Postur tubuhnya yang ceking dan senyumnya yang khas, belum banyak berubah. Beliau masih tampak sehat, bahkan hingga saat ini, terkadang masih menjadi Imam di Masjid Raya Limbung. Pak Guru Dahlan Daeng Rongrong inilah yang memperkenalkan kepadaku, tentang bagaimana seseorang menjadi anggota Praja Muda Karana (Pramuka) yang handal.
Di sekitar tahun 1970-1972, Penulis banyak menempah diri tentang keterampilan dibidang kepramukaan, pengetahuan praktis mengenai tali-temali dan tata cara membaca Dasa Dharma Pramuka.
Saat itu, Penulis masih duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah di Limbung Kabupaten Gowa dengan Kepsek H.Gassing Saleh (Almarhum).
Minggu 4 Agustus 2013, secara kebetulan bertemu Guru Dahlan di Masjid Raya Limbung, beliau menjadi Imam pada saat sholat dhuhur berjamaah di hari ke 26 Ramadan 1434 H. Penulis sesungguhnya bermaksud ke rumah sanak family yang ada di Kampung Kutulu Desa Mata Allo untuk sekadar berbagi kebahagiaan, dalam rangka perayaan Hari Kemenangan 1 Syawal 1434 H.
Sudah pensiun ??? ujarnya dalam nada bertanya, sudah Pak !!! Alhamdulillah, sambil memberi tahu teman jamaah yang ada di sebelahnya, “ini muridku dan sekarang dia juga sudah pensiun” jadi Anda bisa bayangkan, katanya sambil tersenyum di kulum.
Sang Guru Dahlan, menyampaikan kepadaku, kalau dua orang anaknya sudah menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan ditugaskan di Provinsi Sulawesi Tenggara di kendari.
Selepas pertemuan di Masjid Raya Limbung, beliau kembali kerumahnya dengan menggunakan sepeda motor, sementara Penulis melanjutkan perjalanan menuju Kampung Kutulu untuk membagi bingkisan lebaran dan selanjutnya kembali ke Makassar.
Tiba di rumah dengan selamat, kemudian mengawasi penyelesaian pembangunan rumah kost yang terdiri empat buah kamar tambahan. Sambil menyaksikan petugas memasang jaringan listrik, ”tiba-tiba anak tetangga, membunyikan petasan di muka lorong. Salah seorang diantaranya, melemparkan masuk ke halaman rumah, setelah petasan meledak sekitar dua meter dari tempat duduk Penulis, petasan meledak dan anak-anak pada berlarian.
Segera kami membuka pintu pagar, memburu mereka sampai ke ujung lorong, ternyata anak kecil jauh itu, lebih lincah dibandingkan Penulis, harus ngos-ngosan kembali ke rumah.
Ternyata kalau sudah pensiun, terkadang semangat masih 45 namun setelah berlomba dengan anak kecil, harus istirahat dua kali mengatur nafas, para tetangga keluar dari rumahnya mencari tahu dari mana sumber petasan yang besar itu.
Akhirnya ada seorang anak yang rajin ke Masjid, menangkap tangan temannya yang bawa petasan, setelah diinterogasi ternyata sang pelaku, seorang anak tetangga yang tinggalnya di belakang rumah. Kami segera mencarinya dan Penulis temukan diatas rumahnya sedang dimarahi oleh kedua orang tuanya.
Karena sedikit emosi akibat dikagetkan oleh suara petasan, akhirnya sang anak mendapat jeweren telinga dan selanjutnya pura-pura diikat, seakan mau di gantung.
Setelah menangis sejadi-jadinya, barulah dilepas dari ikatan tali. Saya sudah tobat Pak RT, saya tidak mau lagi melemparkan petasan ke rumah Pak RT, katanya sambil sesenggukan.
Berselang beberapa waktu, suara adzan dari Masjid Jami Al-Abrar terdengar adzan untuk sholat isya dan tarwih berjamaah. Penulis segera bergegas ke Masjid bersama jamaah lainnya, sedang topik yang dibahas Sang Ustaz adalah “Penyesalan”.
Sementara itu, Penulis merenungi akan tindakan tadi sebelum ke mesjid. Ada rasa “Penyesalan” kenapa anak-anak tadi, Penulis perlakukan seperti itu,” Akh, itu kan dia yang melakukan kenakalan,” itulah jawaban dari kekisruhan perasaan yang sedikit galau” sergahku sambil memejamkan mata memohon ampun kepada Sang Khalik.
Menganalisa kembali tindakan memburu anak, di penghujung doa, tiba-tiba muncul pemikiran yang terkait ada kata “Penyesalan” sebagaimana topik bahasan Sang Ustaz.
Akan tetapi ulasan Ustaz malam ini, dalam konteks yang berbeda. Dikisahkan, Konon di masa lalu, ada tiga orang Pemuda berguru pada seorang “Syekh”. Setelah melalui proses latihan, mengaji maupun keterampilan. Akhirnya untuk menuju kesempurnaan, ketiganya harus diberi pengalaman perjalanan jauh, semacam KKN kalau di dunia pendidikan.
Sang Syekh lalu berpesan, silakan menambah ilmu dengan melintasi alam jagat raya, hanya saja, Saya pesankan tiga hal. Pertama, Jangan lupa beribadah, Keduacarilah bekal dijalan dan ketigaberkenalanlah dengan orang sekitar dimana dirimu berada.
Sang Ustaz lalu memperpendek kisah Sang Pemuda, dalam perjalanan melintas pegunungan, hujan lebat turun disertai halilintar, akhirnya ketiga Pemuda mencari perlindungan di sebuah gua.
Ternyata dalam gua yang gelap gulita itu, banyak terdapat pasir kasar yang bercampur butiran emas. Setelah ketiganya berdiskusi, lalu ingat pesan Gurunya, carilah bekal untuk perjalananmu.
Sambil merabah dalam kegelapan gua, ketiganya mengendap dalam kegelapan, Ketiganya lalu mengambil barang yang bisa dibawa sebagai bekal.
Akhirnya Pemuda yang pertama, mengambil segenggam pasir yang bercampur butiran emas, Pemuda keduamengambil dengan kedua tangannya dan Pemuda ketiga mengambil paling banyak, karena ada tas yang dibawa dalam perjalanan.
Setelah menteri nampak diufuk timur, ternyata butiran pasir yang bawa tadi adalah “Emas Asli” barulah mereka menyesal, kenapa tidak mengambil yang lebih banyak lagi. Ketiganya saling bertatapan dalam suasana haru bercampur kesal, kenapa tidak ambil lebih banyak, sembari menyesali tikndakannya, kenapa mengambil hanya sedikit sebagai bekal.
Dari uraian diatas, dapat kita perbandingkan bahwa mereka yang tidak puasa dan sholat Lail selama bulan Ramadan 1434 H, sesungghnya mereka telah menyia-nyiakan kesempatan untuk mendulang pahala yang lebih banyak.
Semoga di sisa akhir Ramadan 1434 H, kita berlomba-lomba untuk mencari ridha Iahi, sembari memanfaatkan momentum “Malam Lailatul Qadar” yang merupakan malam yang memiliki nilai seribu bulan, bilamana kita berhasil meraih “Malam Laitul Qadar” itu, karena disitulah akan ditentukan nasib dan keberuntungan anak Cucu Adam untuk satu tahun ke depan, Salamaki !!!
Salam Takzim,
www.syakhruddin.com
email : syakhruddin@gmail.com
email : syakhruddin@yahoo.co.id
SMS : 081 2424 5938 PIN 2A2 FC 722