SYAKHRUDDIN.COM – Setelah melalui perjalanan panjang yang melelahkan selama tiga bulan, dari Serawak ke Kampung Gangga di Bontonompo-Gowa, akhirnya St. Khalijah bersama lima anaknya tiba di rumah pamannya di Lingkungan Gangga Kelurahan Tamallayang Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa, Rabu 1 Agustus 2012.
Adalah Khalijah anak kelima dari pasangan Daeng Jarre dan Rohani, meninggalkan kampung halamannya 20 tahun silam. Daeng Jarre yang berprofesi sebagai tukang becak di Makassar membawa anak-anak yang masih kecil merantau ke Negeri Jiran Malaysia atas ajakan seorang calo pengerah tenaga kerja. Janji untuk memperbaiki kehidupan dari tukang becak menjadi petani sawit, tidak seperti yang dibayangkan.
Sementara Khalijah kecil yang terus bertumbuh menjadi remaja di ladang sawit di Serawak berhasil dipersunting oleh Arifin, Lelaki dari Mandar yang memiliki keterampilan sebagai tukang kayu. Dari perkawinan Arifin dan Khalijah membuahkan lima orang anak, masing-masing Jumarni alias Ani (10 thn), Salman (8 thn), Putri (4 thn), Putra (2 thn) dan si kecil Adit (bayi usia satu bulan) yang nampaknya menyandang predikat gizi yang buruk.
Setahun setelah perkawinan Arifin dengan Khalijah, Daeng Jarre kembali dari Malaysia dan bermukim di Kawasan Pannampu di Kota Makassar menumpang di rumah salah seorang anaknya. Khalijah bersaudara dengan Daeng Kamma, Daeng Kebo, Daeng Riska, Daeng Maridah dan si bungsu Khalijah. Saat berada di kampung, Khalijah dibesarkan dirumah pamannya Abdullah Daeng Ngeppe, pengrajin batu merah di Lingkungan Gangga, Daeng Ngeppe inilah yang sering disebut bila Khalijah manakala ditanya oleh petugas TRC (Tim Reaksi Cepat) Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Selatan.
Duka Khalijah berawal saat suaminya melerai perkelahian antara Jhon dan Ardi, sesungguhnya kedua orang ini adalah sahabat dan tergabung dalam tim kerja di salah satu bangunan di Sungai Asap Serawak. Menurut penuturan anak bungsu Khalijah yang bernama Ani, suatu senja ketika sedang minum minuman keras hingga mabuk, Dalam kondisi keduanya mabuk, lalu merembet ke soal perempuan bernama Wati. Jhon tak menerima kalau Ardi mengganggu gadis Wati, dimana Jhon dan Ardi saling bersaing untuk meraih simpati dari perempuan Wati.
Jhon merasa lebih dahulu merayu Wati bagai mendapat angin segar, sementara lelaki Ardi mempunyai argumen, sebelum menikah maka segala kemungkinan bisa tejadi. Perseteruan semakin meningkat dan berujung duel maut antara dua lelaki sesama perantau. Melihat kondisi perkelahian semakin membahayakan, maka Arifin yang sedang bekerja datang melerai keduanya, maksud baik dari suami Khalijah ternyata berbuah nestapa, betapa tidak, Jhon memukul Arifin, sehingga Arifin pun membalas dan terjadilah perkelahian seri kedua, sementara Ardi lari dan melaporkan ke pihak Polisi Diraja Malaysia, Akhirnya Arifin dan Jhon di amankan Polisi dan digelandang ke Kantor Polisi Sektor Miri.
Penangkapan suami Khalijah berdampak buruk dalam kehidupannya di rantau, anaknya kelimanya bernama Adit yang usianya tiga hari, tak dapat memenuhi asupan gizi, hidup dirantau dengan tanggungan lima anak tanpa suami membuat Khalijah kehilangan pegangan, sampai tiba operasi pembersihan pekerja haram (illegal). Khalijah bersama lima anaknya dipulangkan paksa ke Indonesia melalui Tanjung Pinang.
Di Tanjung Pinang, Sitti Khalijah bersama lima anaknya dititipkan pada Panti Penampungan di Dinas Sosial Pangkal Pinang. Setiap kali Khalijah dan anaknya mau dipulangkan selalu diturunkan oleh petugas karena tidak dokumen resmi, apalagi membawa anak kecil yang sulit diawasi di kapal yang akan mengarungi laut lepas tujuan Jakarta.
Satu setengah bulan lamanya di Tanjung Pinang dengan layanan kesehatan dan asupan gizi yang seadanya, berdampak pada perkembangan bayinya, hingga pihak Dinas sosial Pangkal Pinang berinisiatif menugaskan salah seorang pegawainya mengantar ke Pusat Penampungan Orang terlantar yang dikenal dengan PRTC (Pusat Rehabilitasi Trauma Center) di Bambu Apus Jakarta.
Di Bambu Apus Jakarta, Khalijah bersama anaknya tak pernah putus asa akan pertolongan sang Khalik, sementara di Bambu Apus para petugas mengalami kesulitan karena Khalijah tidak mengetahui nama desa dan kampungnya, yang ada dalam ingatannya Kampung Gangga dekat kuburan, bahkan muncul anggapan bahwa kampung Gangga itu ada di Kabupaten Bulukumba di Sulawesi Selatan.
Laksana gayung bersambut, tiba-tiba ada pemulangan kedua dari Malaysia, kali ini seorang janda bernama Sumiati Binti Pele Dari Desa Paleteang Kabupaten Pinrang, bersama dua tetangganya Rahim (28 thn) dan Sukri (33 thn) yang berdomisili di RT 02 RW 03 Desa Karawa Kecamatan Lembang Kabupaten Pinrang.
Perempuan Sumiati Binti Pele pernah menikah selama empat kali, tiga suaminya yang lain dicerai, selama di Bambu Apus, Khalijah bergaul akrab dengan Suamiati, terutama anaknya Khalijah bernama Jumarni alias Ani semakin mesra.
Merasa senasib dari Sulawesi Selatan, tiba saat pemulangan, disini Sumiati mengaku mengetahui kalau Kampung Gangga itu dekat dengan kampungnya di Pinrang. Sikap Sumiati sekaligus untuk membantu petugas di Bampu Apus, di benak Sumiati kalau sudah tiba di Sulsel, akan lebih dekat bertemu keluarga di bandingkan kalau masih di Jakarta.
Dengan menumpang KM. Lambelu rombongan pemulangan atau lebih sering disebut deportasi Malaysia ini tiba di Dinas Sosial Provinsi Sulawesi pada hari Selasa 28 Juli 2012, diterima Kepala Seksi KTK-PM (Korban Tindak kekerasan dan Pekerja Migran, Dra.Hj.A.Tenriola Pakki beserta jajarannya.
Pemulangan Sumiati beserta rombongannya berjalan lancar karena alamatnya jelas, sementara Khalijah harus ditampung sementara di Posko penampungan di Dinas Sosial Jalan A.P.Pettarani No.59 Makassar. Setelah melalui perjuangan yang tidak mengenal lelah, akhirnya ditemukan titik terang, di salah satu kampung di Gowa ada kampung yang namanya Gangga. Info ini diperoleh dari sekuriti a.n. Bakri yang berasal dari Gowa. Upaya pencarian terus dilakukan hingga Andi Tenriola menugaskan dua orang stafnya, masing-masing Yusran dan Ibrahim Bin Khaer, yang disebut terakhir adalah Imam Masjid Al-Muawanah Sosial.
Dengan kondisi puasa di tengah panas terik, Yusran dan Ibrahim menuju Kabupaten Gowa, diperbatasan Gowa Takalar, singgah disalah satu bengkel motor, disana ada Bapak Danramil Bontonompo yang sedang memperbaiki motornya, keduanya lalu memperkenalkan diri sebagai petugas TRC Dinsos Prov. Sulsel. Maha Benar Allah, seakan semua skenario sudah diatur, atas petunjuk Danramil memerintahkan untuk segera menghubungi anak buahnya di Pos Jaga bernama Ismail yang kebetulan Babinsa di Lingkungan Gangga Kel. Tamallayang Kecamatan Bontonompo.
Kedua petugas TRC ini, Yusran dan Ibrahim menuju Pos Jaga Koramil Bontonompo bertemu dengan Pak Ismail, dari sana kemudian bersama-sama menuju ke tempat kepala lingkungan Gangga. Dirumah kepala lingkungan dijelaskan tentang maksud kedatangan kedua petugas, dan mencari orang yang sering disebut Khalijah, nama bapaknya Daeng Jarre, Pamannya bernama Abdullah Daeng Ngeppe, ada juga neneknya bernama Daeng Ngai dukun beranak di kampung. Setelah berfikir sejenak sang kepala lingkungan menuju rumah Abdullah Daeng Ngeppe, dan Alhamdulillah, ternyata benar, inilah keluarga Khalijah.
Dari lokasi di Lingkungan Gangga Desa Tamallayang Kecamatan Bontonompo, kedua anggota TRC segera menelpon Kasi KTK-PM di provini dan melaporkan kalau pencapaian alamat sudah ditemukan, Sang Kasi yang dilapori seakan tak percaya, karena semula disangka di Kabupaten Bulukumba, seakan terlepas dari beban berat, Andi Tenri tak terasa menetaskan air mata, terima kasih Ya Allah atas segala petunjuk-Mu. Segera Daeng Ngeppe di boyong ke Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Selatan dan menjelang saat Sholat dhuhur tanggal 1 Agustus 2012 Paman dan anaknya bertemu di ruang kerja Kepala Bidang Banjamsos.
Setelah penandatanganan berita acara penyerahan akhirnya saking gembiranya Khalijah bertemu dengan pamanya, maka Kabid Banjamsos memberi nama baru Sitti Khalijah Daeng Rannu (Rannu dalam Bahasa Makassar artinya gembira). Dua buah kendaraan mengantar St. Khalijah Daeng Rannu bersama anak-anaknya menuju ke lingkungan Gangga di Kelurahan Tamalayang Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa yang dipimpin oleh pelaksana Lurah Tamalayang, Sitti Haerani Maknum Daeng Baji. Sitti Khalijah juga terkesima saat menyaksikan pertama kali dusunnya, kodong jainamo perubahan dusunku, tuturnya kepada Pak Hasbi Daeng Beta yang mengantarnya ke rumah kediaman pamannya Abdullah Daeng Ngeppe.