Kasus
tagih-menagih utang memakan korban. Polisi tengah menyelidiki dugaan penembakan
seorang kontraktor oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kabupaten Majalengka saat
menagih utang proyek.
Urusan yang berhubungan dengan uang memang
biasanya agak sensitif. Apalagi kalau menyangkut masalah utang.
Padahal ketika berutang, peminjam sudah
sepatutnya membayar sesuai tanggal yang telah disepakati dengan pemberi utang.
Meski demikian, kenapa masih banyak orang Indonesia yang marah-marah dan emosi
tingkat tinggi ketika ditagih utang ya?
Perencana
Keuangan Financial Consulting Eko Endarto mengatakan, sebagian orang menganggap
suatu pinjaman bukan hal yang wajib untuk dikembalikan. Sehingga ketika
berutang, mereka tidak memiliki niat untuk mengembalikannya.
“Kita menganggap suatu pinjaman itu suatu
hal yang biasa, bukan suatu hal yang harus dikembalikan. Sehingga orangnya yang
meminjam tadi nggak berniat untuk mengembalikannya,” ucap Eko saat
dihubungi akhir pekan lalu.
Selain itu tidak sedikit orang marah ketika
ditagih utang karena mereka merasa terancam dan marah karena kesal
dikejar-kejar utang.
Akibatnya, penagihan utang berujung tindakan
anarkis seperti yang dilakukan oleh PNS Kabupaten Majalengka yang tak lain
adalah anak dari Bupati Majalengka Karna Sobahi.
“Ya itu anak keduanya (Bupati
Majalengka),” ucap Kapolres Majalengka AKBP Mariyono saat dihubungi,
Selasa (12/11/2019).
Insiden penembakan itu terjadi di Ruko Hana
Sakura, Kecamatan Cigasong, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, pada Minggu
(10/11/2019) malam. Korban Panji Pamungkasandi awalnya menagih utang proyek kepada
terduga pelaku berinisial IN.
Setelah proses penagihan, IN yang juga sebagai
pejabat di Pemkab Majalengka ini mengeluarkan senjata api pistol hingga membuat
korban tertembak dan mengalami luka.
“Ketika proses penagihan itu, utangnya
dibayar. Cuma kenapa terjadi penembakan, ini yang sedang kita selidiki. Kenapa
bisa terjadi seperti itu,” tutur Mariyono.
Mariyono menegaskan, akan mengusut kasus
tersebut seadil-adilnya. “Perkembangan selanjutnya nanti dikabari. Kita
menegakkan hukum seadil-adilnya,” kata dia.
Sementara itu, Menteri PAN-RB Tjahjo Kumolo mengungkapkan bahwa
seorang pegawai negeri sipil (PNS) yang terbukti menyalahgunakan kepemilikan
senjata api (senpi) bisa terkena sanksi diberhentikan alias dipecat. Namun,
sanksi tersebut bisa dieksekusi setelah adanya keputusan dari pengadilan.
“Bisa diberhentikan, tergantung bagaimana
keputusan pengadilan,” kata Tjahjo di komplek Istana Kepresidenan,
Jakarta, Selasa (12/11/2019).
Tjahjo mengungkapkan, seorang PNS yang memiliki
senjata api atau pistol juga harus memiliki izin dari Kepolisan. Adapun, lanjut
dia, yang diperbolehkan memiliki pistol sesuai aturan yang ada adalah pejabat
setingkat menteri, kepala daerah, bos perusahaan BUMN, maupun swasta. Namun itu
juga harus mendapatkan izin dari pihak Kepolisian.
Oleh
karena itu, jika terbukti seorang PNS menyalahgunakan kepemilikan pistol maka
sanksi yang didapat adalah diberhentikan atau disesuaikan dengan hasil
keputusan dari pengadilan.
“Kalau semua melakukan tindakan yang
melanggar hukum ya dia diproses sesuai keputusan hukum itu. Seorang kepala
daerah pun diberhentikan kalau melanggar hukum, berhalangan tetap, atau
mengajukan mundur karena sakit atau apa,” ungkap dia.
Informasi
dihimpun penembakan itu dilakukan oleh seorang PNS berinisial INA. Pelaku
diduga menembak seorang kontraktor bernama Panji Pamungkasandi pada Minggu
(10/11/2019). Penembakan dilakukan lantaran korban menagih biaya proyek yang sudah
diselesaikan pada April 2019 lalu.
Kasus ini pun sudah dilaporkan ke Polres
Majalengka. Polisi tengah melakukan penyelidikan atas kasus tersebut.
“Ya kita membenarkan adanya insiden
itu,” ucap Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko saat
dikonfirmasi (bs/syakhruddin)