SYAKHRUDDIN.COM – Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Irjen Abdul Rakhman Baso mengatakan, kontak tembak di Kabupaten Poso itu terjadi pada Senin sore (1/3/21)
Sekitar pukul 18.20 WITA di wilayah pegunungan Andole, Desa Tambarana, Kecamatan Poso Pesisir Utara.
Dilansir dilaman VOA, “Dalam kontak tembak ini kami dapat menindak kelompok MIT dua orang atas nama Samid alias Alvin kemudian Irul.
Kemudian pada kontak tembak tersebut telah gugur salah satu prajurit terbaik kita, TNI atas nama Praka Dedi Irawan” jelas Irjen Abdul Rakhman kepada wartawan, Selasa (2/3/21).
Jenazah kedua teroris tersebut kemudian dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sulteng di Palu untuk dioutopsi.
Sementara jenazah Praka Dedi Irawan langsung diterbangkan menuju Jakarta pada Selasa siang dari Bandar Udara Mutiara Sis Al-Jufri.
Irjen Abdul Rakhman Baso menambahkan dalam peristiwa itu, Satuan Tugas “Operasi Madago Raya” juga mengamankan sejumlah barang bukti berupa 11 butir amunisi, ransel, golok, senter dan gps.
Nama “Madago Raya” dalam bahasa daerah setempat berarti “baik hati.” Nama ini menggantikan nama “Tinombala” sejak 1 Januari 2021.
“Lanjutannya kami masih melakukan pengejaran karena pada saat kontak tembak informasi teman-teman di lapangan terdapat empat orang dan dua orang lolos,” tambah Abdul Rakhman Baso.
Dikatakannya untuk menghindari aparat keamanan kelompok MIT yang berjumlah 11 orang berpencar dalam dua kelompok yang masing-masing beranggotakan empat dan tujuh orang.
Terakhir kali kelompok itu melakukan pembunuhan terhadap empat orang warga desa Lembantongoa, di Kabupaten Sigi pada akhir November lalu.
“Jadi berdasarkan informasi masyarakat dan lain sebagainya bahwa ada kegiatan dari kelompok ini kemungkinan hendak melakukan kegiatan amaliyah.
Jadi kegiatan amaliyah ini kalau mereka ketemu masyarakat tidak mau membantu bahan makanan dan lain sebagainya itu diteror seperti itu,” imbuh Kapolda Sulteng itu.
Dengan tewasnya kedua anggota kelompok teroris itu maka jumlah anggota kelompok Mujahidin Indonesia Timur pimpinan Ali Kalora tersebut tersisa sembilan orang.
Direktur Institut Mosintuwu di Tentena Kabupaten Poso mengatakan, belum tuntasnya pelaksanaan operasi keamanan yang digelar dengan berbagai nama sandi operasi sejak 2012 berdampak signifikan terhadap kehidupan masyarakat yang tidak berani mengolah lahan kebun milik mereka.
“Di wilayah operasi keamanan ada ratusan hektar kebun warga, mata pencaharian utama warga. Sejak operasi keamanan, kebun-kebun ditinggalkan tidak bisa diolah karena ketakutan warga.
Takut dianggap banpol oleh kelompok bersenjata, dan dituduh polisi membantu kelompok bersenjata. Bukan cuma dampak ekonomi, operasi keamanan yang berlarut-larut menimbulkan teror dan ketakutan pada masyarakat,” kata Lian Gogali.
Sudah 10 Operasi Keamanan Digelar di Poso ; Institut Mosintuwu yang meneliti kekerasan di Poso dan di Sulawesi Tengah itu mencatat kelompok MIT.
Setidaknya sudah menewaskan 22 orang warga sipil di Kabupaten Poso, Parigi Moutong dan Sigi sejak organisasi itu berdiri pada 2012.
Sejak 2013, tercatat ada 10 operasi keamanan yang digelar di Poso, termasuk “Operasi Tinombala” yang dimulai 2016 hingga 2020, dan dilanjutkan dengan “Madago Raya”
Sejak 1 Januari 2021 hingga 31 Maret tahun ini yang dapat kembali diperpanjang bila target utama menangkap kelompok MIT belum tercapai.
Pengejaran terhadap kelompok MIT melibatkan sekitar 700 personel gabungan TNI-POLRI. Operasi itu berlangsung tidak mudah.
Karena petugas dihadapkan dengan beratnya medan hutan pegunungan luas yang secara administratif berada di wilayah Kabupaten Poso, Sigi dan Parigi Moutong (syakhruddin)