Suasana subuh pertama di bulan suci Ramadan 1434 H di halaman Masjid Al-Abrar Gunung Sari Makassar, sekelompok anak-anak membakar mercon yang memekakan anak telinga, dan mengganggu ke-khusyu-an jamaah dalam menunaikan Sholat Subuh.
Entah siapa memulai, akan tetapi anak belasan tahun ini, seusai sholat subuh, langsung berlarian ke halaman masjid, tepatnya di Jalan Sultan Alauddin yang sudah ramai dilalui pengendara sepeda motor dari luar kota.
Anak-anak ini, seperti saling mememarkan suara merconnya, berlomba membakar mercon, mengagetkan sejumlah jamaah yang baru turun dari lantai dua Masjid Al-Abrar.
Kegiatan membakar mercon, tidak pernah dicontohkan para pendahulu.
Malah di bulan suci Ramadan seperti sekarang, kita dianjurkan untuk memperbanyak membaca Al-Quran, bukan membakar mercon sebagaimana dipertontonkan anak-anak kita dewasa ini.
Dari literature yang ada, sejarah mercon berawal abad ke-9, ketika salah seorang juru masak di Tiongkok, tak sengaja mencampurkan bubuk ireng (black power) ke dalam suatu wadah.
Dimana didalamnya telah bercampur bubuk kalium nitrat, belerang (sulfur), areng kayu dan campuran bahan-bahan, lalu dibakar dan mengeluarkan suara yang dahsyat.
Konon dengan suara yang besar ini, dimaksudkan untuk mengusir roh jahat, kemudian dikembangkan pada acara perayaan nikahan, pesta gerhana bulan dan ritual keagaaman, terutama di kalangan warga Tianghoa.
Selanjutnya diadopsi oleh warga Betawi, Sebagaimana dikemukakan, Alwi Shahab salah seorang pengamat Betawi di Jakarta.
Tindakan dan kelakuan anak-anak di depan Masjid Al-Abrar Makassar, perlu segera dicarikan solusi, karena selain menghabiskan uang, juga dapat membahayakan jamaah lainya.
Oleh sebab itu, perlu dipikirkan kehadiran Petugas Polisi yang bisa mengawasi tindak-tanduk anak-anak ini, atau dengan memaksimalkan, kehadiran Brigade Pemuda Masjid untuk berperan aktif mengawasinya, termasuk menjaga ketenangan dalam melakukan kegiatan berjamaah.
Sementara itu, di bulan yang istimewa ini, kepada hamba, diminta untuk senantiasa memanfaatkan kesempatan dengan memmperbanyak membaca ayat suci Al-Quran.
Karena di dalam bulan suci Ramadan merupakan bulan diturunkan “Al-Quran” yang menjadi petunjuk bagi Umat Islam.
Di bulan yang penuh berkah ini, segenap kaum muslimin dan muslimat, diharapkan memaksimalkan pendekatan kepada Ilahi Rabbi, mengingat bahwa ada tiga etafe dalam pelaksanaan ritual keagaamaan.
Sepuluh malam pertama adalah malam penuh berkah, sebelas sampai ke dua puluh, merupakan malam maqfirah dan dua puluh satu hingga akhir ramadan adalah malam ikkunminaar (dibebaskan dari api neraka).
Betapa mulia bulan Ramadan ini, Nabiullah bersabda, seandainya umatku mengetahui, maka dia akan meminta agar sebelas bulan lainnya dijadikan saja bulan Ramadan, hanya saja pemahaman hamba memang masih terbatas dan perlu terus belajar dan belajar.
Disisi lain, suasana perbelanjaan di pasar-pasar tradisional dan sejumlah supermarket, menunjukkan adanya peningkatan harga, yang paling menonjol adalah harga daging yang membuat Pemerintah berfikir panjang.
Memberi konsesi kepada Bulog untuk melakukan operasi pasar, terutama menjelang Hari Raya Idul Fitri 1434 H, yang merupakan hari kemenangan.
Sementara itu, di salah satu institusi pemerintahan, baru hari pertama puasa, sudah dilakukan rapat untuk THR (Tunjangan Hari Raya), hal ini memang perlu diantisipasi.
Sehingga pada saatnya nanti sang Kepala Dinas atau atasan masing-masing mampu mencarikan solusi terbaik untuk memberikan tunjangan kepada para bawahannya.
Terlepas dari semua tuntutan duniawi diatas, Penulis mengajak kepada segenap pembaca blog syakhruddin, untuk memanfaatkan momentum Ramadan tahun ini, siapa tahu ini merupakan Ramadan terakhir dalam perjalanan hidup di mayapada ini.
Mari kita senantiasa mendekatkan diri kepada Sang Ilahi Rabbi dan mengisi malam-malam Ramadan dengan memperbanyak membaca Al-Quran, Salamaki.