SYAKHRUDDIN.COM,BARABAI – Setelah di Tana Toraja, Sulawesi Selatan, digemparkan ulah seorang pria mengaku nabi terakhir di dunia, kejadian serupa terjadi pula Kota Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan. Pria itu bekerja sebagai petani.
Petani yang mengaku nabi ini bernama Nasruddin. Warga Barabai yang resah melaporkan Nasruddin ke polisi.
Salah satu di antara ajaran sesat Nasruddin, menurut warga, adalah mengubah syahadat Islam, yang seharusnya bersaksi soal Nabi Muhammad, menjadi bersaksi kerasulan Nasruddin.
Nasruddin akhirnya ditangkap jajaran Polres Hulu Sungai Tengah. Senin malam (2/11/2019) pukul 21.00 Wita, dia dijemput polisi dan digelandang ke Mapolres Hulu Sungai Tengah.
Guna
mendukung pengusutan kasus nabi palsu, kediaman Nasruddin yang berada di Desa
Bandang, Kecamatan Batu Benawa, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, dipasangi garis
polisi.
Selasa pagi (3/12/2019), Nasruddin menjalani
pemeriksaan intensif di ruang penyidik Satreskrim Polres Hulu Sungai Tengah.
Dari pemeriksaan, dan kesaksian, diketahui Nasruddin juga mengajarkan salat
menggunakan Bahasa Indonesia.
“Kasusnya langsung kita tangani, karena
sudah dianggap meresahkan masyarakat. Kami mengimbau kepada masyarakat agar
tidak terpancing dengan isu-isu yang tidak benar. Dan percayakan proses hukum
kepada kepolisian.
Selanjutnya apabila ada temuan baru yang berkaitan dengan hal ini akan kami kabarkan kembali. Sekali lagi, serahkan semuanya kepada pihak berwajib untuk diproses sesuai dengan hukum yang berlaku” kata Kapolres Hulu Sungai Tengah, AKBP Sabana Atmojo. Kapolres didampingi Kajari Hulu Sungai Tengah, Trimo, saat memberikan keterangan pers kepada awak media di Barabai, Selasa (3/12/2019) siang.
Pada sisi lain, Indonesia adalah sebuah negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia. Tapi di saat yang sama, selalu ada yang mengaku nabi dengan jumlah pengikut mencapai ribuan orang.
Beberapa dari mereka bahkan pernah terjerat hukum pasal penistaan agama dan penipuan karena dianggap menyebarkan ajaran sesat.
Profesor Al Makin dari UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta mengatakan bahwa kemunculan orang-orang yang mengaku nabi sering kali terjadi saat situasi politik dan ekonomi di Indonesia tidak menentu.
“Keberadaan mereka disebabkan ketidakpastian dari suhu perpolitikan yang tidak menentu,” ujar Profesor Al Makin merujuk pada kondisi saat berakhirnya rezim Presiden Suharto pada 1998, di mana ada “ledakan nabi-nabi” di Indonesia.
Menurutnya, kemunculan “nabi-nabi” sering kali merupakan upaya mencari jawaban atas ketidakpuasan sosial dengan pendekatan Islam dan Kristen yang sudah dikenal sebelumnya.
Dilihat dari sejarah, sudah ada sekitar 600 orang di Indonesia yang mengaku mendapat wahyu, sejak zaman penjajahan Belanda, menurut Profesor Al Makin.
Meski Indonesia memiliki tradisi keberagaman budaya dan agama, suhu perpolitikan dan gerakan konservatif telah menyeret orang-orang yang mengaku nabi ke urusan hukum.
Padahal menurut Profesor Al Makin keberadaan nabi-nabi ini bukanlah sebuah hal baru, karena sudah ada sejak lama dan menunjukkan betapa Indonesia memiliki kekayaan spiritual,ujarnya (berbagai sumber)