Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Jaringan Antikorupsi (JAK) Yogyakarta berdemonstrasi di Tugu Pal Putih, Yogyakarta.
Mereka satu suara menentang pengesahan RUU KPK yang baru saja di ketok dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa (17/9/2019).
Tidak hanya berorasi, massa aksi juga membawa sejumlah poster yang berisi
kecaman atas pengesahan RUU KPK. Seperti ‘koruptor maunya KPK bubar’, ‘RUU KPK
lemahkan KPK’, ‘KPK harus mati (koruptor)’, ‘dukacita matinya KPK’, dan
lainnya.
Salah satu orator aksi, Sekretaris Bidang Hikmah dan
Hubungan Antarlembaga Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah DIY Ahmad Ahid
Mudayana. Dalam orasinya, Ahid mengecam bungkamnya Presiden Jokowi.
“Kawan-kawan semua, pada hari ini kita ketahui bahwa rapat paripurna DPR RI yang hanya dihadiri oleh 80 anggota DPR RI telah mengesahkan RUU KPK menjadi undang-undang.
Ini membuktikan bahwa KPK, yang lahir di masa Megawati, mati di masa Jokowi,” kata Ahid, Selasa (17/9/2019).
“Dan saya nyatakan juga Jokowi tidak hanya menjadi petugas koruptor, tetapi menjadi boneka koruptor !
Untuk itu, kita pejuang antikorupsi, masyarakat Yogya dengan tegas menolak Undang-Undang KPK yang akan mengebiri kasus-kasus korupsi yang akan memanjakan para koruptor,” lanjutnya.
Ahid pun mengajak masyarakat sipil melawan upaya pelemahan lembaga antirasuah
KPK yang dilakukan DPR dan pemerintah.
Menurutnya, tidak ada hal yang bisa dilakukan kecuali melawan kezaliman
para koruptor.
“Apakah teman-teman setuju KPK mati di tangan Jokowi? Tidak ! Untuk itu, satu kata kita teriakkan,
lawan ! Lawan… lawan… lawan…
koruptor, lawan koruptor sekarang juga.
Lawan… lawan… lawan… koruptor, lawan koruptor sekarang juga,” seru Ahid.
Aksi JAK ini tidak hanya dilakukan di Tugu Pal Putih, Yogyakarta. Mereka juga
melakukan long march dari Tugu Pal Putih ke kantor Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menyampaikan
aspirasi.
Revisi UU KPK telah
disahkan dalam rapat paripurna DPR pagi ini. Salah satu poin dalam UU KPK baru itu adalah status pegawai KPK sebagai
aparatur sipil negara (ASN). Apa alasannya?
“Ini supaya ada hope ya. Kalau namanya aparatur sipil negara itu ada
harapan. Setelah pensiun ada (dana) pensiun.
Jadi semua orang yang bekerja untuk negara itu di masa
tuanya ada harapan hidup. Ini bagian dari perlindungan,” kata Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Syafruddin
usai rapat paripurna di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9/2019).
Syafruddin menjelaskan masih ada waktu dua tahun
untuk implementasi status ASN pada pegawai KPK.
Ia menyebut akan ada mekanisme afirmasi untuk pegawai
KPK sehingga tidak perlu ada lagi mekanisme penyaringan untuk menjadi ASN.
“Tinggal kita implementasikan, tapi kan masih panjang. Ada jeda waktu yang masih bisa di-spare waktu dua tahun, ya.
Jadi pegawai (KPK) yang ada tidak serta-merta (menjadi ASN). Pegawai yang ada juga banyak ASN, sudah, itu sudah 70 persenan kalau nggak salah ya,” kata Syafruddin.