SYAKHRUDDIN.COM, MAKASSAR – Rusdin Tompo kembali akan menerbitkan buku kumpulan puisi bertema anak pada tahun 2020 ini.
Penyair yang lebih dulu dikenal sebagai aktivis anak itu, tahun lalu, meluncurkan buku bertema anak berjudul “Bukan Dongeng untuk Anakku”. Buku yang terinspirasi dari kisah nyata anak-anak itu diterbitkan menandai kiprahnya menggeluti isu anak lebih dari 20 tahun.
“Proses penyusunan buku kumpulan puisi bertema anak ini sudah dilakukan sejak Januari, dan diharapkan bisa terbit pada saat Hari Anak Nasional, bulan Juli nanti,” katanya di Kafe Baca, Jalan Adiyaksa, Makassar, Jumat, 7/2/2020.
Uniknya, papar Rusdin, untuk memotivasi dia dan teman-temannya yang tergabung dalam grup whatsapp Komunitas Puisi Makassar, menulis puisi, mereka membuat semacam ‘games’.
Nama permainan itu “2020: Resolusi Dalam Puisi”. Jadi, setiap hari anggota grup dimotivasi berkarya menulis satu puisi, lalu diposting di grup WA itu. Begitulah caranya mendorong orang produktif menulis puisi.
Tahun 2019, peluncuran buku lelaki yang dikenal sebagai fasilitator Sekolah Ramah Anak (SRA) itu mendapat dukungan dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan. Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan, Mohammad Hasan, SH, MH.
Saat itu (26/11/2019) dalam sambutan pembukaan, menyampaikan bahwa pihaknya akan terus berupaya meningkatkan kuantitas dan kualitas acara peluncuran dan diskusi buku seperti ini. Katanya, hal itu sebagai bentuk dukungan dan apresiasi kepada penulis lokal.
“Saya sampaikan ke DPRD Sulsel, minta supaya diberi anggaran lebih agar kegiatan seperti ini semakin membumi, jangan malah lebih redup,” cerita Rusdin menirukan sambutan Kadis Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Sulsel.
Sebagai orang yang fokus pada perlindungan anak, Rusdin sepakat dengan pemikiran Kadis ketika menyebut gawai sebagai tantangan para pegiat literasi dan pustakawan dalam menumbuhkan minat baca.
Bagi Rusdin, minat baca penting ditradisikan sejak kanak-kanak. Itulah mengapa, puisi-puisinya yang tengah disusun menyasar segmen ini. Apalagi sejak awal dia memang mengimpikan punya buku kumpulan puisi bertema anak.
Rusdin menjelaskan, baginya, puisi merupakan medium, cara pendekatan, dan bentuk ekspresi untuk menggugah orang agar peduli tentang persoalan anak.
Di samping untuk mengenalkan anak pada beragam pengetahuan dan informasi (menambah wawasan anak), untuk membangun kesadaran kritis anak dan untuk mendokumentasikan dan merekam bagaimana suatu bangsa memperlakukan seorang anak.
Selain itu, puisi juga merupakan metode yang asyik dan relatif mudah untuk mengenalkan dan menggerakkan literasi di kalangan anak-anak.
Rusdin juga menjadikan puisi-puisinya sebagai bagian dari kampanye publik tentang hak-hak anak. Karena itu, dia suka berkolaborasi dengan berbagai kalangan, termasuk anak-anak.
Sebagai movement, dia sangat mempertimbangkan momentum, metode, massa/networking dan media dalam mempublikasikan karyanya.
Misalnya, saat peluncuran buku puisinya tahun lalu, dilakukan dalam rangka Hari Guru Nasional (HGN), dan Tiga Dekade Konvensi Hak Anak (KHA). Dia bersinergi dengan sejumlah seniman.
Hadir sebagai pembedah bukunya, kala itu, Yudhistira Sukatanya, seorang penulis dan sutradara teater. Sedangkan yang tampil membacakan puisi-puisinya adalah Maysir Yulanwar yang berkolaborasi dengan pasinrili’ Arif Rahman Daeng Rate.
Juga ada Astrini Syamsuddin, pendongeng dan penari, yang diiringi petikan gitar dari Fahri, serta Emy Armiati Subhan, seorang guru sekolah dasar, yang pernah juara lomba toeng. Dia juga mengajak dua murid SD Negeri Borong, Lala dan Karina, tampil membacakan puisinya.
Rusdin menegaskan, literasi kepada anak-anak penting karena mereka dikepung oleh budaya digital yang tak selalu child friendly.
Kegiatan literasi, tambahnya, merupakan bagian dari hak partisipasi, hak atas pendidikan, serta pemanfaatan waktu luang untuk kegiatan seni dan budaya.(rusdin/syakhruddin)