Di bulan Mei 1991, Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) saat itu, BJ Habibie mendorong Prof Ahmad Amiruddin, mantan Rektor Unhas, hingga nyebur di Danau Unhas. Keinginan untuk nyebur di Danau Unhas sebenarnya memang diinginkan oleh Prof Amiruddin, sebagai bagian dari nasarnya jikalau pembangunan Kampus Unhas Tamalanrea telah rampung sepenuhnya.
“BJ Habibie secara sengaja mendorong dua mahaguru besar Prof Ahmad Amiruddin dan Prof Makagiansar ke Danau Unhas Tamalanrea,” tulisan salah satu berita Identitas terbitan akhir bulan Mei 1991.
Kehadiran Habibie di Kampus Unhas saat itu untuk memberikan kuliah umum di Auditorium Unhas. Bersama beberapa pejabat, ia berkunjung ke danau Unhas yang baru rampung. Habibie kemudian ngotot mendorong Prof Ahmad Amiruddin, yang saat itu sudah menjabat Gubernur Sulawesi Selatan (Susel). Habibie juga ikut mendorong Prof Dr M Makagiansar, Mantan Dirjen Dikti ke Danau Unhas Tamalanrea.
Pembangunan Kampus Unhas Tamalanrea sebenarnya telah benar-benar rampung di tahun 1989. Namun Prof Ahmad Amiruddin yang menggagas kampus ini sudah tak menjabat Rektor Unhas sejak tahun 1982. Selepas menjadi Rektor Unhas, ia terpilih sebagai Gubernur Sulsel.
Berdasarkan terbitan Identitas akhir Oktober 1976, Danau Unhas adalah bagian dari perencanaan proyek kampus Unhas Tamalanrea. Pada rencangan kolam buatan ini, nantinya akan dikelilingi oleh asrama, gedung pertemuan ilmiah dan pepohonan. Hal ini dimaksudkan agar menambah kesegaran dan keindahan kampus.
Awal mula dirancang di tahun 1974 -1975, kawasan Tamalanrea masih dipandang sebagai daerah terpencil yang jauh dari perkotaan. Keinginan memindahkan Kampus Unhas mulai muncul karena Kampus Bara-Barayya selalu dilanda banjir. Amiruddin mulai bermimpi untuk memiliki kampus, yang paling tidak mendekati profil kampus di Negeri Paman Sam.
Guru Besar Fakultas Hukum, Prof Idrus Buyung dalam buku Untold Stories –kumpulan tulisan mengenai Prof Dr H Achmad Amiruddin– menceritakan, ketika itu terjadi perdebatan sengit antara Amiruddin dengan petinggi dan guru besar Unhas yang tidak menginginkan adanya perpindahan kampus. Mereka mempertahankan agar Kampus Barayya dibangun secara vertikal ke atas dan bertingkat. Banyak pula mahasiswa yang tidak mendukung pemindahan, alasannya transportasi akan lebih mahal karena jauh dari pusat kota. Bahkan hasil polling menunjukkan 50% civitas akademika Unhas menolak pemindahan tersebut.
Namun Amiruddin bukan orang yang mudah menyerah, ia terus mempermosikan mengenai Kampus Unhas di masa depan. Dan nasib berpihak pada mimpi itu, di saat yang bersamaan Unhas kedatangan Kepala Perwakilan Asia Foundation, Jhonson yang menawarkan bantuan kecil-kecil dengan jumlah yang tidak sedikit kala itu. Namun Amiruddin tidak tertarik, kahadiran Jhonson dianggap sebagai peluang untuk mendapatkan bantuan skala besar. “Kami ingin pindah kampus,” kata Amiruddin.
Singkat cerita, Jhonson berjanji akan mendatangkan arsitek handal dari Amerika Serikat, James Paddock. Tugas arsitek ini adalah mempelajari perlu tidaknya kampus Unhas dipindahkan. Namun syaratnya, Unhas harus menanggung biaya hidup James selama di Makassar.
Mimpi Amiruddin mulai menemukan titik terang, ketika arsitek tersebut datang ke Unhas dan melakukan observasi. Hasilnya, kampus Unhas harus dipindahkan. Banyak civitas akademika Unhas berdebar-debar khawatir lala itu, bagaimana Unhas kedepannya? Akan jadi seperti apa? Namun Amiruddin semakin optimis untuk mewujudkannya.
James Paddock menawarkan akan membuat prelimaniry campus planning sekaligus detail building program. Syaratnya, Unhas harus membayar 20 juta, saat itu jumlah tersebut cukup besar, tekad Amiruddin tidak surut. Ia mengusulkan kepada Dirjen Pendidikan Tinggi agar alokasi pembangunan gedung Fakultas Sosial Politik dalam Daftar Isian Proyek (DIP) direvisi menjadi biaya konsultan kampus dan disetujui. Mulailah arsitek bule itu bekerja dengan membawa beberapa anggota tim yang direkrut dari berbagai kampus di Amerika Serikat.
Amiruddin mengumpulkan komponen masyarakat kampus. Tim Paddock mulai menjelaskan tentang kampus planning. Warga Unhas mulai merasakan mimpi Amiruddin ini. Masing-masing mulai membayangkan bagaimana kampus Unhas nantinya? Kapan akan terlaksana?.
Namun muncul permasalahan besar, membangun kampus yang sebesar dan seluas itu, dapat uang dari mana? Rektor lulusan Universitas Kentucky, Amerika Serikat ini tetap tidak kehabisan akal. Ia kemudian bolak-balik ke Jakarta untuk mencari peluang. Akhirnya jalan itu ditemukan pada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Selanjutnya Bappenas menawarkan detailed building program setebal 10 jilid ke beberapa lembaga keuangan dunia. Asia Development Band (ADB) yang akhirnya menerima tawaran tersebut, dengan cara membeli proyek Unhas melalui pinjaman. Dan mulailah pembangunan kampus ini.
Amiruddin memiliki visi menyatukan dan menumbuhkan “Keunhasan”. Hal ini tercermin dari desain kampus Unhas Tamalanrea. Almarhum Andi Mappadjantji Amien, Mantan Dekan Fakultas Mipa Unhas menganggap bahwa desain Kampus Tamalanrea sebenarnya memiliki pesan holisme. Terlihat dari pemilihan desain, tidak banyak kampus yang terdesain seperti itu. Kita dapat mengelilingi kampus tanpa harus terkena sinar matahari, selain itu akan sulit mengetahui posisi, berada di fakultas dan jurusan mana.
“Kampus Tamalanrea dirancang menjadi sebuah kesatuaan dan mencerminkan keterpaduan ilmu pengetahuan. Seperti pandangan holisme yang pada intinya meyakini bahwa semesta adalah satu kesatuaan yang utuh,” tulis Mappadjantji di Buku Untold Story.
Awal Mula Sebutan ‘Kampus Tamalanrea’.
Sebutan Kampus Tamalanrea ini pertama kali dimunculkan pada dies natalis XXV Unhas. Nama kampus baru itu, dicanangkan oleh Presiden Soeharto tanggal 17 september 1981. Dalam pidatonya, ia memuji sebutan itu.
“Kampus ini akan diberi nama Tamalanrea yang berarti tidak pernah bosan. Saya hargai pemilihan nama itu, karena sesuai dengan tuntutan ilmu pengetahuaan dan teknologi. Kemajuan ilmu pengetahuaan dan teknologi menuntut kita tidak pernah bosan dan jemu belajar. Artinya kita harus belajar terus-menerus,” ujar Soeharto.
Mimpi Amiruddin yang awalnya mengalami banyak pertentangan dan tantangan akhirnya dapat terwujud. Kampus Unhas Tamalanrea kini menjelma menjadi salah satu kampus kenamaan yang ada di Indonesia Timur. Bahkan kampus Tamalanrea juga menyandang status sebagai hutan kota dan ruang terbuka hijau bagi masyarakat Makassar.
Sumber : Identitas Unhas
Dikisahkan oleh “Melanie Subono” terimakasih sudah membuat Indonesia jauh lebih baik, terimakasih sudah mengajarkan saya jadi PEJUANG , kalo bahasa eyang “PEMBERONTAK” –
Innalillahi Wainnailaihi rojiun, dalam usia 83 tahun selama itu bapak mengabdikan diri untuk bangsa, selamat jalan Bapak Teknologi BJ.HABIBIE (ditulis ulang di syakhruddin blog)