKU (Ogin Komaring Hulu), Sumatera Selatan yang ibukota Palembang. TNI/Armed yang ditunggu untuk bersilaturahmi di Aula Mapolres, guna mempertanyakan kasus temannya, Pratu Heru Oktavianus.
Tapi bukan silaturahmi yang terjadi, malah membakar Markas Polisi yang membuat para tahanan lari tungganglanggang, meninggalkan sel Polisi. Kali ini, Polisi dan tahanan sama-sama lari menyelamatkan diri, karena markas yang ditinggalkan kini tinggal kenangan.
Pertanyaan kemudian, kenapa TNI/Armed nekat melakukan pembakaran Markas Polisi. Konon menurut pemaparan anggota Komisi III, Al Muzamil Yusuf dari Partai Keadilan Sejahtera, menduga kemungkinan pemantik persoalan karena adanya ketimpangan kesejahteraan antara kedua institusi negara yang bersenjata.
Dari kondisi lokal, antara dua pasukan yang bersenjata, kini sedang dalam proses pencarian fakta bersama tim gabungan TNI-Polri Namun dibalik semua ini, ada sesuatu yang perlu menjadi bidikan peneliti, terutama dari kesenjangan penghasilan.
Konon penuturan sahabat saya mengatakan, kalau Polisi pergi bawa rangsel maka pulang bawa kontainer, contohnya tengoklah kasus simulator SIM, dimana pelakunya memiliki 12 rumah mewah dan dua isteri simpanan, sementara kalau TNI pergi ke medan tempur, pulang bawa ransel kosong.
Sementara disisi lainnya, seorang anggota TNI yang berpangkap Kapten, masih kita saksikan menggunakan seperti motor yang pengadaannya, ketika Presiden Suharto masih berkuasa, sebuah ironi kehidupan pada institusi pembela pertahanan.
Karena itu, untuk terus mempertahanan harga diri dari sebuah kesatuan, fikirankan kesejahteraan prajurit, tingkatkan anggaran melalui keputusan politik di DPR, bilamana semua semua sudah terlaksana dengan baik, jangan lupa minum kopi capucino, salamaki.
salam takzim,
www.syakhruddin.com
SMS : 081 2424 5938 PIN 2A2 7F 722
email : syakh01@tabloidbawakaraeng