SYAKHRUDDIN.COM – Sahabat pena saya pernah berkata ” Kalau Ada Katak Berkata maka sesungguhnya, Itulah ” Kata – Kata KATAK” betapa bermaknanya sebuah “Kata-Kata” di tulis secara gamblang oleh Ustaz Suf Kasman dalam “Parade Kata-Kata” berikut ulasannya :
Tidak ada yang rumit dalam kata-kata. Kata-kata hanyalah sekedar kata-kata, simbol yang menuntun menuju esensinya.
Kata-kata ibarat oksigen: kepada siapa pun, kapan pun, di mana pun, kata-kata selalu dibutuhkan untuk kelangsungan hidup.
Kata-kata yang lembut nan memesona kerap menebarkan aroma bau sedap, mampu menceritakan ekstrak bunga lavender paling memikat. Tak sekedar menjadi penyegar suasana saat berkumpul sambil ngobrol di waktu-waktu senggang. Namun lewat kata-kata yang artistik nan juwita, seseorang dapat menampilkan karakteristiknya secara spesifik, berpadu daya tarik ritme.
Selain itu, kata-kata santun bebauannya semerbak mewangi―bisa mendeskripsikan gagasan eminen raksi―yang terinspirasi aroma Dior Fahrenheit, parfum kesukaanku.
Senandung kata-kata rancak pun bila dituturkan depan audiens, bagi mereka yang menyimaknya laksana mendengar dawai gitar bang H. Rhoma Irama. Syahdu, di mana otak bersinergi tubuh merasa tenang dan santai, apalagi disuarakan saat berkelana bersama kawan-kawan. Piknik semakin berarti.
Coba Anda sekali-kali mendengar syair-syair konglomerasi ‘kata-kata filantropi’ kordialnya Ummi Kalsum, perempuan sang pemersatu kafilah Arab itu dapat mencairkan suasana yang beku. Encer memadamkan kesedihan yang bergejolak di hati gundah gulana. Bahkan, kata-kata elok dalam kidungnya ampuh memperbaiki mood menjadi lebih baik, dari lara yang membelenggu.
Kata-kata elok memang selalu unggul dipresentasikan, tidak mengenal usia, waktu dan tempat. Pelantunnya akan selalu dikenang hingga hayat dikandung badan.
Esensi kata-kata bukanlah sekadar konten bahasa untuk berkomunikasi ‘apa adanya’ dan ‘ada apanya’. Tetapi lebih dalam sebagai cermin jati diri, ekspresi diri, kepribadian, kualitas diri, dan bahkan spiritualitas.
Saudaraku,
Berbicaralah hanya ketika kata-kata yang Anda ucapkan lebih indah daripada diam. Atau ungkapkanlah melalui kata-kata bening yang bisa menginspirasi dan membangkitkan gelora jiwa. Lihatlah mereka yang tengah terpuruk, setahap demi setahap bisa bangkit dan eksis berkat simponi kata-kata yang menenteramkan relung hati, menyejukkan pikiran, dan menerbitkan matahari masa depan.
Efek Kata-Kata
Melalui orasi monolognya sang proklamator pada teks ‘Proklamasi’, sebongkah kata-kata sakti dipekikkan mampu mengobarkan semangat rakyat Indonesia dalam merebut kemerdekaan.
“Janganlah kalian mencoba mengelabui kami dengan kata-kata. Pilihan kami adalah merdeka atau mati”. Begitu kata-kata berapi-api Bung Karno suluh elektrik nasionalisme.
Begitu pula, tuduhan salah seorang perempuan bernama Siti Zulaikha, mengadu kepada suaminya dengan kata-kata penuh iba bahwa Yusuf telah menggoda tuk memerkosanya. Sehingga majikan percaya liukan kata-kata sang isteri (Zulaikha). Al-Aziz (Raja Mesir) langsung menjebloskan Yusuf ke dalam penjara selama tujuh tahun tanpa grasi.
Hanya dua penggalan kata perintah “Ledakkan Sekarang”! Demikian komando Kepala Staf Angkatan Darat AS Jenderal George Marshall kepada pilot pesawat B-29 untuk bombardir Teluk Tokyo.
Cuma butuh 2 bom atom jenis “Little Boy” dan “Fat Man”, kehancuran total Hiroshima dan Nagasaki membuat Jepang menyerah tanpa syarat pada 14 Agustus 1945.
Syahdan, Kementerian Agama batalkan pemberangkatan calon jamaah haji melalui secuil kata-kata eliminasi. Seketika itu jutaan umat menangis pilu dan mengundang kekecewaan publik, karena ini kali kedua ibadah haji dibatalkan.
Untuk menghadang gejolak massal pribumi yang geram & stress berepisode itu―kata-kata “penenang” secepatnya digemakan pak Menteri―“Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) telah menjamin keamanan biaya calon jemaah haji yang gagal berangkat pada 2021. Dan akan diberangkatkan tahun 2022 mendatang. Kembali ‘kata-kata’ janji didengungkan.
Ke mana janji sebelumnya?
Hanya cerita terbawah angin lalu raib tanpa jejak?
Lagi-lagi, Adolf Hittler memusnahkan enam jutaan orang Yahudi di Jerman sebagai dalang Holocaust, hanya sekerat patah kata dipekikkan sang diktator keji itu kepada algojo “Basmi Orang Yahudi sekarang”. Sekonyong-konyong umat Nabiyullah Musa as itu sekejap tewas massal di sebuah gedung gas rahasia Nazi.
Tindak biadab pada sesama manusia. Terkutuklah engkau lusinan turunan.
Itulah spektrum parade kata-kata. Setajam-tajam pisau, masih lebih tajam kata-kata bersayap.
*
Pendendang kata-kata elok laksana gula yang dikerumuni semut. Saking manisnya, pendendang kata-kata prigel ini kadang-kadang menjadi sasaran mencekam oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
Kata-kata mujarab dan multi khasiat pesan-pesan Tuhan dari kitab suci, bisa saja disadap dan dipenggal-penggal uraiannya lalu disetting, karena oposisi alim yang menyampaikannya.
Memang, manusia tidak pernah sadar akan bahaya yang tersembunyi di balik kepandaian merangkai kata kata. Manusia tidak pernah tahu bahwa petaka yang mengintai, kelak dapat menghancurleburkan kepiawaiannya. Laksana api, pancaran sinar yang menyilaukan justeru dapat membakar. Bagai musafir yang menikmati perjalanannya seorang diri, tidak akan pernah menyadari bahaya yang menghadang. Manusia laksana serangga, ia merayap dari dalam tanah untuk mendekati cahaya, namun ketika cahaya telah tergapai justeru ia akan tersiksa hingga mati kepanasan.
Qulil haqqa walau kaana murran, “Sampaikan kata-kata kebenaran itu, walaupun itu pahit.”
SADDA MAPPABATI’ ADA,
ADA MAPPABATI’ GAU’,
GAU’ MAPPABATI’ TAU.
Bersambung…!