Balai-balai yang di bangun Keluarga Besar Mahasiswa Jurusan Kesejahteraan Sosial (Kessos) pada Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM), Sabtu 22 November 2014 rata dengan tanah.
Balai-balai yang di bangun atas inisiatif dan biaya dari hasil urunan (pengumpulan uang) dari masing-masing mahasiswa, diprakarsai Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) termasuk dari rekan-rekan Taruna Siaga Bencana (TAGANA) yang sebagian anggotanya adalah juga anggota Sekuriti Kampus UIN Makassar.
Kali ini, harus menerima kenyataan pahit, kalau Balai-balai yang selama ini digunakan duduk-duduk sambil bercengkrama, sudah rata dengan tanah.
Semula balai-balai milik kesos ini, masih berdiri kokoh sampai pada hari Jumat malam. Sementara tiga bangunan disampingnya lebih awal dihancurkan oleh orang yang tak bertanggungjawab.
Perisitwa ini disangkutpautkan oleh beberapa orang Mahasiswa, dengan tertangkapnya tiga orang Sekuriti, akibat perseteruan dengan Mahasiswa pada salah satu jurusan yang ada di lingkungan Kampus Peradaban Samata Kabupaten Gowa.
Kini semuanya diharapkan bisa menahan diri, pihak Fakultas diharapkan dapat mencari titik temu dan mencari solusi untuk bisa menjembatani perseteruan antara Mahasiswa dan pihak Sekuriti yang ada di Kampus Islami di Kawasan Timur Indonesia.
Disadari bahwa, tindakan membakar atau merusak bangunan/atau Balai-balai yang dilakukan oleh orang tak bertanggungjawab, lalu merusak bangunan/balai-balai yang tidak ada kaitannya dengan peristiwa di jurusan lain.
Hal ini termasuk kategori tindakan pirimitif atau kanibal dan tidak mengedepankan budaya yang kita junjung tinggi di Sulawesi Selatan, yaitu Sipakatau, Sipakainga dan Sipapacei (saling menghargai, saling mengingatkan dan saling membantu) dalam kehidupan sehari-hari.
Dari peristiwa ini, akhirnya sebagai Pembina/Dosen maupun staf secretariat, hanya bisa mengelus dada bahwa karaktek Mahasiswa atau orang-orang yang tidak bertanggungjawab, masih banyak bergentayangan di Kampus Peradaban UIN Makassar dan untuk semua itu,
mari kita kembali merenung dan bersiaga untuk membangun dengan semangat gotong royong, mengumpulkan dana secara sukarela untuk membeli paku, balok dan atap, agar kelak bisa digunakan untuk bernaung, sebagai tempat ngerumpi sekaligus sarana untuk kuliah dan diskusi, bilamana semua kelas terisi penuh.
Semoga dengan peristiwa yang terjadi di Kampus Peradaban UINAM di Samata Gowa, memberikan pelajaran berharga bagi kita semua bahwa tindakan pmbakaran dan pengrusakan bukanlah tindakan orang-orang yang memiliki peradaban tapi dapat dikatakan masih berfikiran primitif.
Tukang becak saja yang berkelahi diantara mereka belum pernah kita dengar, tukang becak yang membakar becaknya sendiri, Semoga kata kiasan itu, menjadi sesuatu yang bermakna dalam menjalani hari-hari perkuliahan di masa mendatang, salamaki.