SYAKHRUDDIN.COM – Sumur Gandeng di Demak, Jawa Tengah dipercaya mempunyai sederet manfaat, termasuk mendekatkan jodoh. Salah satu ritualnya mandi telanjang. Sumur Gandeng tersebut berada di perbatasan Demak-Jepara, yaitu di destinasi wisata religi sumur tiga warna Desa Bermi, Kecamatan Mijen. Sumur Gandeng itu ada tiga sumber air, dengan dua di antaranya berdempetan (gandeng).
Dilansir dilaman detik travel, “Menurut sumber dari orang-orang yang saya percaya di daerah sana, banyak yang laporan diambil airnya untuk berkah obat, ada orang yang lumpuh dimandiin di situ (sumur Gandeng),” kata Kepala UPTD Kepala Museum Glagah Wangi Dindikbud Demak, Ahmad Widodo saat dihubungi detikcom melalui telepon, Selasa (6/4/21).
“Yang spesial itu, konon, dan sudah dibuktikan oleh orang daerah setempat, yang jelas mempunyai istri dua mau dijadikan satu rumah bisa ritual di tempat tersebut. Jadi, merukunkan dua istri yang sedang berseteru. Kalau untuk mencari jodoh, mungkin juga bisa, tergantung hajatnya,” Widodo menambahkan.
Widodo menyebut sumur Gandeng atau sumur tiga warga tersebut biasa digunakan sebagai salah satu cara agar keinginan tercapai. Mereka yang memiliki keinginan bisa mengambil air kemudian berdoa bersama di tempat tersebut.
Sumur tiga warna di desa tersebut memiliki fungsi masing masing. Satu sumur sebelah utara untuk diminum, sedangkan sumur gandeng atau bentuknya yang bersambung seperti angka delapan biasa digunakan warga untuk ritual mandi atau penjamasan.
Berdasarkan informasi dari pantauan lapangan, sumur yang digunakan untuk minum berdiameter 120 cm, sedangkan sumur gandeng masing-masing memiliki diameter sekitar 140 cm.
Kedalaman sumur untuk minum sekitar 15 meter, sedangkan sumur Gandeng dengan kedalaman sekitar 30 meter.
Tiga sumur tersebut dikelilingi oleh tembok tembok bata hasil dari perawatan desa. Selain itu, di sekitar sumur tersebut terdapat taman, bunga-bunga, pohon beringin dan sungai.
Juru kunci sumur Gandeng, Margono, mengatakan selain untuk obat, sumur Gandeng di wilayah tersebut terkenal di masyarakat bisa dijadikan perantara untuk berpoligami. Tapi, itu rumor belaka. Dia menegaskan sumur Gandeng bisa untuk mendekatkan jodoh.
“Sumur Gandeng itu biasa buat pengobatan. Yang sudah kesebar itu damel wayoh saged (untuk poligami bisa). Sejatinya tidak boleh. Kalau untuk mendekatkan jodoh itu bisa,” tutur Margono beberapa waktu lalu saat ditemui sedang bekerja kuli bangunan di desa setempat.
Margono mengisahkan salah satu sebab sumur Gandeng itu identik dengan poligami. Dia bilang sekitar 8 tahun yang lalu ada seorang istri yang sangat mencintai suaminya.
Tapi, entah kenapa si istri tersebut meminta suaminya untuk menikah lagi, bahkan telah menyiapkan calon istri untuk suaminya. Tapi, si suami menolak dengan alasan khawatir rumah tangga mereka tidak rukun di masa datang.
Singkat cerita, si istri berinisiatif untuk membawa suaminya ke sumur gandeng tersebut. Dalam prosesnya, suami bersedia menikah lagi dan katanya mereka bisa rukun.
“Kemudian diritualkan di sini (sumur Gandeng), sudah seperti adik dan kakak sendiri jadinya,” tutur juru kunci sumur sejak 2006 tersebut.
Meski dipercaya banyak manfaat, Margono berpesan agar warga yang memiliki hajat ke sumur tersebut sebaiknya didampingi juru kunci setempat. Dia bilang ritual mandi harus dilakukan dengan telanjang di waktu tertentu.
Bagi pasangan yang ingin merekatkan hubungan mandi dilakukan di tengah malam, sedangkan bagi yang sedang mencari jodoh dilakukan di waktu maghrib.
“Ritual mandi harus telanjang, atau kalau tidak bisa pakai kain hanya selembar. Nanti untuk perempuan biasanya sama ibu (istri juru kunci),” kata dia.
Margono menjelaskan pengunjung dari tetangga sebelah hingga luar daerah pun pernah berkunjung ke sumur tersebut. Di antaranya dari Yogyakarta dan Palembang.
Dia bercerita pengunjung dari Yogyakarta tersebut memiliki anak berusia 7 tahun yang belum bisa berjalan. Setelah tiga kali ritual mandi di sumur tersebut selama kurun waktu dua minggu, pulangnya sudah bisa jalan.
“Orang tua anak tersebut dapat wangsit untuk membawa anak ke sumur gandeng di Demak. Setelah itu dimandikan di sini (sumur Gandeng) tiga kali. Selama ritual mereka tidak pulang, menginap di tempat kerabat. Tiga kali diritual, pulangnya (sudah bisa) jalan kaki,” kata Margono antusias.
Margono menambahkan selain untuk perantara berkah obat, mendekatkan jodoh, sumur tersebut juga dipercaya dapat mendatangkan rezeki, seperti halnya kemudahan jenjang karir. Dia mengaku pejabat Demak pun banyak yang sudah pergi ke sumur tersebut.
“Pejabat Demak, banyak datang ke sini (sumur Gandeng),” kata dia.
Margono menjelaskan nama sumur tersebut sebenarnya bernama sumur Bandung yang berarti kekuatan, kebersamaan, dan jodoh. Kendati bentuknya yang bersambung warga menyebut dengan sebutan sumur Gandeng.
“Namanya itu sumur Bandung panguripan sum sum, sumber rezeki,” kata Margono.
Sejarah Sumur Gandeng, Terkait sejarah awal mula sumur tersebut terdapat dua versi, yaitu pohon beringin dekat sumur yang dipercaya terdapat makam, meski saat ini sudah tak nampak. Makam tersebut dipercaya kuat merupakan cerita tokoh yang berkaitan awal mula sumur tersebut ada hingga saat ini.
Ahmad Widodo menyebut makam tersebut merupakan putri dari sultan ke dua Kerajaan Pajang, yaitu Raden Roro Kinanti sekitar abad 16. Raden Roro Kinanti diasingkan di Bermi setelah ayahnya, Pangeran Pangiri diberontak dan kalah dari Pangeran Benowo.
“Menurut analisa saya, bermi dari istilah brami atau brahmana, mungkin ada petilasan brahmana. Anaknya tersebut bernama Raden Roro Kinanti yang dimakamkan itu. Anaknya Sunan Prawoto Dua, cucu dari Sultan Trenggono, cicit dari Sultan Fatah,” ujar Widodo.
Sementara Margono menyebut makam tersebut merupakan putri dari Kerajaan Singosari, yaitu Raden Ayu Cendonosari sekitar abad 12. Raden ayu Cendonosari melakukan pertapaan di Bermi saat ditugaskan kerajaan keliling babad tanah Jawa.
“Sekitar abad 12 Raden Ayu Cendonosari diperintahkan oleh Kerajaan Singosari untuk berkelana di Tanah Jawa. Ternyata di tengah perjalanan kehabisan bekal minum. Singgahlah di negeri Glagah Wangi, yang saat ini dinamakan Demak,” kata Margono.
“Dulu masih rawa. Airnya payau. Setelah bertapa menemukan air untuk minum. Setelah singgah, ketika itu sudah diramalkan, besok ramainya zaman akan terkenal dengan sebutan sumbering bumi (mata air bumi) atau akronim dari Bermi (nama desa tersebut),” Margono menjelaskan (sumberdetiktravel)