SYAKHRUDDIN.COMĀ – China sudah berencana untuk mengembangkan robot drone bawah laut serupa Seaglider, hingga pangkalan militer bawah laut generasi baru pada 2021.
Misi ini dinamai misi 912, yang bertujuan untuk mengembangkan kapal selam tanpa awak.
Drone bawah laut ini nantinya digerakan oleh teknologi AI (artificial intelligence) untuk menangani misi pengawasan laut, peletakan ranjau, dan melakukan penyerangan, sehingga disebut juga sebagai automatic underwater vehicle (AUV).
Dilansir dilaman CNNIndonesia.com, Direktur Program Teknologi Peralatan Bawah Laut di Institut Automasi Shenyang, Akademi Sains China, Lin Yang menyebut pengembangan robot bawah laut dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan laut negara itu dengan bantuan kecerdasan buatan.
Drone bawah laut itu bakal beroperasi untuk kebutuhan militer dan sains. Setelah melakukan penjelajahan, ia akan kembali ke pangkalan untuk mengisi daya dan mengunduh data. Pangkalan ini terletak di dasar laut dengan kedalaman hingga 11 ribu meter (36000 kaki).
Drone bawah laut dengan kecerdasan buatan itu, nantinya akan memindai topografi dasar laut untuk pertambangan, meneliti kehidupan di dalamnya serta mengetahui kandungan yang ada di dasar laut. Nantinya data tersebut akan dikirimkan ke pangkalan militer yang ada di darat.
Melansir Military Aerospace, proyek ambisius China lainnya adalah membangun pangkalan militer bawah air yang dioperasikan menggunakan AI. Pangkalan ini nantinya dilengkapi kapal selam untuk memperluas jangkauan pengawasannya.
Hingga kini tidak diketahui lokasi pangkalan atau jadwal pembangunanya. Namun mengingat China memiliki percepatan dalam pengembangan AI secara masif, diprediksi pangkalan tersebut akan rampung dalam waktu dekat.
China bahkan mengembangkan Kendaraan Bawah laut Sangat Besar (Extra Large Unmanned Undersea Vehicles/ XLUUV) untuk menandingi pengembangan perangkat serupa oleh Amerika Serikat (AS).
Pasalnya saat ini teknologi itu banyak digunakan AS dan negara barat lain termasuk di perairan Laut China Selatan dan bagian barat Samudera Pasifik.
Sebab, AS telah menandatangni kerjasama dengan Lockheed Martin dengan UUV Orca dan Echo Voyager milik Boeing pada 2017 untuk mengembangkan XLUUV yang rencana selesai dibangun pada 2020, seperti dilansir Inquirer dari SCMP.
AUV ini dirancang untuk memenuhi misi tanpa campur tangan manusia. Sehingga, AUV mengandalkan kecerdasan buatan untuk membuat keputusan. Termasuk untuk mengubah arah dan menentukan kedalaman penyelaman, menentukan apakah kendaraan itu milik sipil atau militer, serta menentukan rute terbaik untuk mencapai sasaran.
Sementara XLUUV bisa digunakan sebagai alat intelejen, menanam ranjau, dan untuk menyerang musuh. Mereka juga bisa bekerja berdampingan dengan kapal selam berawak sebagai pengintai atau umpan untuk menemukan lokasi target musuh. Selain itu, kapal selam AI dapat “menyerang target berharga” jika diperlukan.
Rusia kini juga tengah berusaha keras mengembangkan AI, tapi dipastikan sejajar dengan teknologi pengembangan yang dilakukan AS dan China.
Saat ini AS merupakan salah satu negara dengan kekuatan militer terbesar dunia dengan 68 kapal selam nuklir, 11 kapal induk dilengkapi dengan pesawat, dan 450 kapal lain seperti kapal penghancur, penjelajah, dan pendukung.
Namun, beberapa tahun terakhir China terus menambah jumlah kapal mereka dengan total 500 kapal, beberapa diantaranya 75 kapal selam dan 3 kapal induk (syakhruddin)