SYAKHRUDDIN.COM – Sebuah episode kehidupan kini akan dijalani oleh Jumriani alias Ani, anak pertama pasangan Arifin dan St. Halijah Daeng Rannu.
Deportan Malaysia yang akan memulai kehidupan baru di Kampung Ibunya di Kampung Gangga Kelurahan Tamallayang Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa.
Ani begitu akrab duduk dipangkuanku saat perjalanan pulang melewati jembatan kembar di Sungguminasa, begitu pula ketika tiba di rumah pamannya, anak itu seakan tak mau lepas dari pangkuan, saya dianggapnya sebagai ayah kandungnya.
Sebagai anak yang butuh kasih sayang, terkadang dia juga bermanja minta dibelikan sesuatu, disaat Ani melihat buah rambutan di sekitar terminal Cappa Bungaya-Gowa, ia merengek dan mengemukakan keinginannya, mau rambutan Om.
Spontan saya perintahkan sopir berhenti dan membeli dua kilo rambutan manis. Keinginannya untuk menyantap rambutan begitu meluap akan tetapi dia ingat kalau dia puasa.
Anak kelas IV SD yang hidup di belantara Serawak di Malaysia itu, kini harus memulai lagi hidup baru dalam suasana pedesaan di Kampung ibu kandungnya.
Dari cara mereka bercakap, masih kental dengan bahasa lokal di Negeri Serawak dan kini akan berganti dengan Bahasa Makassar yang medok, sebuah perubahan yang harus dialami Ani dimasa pertumbuhan.
Kepedihan yang akan dilalui di kampung yang masih jauh dari fasilitas kota, selama ini Ani dapat menikmati komputer, kini harus menyaksikan bagaimana cara membajak sawah atau tehnik pembuatan batu merah di Kampung Gangga yang kini sudah berubah menjadi lingkungan Gangga dalam kawasan Kecamatan Bontonompo.
Ada keharuan saat kami harus meninggalkan rumahnya, Ani yang biasanya lincah dan bergaul dengan rekan-rekan pegawai, kini tinggallah di lingkungan yang sama sekali asing baginya.
Jumriani harus dipaksa oleh keadaan, karena hanya itulah pilihan terbaik setelah terombang-ambing selama tiga bulan hidup dari penampungan ke penampungan yang lain
Mulai dari Tanjung Pinang, Jakarta dan Makassar hingga akhirnya ditemukan oleh Tim Reaksi Cepat (TRC) Pemulangan Orang Telantar di Sulawesi Selatan.
Terlalu banyak Ani yang lain yang mengalami kondisi yang berbeda, ada yang karena kondisi keluarga yang tidak kondusif sehingga harus menerima kenyataan baru.
Ada juga karena suratan takdir, tapi Ani yang satu ini, karena kenyataan hidup yang tidak bisa dipungkiri. Kepasrahan yang luar biasa membuat Arasy terbuka dan menjadikan hambanya menjadi fana dalam ke takberdayaan.
Hidup, mati dan rejeki adalah rahasia Tuhan yang tak seorangpun hambanya yang mampu menebak kemana jejak alur kehidupan ini akan berujung, karenanya mari kita mencoba arif dalam memaknai sebuah jalur hidup yang telah menjadi ketentuan dari-Nya.
Sejurus kemudian alur fikiranku melayang menembus buana, ia mengembara dalam balutan doa dan kehalusan pekerti yang bisa menembus jagat raya melampaui sinar laser yang dapat menembus besi.
Kenangan akan hadirnya seseorang dalam benak pilu tentu akan menggugah rasa dan asa yang selalu terpatri, meski harus melintas laut lepas namun semangat itu begitu menggoda.
Merampas sukma dan mengarahkan semua potensi fikir dan dzikirku untuk tunduk pada ketentuan dan kehendaknya.
Kini Ani yang lain mengisi seluruh ruang fikirku, memberi motivasi dan semangat untuk terus berkarya di bulan yang penuh berkah, mubaraq dan ikkunminannar, fenomena puasa bukan menghentikan karya akbar melainkan dengan puasa itulah melahirkan hasil mahakarya yang produktif.
Sehingga pandangan agama yang mengatakan bila engkau mau sehat maka berpuasalah karena dengan puasa kita akan melahirkan karya besar, dibalik keterpurukan ada potensi besar yang terpendam yang bilamana di eksplorasi pada seorang yang bertangan dingin.
Maka akan memberikan energi besar, laksana mata air yang tak pernah kering. Semoga tulisan ini menjadi pemicu untuk terus optimis dalam menjalani hidup dan kehidupan di mayapada ini, salamaki