SYAKHRUDDIN.COM – Dalam ajaran Agama Hindu, Bhuta Kala berarti kekuasaan alam semesta (Bhu) dan waktu yang tidak terukur dan tidak terbantahkan (Kala).
Bhuta Kala digambarkan sebagai wujud raksasa berambut panjang dengan perut yang sedikit buncit. Energi negatif Bhuta Kala dapat dianggap mengganggu umat manusia di mayapada ini khususnya di saat melakukan ritual ibadah Nyepi.
Penggantian pagi ke siang dan dari siang ke sore bisa berbahaya bilamana fikiran dalam keadaan kosong. Tutur Pasisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Makassar.
I Nyoman Supartha pada saat menggelar parade Ogoh-ogoh menjelang tahun baru Saka 1936 yang dilaksanakan menjelang Hari Raya Nyepi, Senin 31 Maret 2014.
Di kalangan Suku Makassar, khususnya di masa penulis masih kecil, orang-orang disekitar tempat bermukim menakut-nakuti anak-anak dengan sosok ya mirip Bhuta Kala yang dikenal dengan nama “ NENEK PAKANDE” gambaran untuk menakut-nakuti anak-anak manakala sudah menjelang magrib belum pulang ke rumah.
Kesan NENEK PAKANDE itu digambarkan seperti seorang nenek yang bisa menyembunyikan anak-anak khususnya menjelang pergantian waktu, dari siang ke malam.
Dengan wajah seram dan kadang berubah menjadi sangat bijak dan bersahabat dengan anak-anak, sehingga terbujuk dan mampu mengikuti keinginan sang Nenek Pakande.
Terlepas dari tradisi masyarakat yang terjadi dan seiring dengan perkembangan zaman, maka Bhuta Kala yang berenergi negatif atau Nenek Pakande yang digambarkan suka mengganggu dan menyembunyikan anak kecil.
Dewasa ini telah berubah fungsi dengan hadirnya televisi di rumah tangga kaum muslimin, sehingga jadwal untuk sholat magrib tidak dapat dilaksanakan karena kebutulan sedang berlangsung film yang menarik minat anak-anak.
Demikian halnya dengan para orang tua mereka, mungkin saja tengah asyik dengan tontonan film pavoritnya, ada sedang menyaksikan siaran langsung sepakbola atau drama yang menyedihkan sehingga menyita banyak perhatian dan melibatkan emosi para pemirsa.
Pendek kata, energi negatif selalu mengganggu hamba-hamba disetiap pergantian waktu dan masa, yang bisa menjadi perebutan kekuasaan dalam tubuh manusia, apakah yang berkuasa karakter negatif dengan meninggalkan waktu sholat magrib atau karakter positif yang segera bergegas dan menuju masjid untuk menjalankan perintah Allah SWT secara berjamaaah.
Yang didalamnya telah dijanjikan oleh Allah bahwa, barang siapa yang melakukan sholat berjamaah maka akan kami tinggikan 27 derajat bagi hambaku yang datang ke Masjid untuk berjamaah.
Dalam konteks kekinian, kehidupan dengan ditunjang kehadiran tehnologi yang mempuni, menuntut setiap hamba untuk senantiasa mengamalkan kebajikan dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, benarlah apa yang dikatakan para bijak bestari,
“Dimana bumi dipijat disitu langit dijunjung” yang bermakna dimanapun kita berada hendaknya disanalah kita berpartisipasi dalam mengembangkan sesuatu.
Proses penggantian siang dan malam, bagaikan proses penggantian anggota legislatif yang saat ini memasuki babakan kampanye. Setelah lima tahun silam wajah anggota legislatif yang menyatakan dirinya prorakyat.
Kini datang kembali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saat terpilih barulah sekarang datang kembali, saat duduk di DPR tak pernah lagi mengunjungi rakyat, sang anggota legislatif pilihan rakyat hanyalah sibuk dengan dirinya sendirinya.
Kemenangan yang diraih selama lima tahun berkuasa, benar-benar dinikmati dan melupakan pemilih yang lima tahun lalu mencoblos namanya karena mampu meyakinkan masyarakat.
Kini mereka datang kembali, namun kehadirannya sudah hampa, karna apa yang dijanjikan dahulu ternyata tidak menjadi kenyataan, maka wajib pilih kini sudah mulai bersikap dan menyatakan, mereka tergolong dalam kelompok manusia yang membawa energi negatif hanya mampu berjanji dan setelah memperoleh kekedudukan ia melupakan kami semua.
Yang kita butuhkan sekarang adanya perubahan, kader baru yang militan, sekalipun miskin pengalaman namun masih ada secerca harapan untuk tampil di gelanggang politik tanah air, menyusun kekuatan dan strategi agar pada gilirannya nanti mampu meyakinkan presiden terpilih kelak.
Bahwa sesungguhnya yang dibutuhkan rakyat adalah terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan serta lingkungan sosial yang mumpuni sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.
Setelah pelaksanaan Hari Nyepi Senin 31 Desember 2014 yang diperingati oleh masyarakat Hindu khususnya di Bali dan beberapa lokasi di persada nusantara, maka pada Hari Jumat 18 April 2014 mendatang akan diperingati acara “Wafatnya Isa Al-Masih” sebagaimana di baptiskan sebagai sang juru selamat.
Momentum peringatan yang waktunya bersamaan dengan pelaksanaan hari Jumat yang merupakan hari barokah Bagi kaum muslimin menunjukkan bahwa kehidupan beragama di Negara Kesatuan Republik Indonesia begitu damai dan sentosa.
Sebagaimana diajarkan dalam kitab suci Al-Quranul Kariem, “Lakum dinukum waliyadien” yang artinya untukmu agamamu dan untukku agamaku, mari masing-masing saling meyakini dan nanti diyaumil qiyamat yang menentukan timbangan amalan kita dihadapan Allah Rabbul Jalil.
Kisah Bhuta Kala dan Nenek Pakande akan menemui tantangannya, Bhuta Kala akan berhadapan dengan ogoh-ogoh yang membawa energi potsitif dalam bentuk patung, sehingga Bhuta Kala akan mengalami kegoncangan dan pada gilirannya akan dibakar.
Oleh mereka yang mengalami stagnasi dan kekosongan fikiran dengan jalan menggantinya pemikiran yang positif untuk memasuki hari-hari yang penuh tantangan, demikian halnya Nenek Pakande yang kini sudah mulai menghilang di kalangan anak-anak Indonesia.
Karena Nenek Pakande sudah berubah dalam bentuk alih tehnologi yang kini terus membuntuti pmikiran anak-anak dalam bentuk game-game menarik yang menguras lembaran rupiah dari orang tuanya sehingga dibutuhkan pengendalian dan pengawasan dari para orang tua yang terkadang juga sibuk dengan facebook.
Jadinya setali tiga uang, yang akan melarang juga terlibat dalam kekacuan fikir karena asyik bercengkrama dengan Nenek Pakande dalam bentuk facebook yang mengakibatkan lupa melaksanakan sholat lima waktu.
Semoga dengan perayaan tahun Baru Saka pada kegiatan Nyepi 1939 yang dilaksanakan masyarakat Hindu Indonesia kita dapat memetik hikmah dan hakekat yang terkandung didalamnya, bahwa dalam kehidupan di dunia.
Positif dan negatif saling mengusai, tinggal manusialah yang secara bijak mencari solusi untuk senantiasa berada dijalur yang benar.
Sebagaimana doa dalam setiap melaksanakan sholat, Ihdinasiralatal mustaqiem, tunjukilah kami jalan yang lurus.
Sebagaimana orang-orang yang telah mendapat nikmat darimu, bukan jalannnya orang-orang yang tersesat atau jalannya orang yang engkau murkai. Selamat melaksanakan NYEPI bagi saudaraku yang merayakannya, salamaki.