Sebanyak 629 wanita dan anak perempuan asal Pakistan dijual sebagai pengantin kepada pria-pria China selama dua tahun terakhir.
Hal itu terungkap dalam laporan investigasi Associated Press. AP memperoleh daftar ratusan perempuan itu dari tim penyelidik Pakistan yang berupaya membongkar jaringan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang mengeksploitasi ratusan perempuan itu.
Tim penyelidik memulai investigasi sejak 2018. Beberapa pernikahan disebut
terjadi pada 2018 hingga April 2019.
Pejabat Pakistan yang tak ingin diungkap identitasnya yakin ratusan perempuan
itu dijual oleh keluarga mereka sendiri atas alasan kebutuhan finansial.
Para orang tua itu menjual anak perempuan mereka pada agen-agen di Pakistan
yang bekerja sama dengan agen di China.
Para agen itu disebut mengantongi uang hingga US$25-65
ribu dari satu pengantin yang dijual kepada pria China.
Namun, hanya US$1.500 saja yang diterima keluarga korban sebagai imbalan.
Pihak berwenang Pakistan menghentikan penyelidikan terhadap kasus tersebut pada
Juni tahun ini.
Sejumlah pejabat Pakistan yang mengetahui tentang investigasi itu mengatakan
penyelidikan dihentikan dengan alasan takut merusak hubungan bilateral dengan
China.
Pada Oktober lalu, pengadilan kota Faisalabad bahkan membebaskan 31 warga China
yang didakwa atas kasus TPPO ini.
Beberapa wanita korban TPPO tersebut bahkan menolak untuk memberikan kesaksian lagi kepada polisi.
Seorang pejabat
pengadilan menuturkan bahwa perempuan-perempuan itu mendapat ancaman atau
disuap agar diam.
Pemerintah pusat Pakistan juga disebut berupaya menghalangi penyelidikan dengan
memberi tekanan besar kepada pejabat Badan Investigasi Federal (FIA).
“Beberapa pejabat FIA bahkan dipindahkan. Ketika kami mencoba berbicara
dengan pemerintah Pakistan, mereka tidak memperhatikan,” kata Saleem
Iqbal, seorang aktivis dari komunitas Kristen yang kerap membantu orang tua
menyelamatkan anak perempuan mereka yang dijual ke China.
Menanggapi laporan itu, China melalui Kementerian Luar Negeri mengaku tidak
tahu menahu terkait daftar ratusan perempuan yang menjadi korban TPPO itu.
“Kedua pemerintah, China dan Pakistan, mendukung pembentukan keluarga
bahagia antara kedua masyarakat secara sukarela berdasarkan hukum.
Di saat bersamaan, China juga tidak memberikan toleransi terhadap pihak-pihak yang terlibat pernikahan ilegal lintas-batas negara,” bunyi pernyataan Kemlu China.
Kasus serupa juga terjadi pada perempuan Indonesia. Berdasarkan data
Kementerian Luar Negeri RI, hingga Oktober 2019 ada 42 kasus pengantin pesanan
terjadi. Sebanyak 36 korban di antaranya berhasil dipulangkan ke Indonesia.
Puluhan perempuan Indonesia itu dijodohkan dengan pria Tiongkok dengan
iming-iming kesejahteraan yang terjamin.
Agen menjanjikan sejumlah uang kepada keluarga sang perempuan sebagai imbalan.
Namun, dalam beberapa kasus, uang yang diberikan agen tidak sesuai dengan
perjanjian awal dengan alasan dipotong untuk biaya administrasi dan logistik
lainnya.
Selepas dipersunting dan dibawa ke China, para perempuan itu juga malah
dipekerjakan sebagai buruh dan kerap disiksa.
Pemerintah Indonesia kesulitan untuk membantu atau memulangkan puluhan WNI itu
lantaran mereka menikah dengan dokumen dan persyaratan yang sah di mata hukum
China. Alhasil proses repatriasi memerlukan izin para suami.
Sementara itu, Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri meringkus enam orang yang diduga terlibat kasus perdagangan orang ke sejumlah negara di Timur Tengah.
Dalam kasus ini polisi sekaligus menggagalkan rencana
perdagangan 48 perempuan ke Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Keenam orang yang ditangkap polisi telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka
merupakan karyawan PT HKN, perusahaan yang berperan sebagai penyalur pekerja
migran ilegal.
Modus para tersangka adalah mengimingi korban
untuk bekerja menjadi pembantu rumah tangga di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab
dengan gaji Rp5 juta per bulan.
“Kami berhasil menggagalkan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang
rencananya akan dikirim ke wilayah Timur Tengah, khususnya Arab Saudi dan Uni Emirat
Arab, Abu Dhabi,” ujar Wakil Direktur Tindak Pidana Umum (Wadir Tipidum)
Bareskrim Polri Komisaris Besar Agus Nugroho di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta
Selatan pada Selasa (29/10/2019).
Keenam tersangka yang diamankan polisi adalah AR, AC, AW, AMR, TK dan MM.
Terkait perannya, AR adalah Dirut PT HKN. AC berperan di bidang keuangan
perusahaan dan bertugas mendistribusikan dana kepada korban maupun keluarga.
Lalu AW di bagian administrasi yang bertugas mengkoordinasi sponsor. AMR
berperan membantu pembuatan paspor. TK membantu menyiapkan tiket keberangkatan
korban. Dan MM menjadi penjaga asrama.
Atas perbuatannya tersebut kasus terhadap keenam tersangka akan ditindaklanjuti dengan jeratan Undang-Undang No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang pasal 4 juncto pasal 10. Dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran.
Setelah
dilakukan penyelidikan ternyata ditemukan 48 perempuan pekerja migran yang akan
dikirim secara ilegal.
Dari hasil interogasi, 48 perempuan tersebut berasal
dari sejumlah kota di Indonesia antara lain dari Cianjur,
Purwakarta, Sukabumi, Majalengka, Lampung, Lombok, Samarinda
hingga Nusa Tenggara Timur.
Agus mengatakan para korban masih diamankan di Mako Bareskrim. Namun hari ini
mereka akan dipindahkan ke Rumah Perlindungan Trauma Center milik Kementerian
Sosial RI (berbagai sumber).