Minggu 18 Oktober 2015 kami sekeluarga mengantar calon mempelai lelaki ke Dusun Kalimporo Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto. Anak dari sahabat Penulis yang bernama Abdul Wahid Atjo Samanangi beralamat di Jaalan Cendrawasih, tepatnya di samping kiri Kantor Badan Pertanahan Nasional atau lebih tepat disebut disamping PHB (Perhubungan) milik TNI-AD.
ANGGARDO ALIAS ANGGA, demikian nama calon pengantin yang diantar oleh sanak famili dan tetangga, Pukul 09.00 wita kami meninggalkan rumah sang pengantin dengan iring-iringan mobil menuju Bangkala di Jenenponto. Sebelum start diingatkan, bila ada rombongan tercecer didalam perjalanan, maka titik kumpul terakhir di depan Masjid Besar Bangkala.
Perjalanan ke Kalimporo cukup lancar, hingga kami merupakan mobil kedua yang tiba di depan Masjid Besar Bangkala, sementara yang lainnya beberapa waktu kemudian, sudah terparkir di belakang Mobil Ertiga DD 1077 MW. Ada beberapa anggota rombongan yang mampir ke masjid untuk membuang air kecil, sembari menunggu rombongan terakhir yang membawa “Bola Suji atau Panca”.
Kemudian secara beriringan memasuki Dusun Kalimporo sekitar dua kilometer dari pinggir Jalan Raya Makassar-Jeneponto. Disana sang pengantin disambut oleh keluarga calon mempelai perempuan. Sesuai tradisi lokal, Sang pengantin diberikan kelapa dan gula merah yang dibawah sendiri naik ke rumah calon isterinya dan disambut dengan bunyi-bunyian dari gendrang tradisional khas Jeneponto.
Sementara proses pernikahan di rumah panggung, oleh keluarga dari pihak mempelai perempuan mempersilakan untuk bersantap, dengan menu utama berupa “KUDA” . Sebelum dipersilakan, kami menyarankan, Tunggu dulu Pak, biarkan saja nikah dulu, ujarku.
Tidak apa-apa Pak, itu kan serimonial saja diatas, kami perlu melayani pengantar yang cukup jauh perjalanannya, katanya sambil tertawa. Proses pernikahan berjalan lancar, sementara kami juga mencicipi hidangan yang sudah disiapkan sejak dari tadi. Usai bersantap, acara nikahpun sudah selesai dilanjutkan dengan hiburan elekton dengan penyanyi seorang buduanita yang ada diatas panggung utama, melantukan lagu “Indahnya Pengantin Baru”
Setelah semua prosesi berjalan dengan lancar, kami ke Makassar tidak lagi dalam bentuk iring-iringan, melainkan sesuai dengan selera sopir dan penumpang. Rombongan mobil Ertiga DD 1088 MW singgah di Kawasan Penjual Jagung di Takalar.
Sesuai dengan kebiasaan kami setiap keluar daerah ke Takalar, maka mampir di penjual jagung No.10 milik H.Rahman Dg Nanjeng yang sudah 20 tahun berjualan jagung bahkan dengan hasil jagung itu pulalah yang mengantarnya ke tanah suci serta membangun rumah dan tempat jualan yang refresentatif.
Kemajuan dan perubahan ke jalur selatan memang sudah banyak berubah, termasuk temppat penjualan jagung milik H.Abd.Rahman Dg Nanjeng, mantan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) tahun 1985-1990 dan dari situlah saya berinteraksi dan hingga kini masih selalu singgah bila melewati kawasan tersebut.
Usai menyantap jagung rebus yang sekarang terjadi perubahan dan peningkatan, kalau dahulu jagungnya dimasak pakai kayu bakar, kini beralih menggunakan elpiji, dan bagi pembeli yang ingin makan jagung ditempat juga disuguhi “Sarabba Bambang” minuman khas racikan Nyonya Abd. Rahman.
Ada satu salam penghormatan yang selalu diucapkan setiap kali kita mau meninggalkan kiosnya, Sang pemilik kios No.10 beserta anak buahnya, selalu mengucapkan,”Iye …. Salamaki” dan doa-doa itulah yang selalu mendatangkan rejeki untuk kehidupannya yang di mulai dari titik nol dan mengakhiri tulisan ini, Penulispun tak lupa mengucapkan berbahagialah menyimak, salamaki.
Penulis,
H.SYACHRUDDIN.DN
syakhruddin@gmail.com