Sepandai pandai tupai meloncat, akhirnya jatuh juga, itulah yang menimpa calon Hakim Agung, Bapak Daming dari Palembang, yang sedang mengikuti fit and profes test untuk menduduki jabatan sebagai Hakim Agung di Jakarta.
Daming yang berkelar seputar hukuman mati terhadap pelaku pemerkosa, secara berseloroh mengatakan, bahwa “Pemerkosa tidak perlu dihukum mati, karena pemerkosa dan yang diperkosa, sama-sama senang.”
Publik yang mendengar seloroh itu, langsung memberikan reaksi keras, Hakim Daming Sanusi, putra kelahiran Kab. Bulukumba Sulawesi Selatan itu, bergimang lalu minta maaf, atas ucapan yang tak senonoh dari seorang calon Hakim Agung. Daming yang menjabat hakim di Palembang, telah menerima cercaan dengan ikhlas akan kesalahan yang telah diucapkan dan memohon maaf kepada seluruh Rakyat Indonesia.
Karena itu, dalam kehidupan keseharian kita harus senantiasa bertawakkal kepada Sang Khalik, karena “Mulutmu itu adalah Harimaumu” dan Hakim Dr.Muh. Daming Sunusi DH,M,Hum, lelaki Kelahiran Bulukumba 1 Juni 1952 itu, harus menerima hukuman masyarakat, berupa cercaan dan makian yang disampaikan melalui twiter, facebook dan bahkan membentuk delegasi yang mendatangi Komisi III DPR-RI, agar pencalonannya di anulir.
Calon Hakim Daming yang gamang, menyaksikan reaksi publik yang begitu dahsyat, termasuk dari cercaan putri, isteri dan kerabatnya, dengan jantan mengakui kesalahannya dan mengakui kalau itu diluar kontrolnya sebagai seorang hakim.
Namun apapun yang dilakukan, nasi sudah menjadi bubur, tentunya dari 24 calon Hakim Agung yang akan diterima menjadi 12 orang Hakim Agung, memang melalui seleksi yang sangat ketat. Reputasi mereka dipertaruhkan dan ke-AGUNG-an sang HAKIM sebagai wakil Tuhan di dunia, diharapkan mampu mengeleminir kesalahan termasuk, “Salah Dalam Ucapan”.
Hakim Daming sudah menerima derita dan hukuman publik dan mungkin hanya kebaikan Komisi III lah dan maaf dari seluruh lapisan masyarakat, yang bisa mengantarnya ke kursi Hakim Agung, namun dari kasat mata, agak sulit untuk meraih permohonan maaf yang sudah terlanjur marah karena ucapan yang telanjur dikeluarkan, sebagaimana Sang Tupai yang gagal dalam lompatan.
Akhirnya kita dapat mengambil tamsil dari kesalahan yang terjadi dari insiden “salah ucap sang calon Hakim Agung”, yang berdampak pada gagalnya meraih kedudukan yang tinggi, karena Komisi III DPR RI telah mencoretnya dari kandidat Hakim Agung, semoga saja ke depan kita tidak akan salah dalam bertutur, Salamaki.