Beberapa saat yang lalu, masih sempat berfose, ia begitu anggun menampakkan seluruh postur tubuhnya dengan kulit mengkilap, mulutnya masih basah karena masih mengunyah sisa makanan dari jerami yang di makan sejak pagi.
Sapi Qurban itu, sejurus kemudian, tali yang mengikat lehernya di tarik perlahan, langkahnya yang gontai, menuju ke suatu tanah lapang. Perlahan tali yang mengikat leher, ditarik merapat ke suatu tiang, kaki kanan belakang dipasangkan tali laso (tali penjerat).
Dengan cekatan petugas mengikat kaki kiri dan kanan, sapi itupun rebah, lalu mengikat kaki depan dan menyatukan dengan kaki belakang. Sapi itu dibalik, lalu kepalanya diletakkan diatas sebuah balok dan lehernya diletakkan di atas lobang darah yang sudah disiapkan.
Sesekali sapi itu meronta, namun karena kuatnya ikatan, terlebih lagi ada sebuah bambu yang dimasukkan dari belakang, sehingga sang sapi hanya bisa tertidur pasrah.
Mata sapi itu membelalak, lalu penjagal menyirami air sembari mengelus lehernya, sapi itupun terdiam, seakan pasrah seperti tertidur dalam mimpi yang indah. Suara takbir membuat sapi makin tenang, padahal parang tajam yang akan memutus urat lehernya sudah tersedia.
Sapi itu semakin diam terlebih takbir makin menggema, daun telinga si sapi seakan bergerak ke kanan mendengarkan suara takbir, allahu akbar …allahu akbar walillahilham.
Mulut penjagal berkomat-kamit membacakan daftar nama dari tujuh orang yang berkorban, setelah semuanya tuntas, dengan ucapan “Bismillahirrakhmanirrakhim” Sang penjagal menarik parangnya yang sangat tajam dan urat leher sapi itu putus dan mengeluarkan darah segar.
Sejenak fikiran Penulis, membayangkan bagaimana kepasrahan seorang Nabi Ismail yang akan dipotong oleh ayahnya sendiri Nabi Ibrahim.
Dengan parang yang sudah di asah tajam dan Nabi Ismail tidur untuk disembelih. Kepasrahan sebagai seorang hamba yang takwa, namun aneh bin ajaib, saat tarikan parang yang tajam itu dimulai, Allah menggantinya dengan sebuah kibas.
Sejarah Islam telah mencatat, Nabi Ibrahim berhasil melalui ujian yang maha berat, menyembelih anak kesayangannya sendiri, campur tangan Tuhan dengan menggantinya seekor kibas, itulah bukti dari “Ketaatan seorang hamba”.
Semoga di hari idul qurban ini, kita dapat memotong “Nafsu Kebinatangan” dan menggantinya dengan nafsu mutmainnah, sehingga kita terlepas dari jeratan dan sandiwara dunia yang hanya sementara ini.
Momentum Idul Qurban menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kita sebagai seorang hamba. Ketaatan seorang hamba dan kepasrahan seorang anak yang amat disayangi, tentunya menjadi simbol sejarah, untuk senantiasa rela berkurban untuk kepentingan orang lain.
Semoga di sisa akhir kehidupan kita ini, senantiasa mau berbagi dan tidak merampas hak orang lain, melalui bentuk penghianatan berupa korupsi, kolusi dan nepotisme. Kekayaan dan harta benda yang berlimpah bukanlah jaminan akan ketenangan hidup.
Akan tetapi dengan selalu berbagi kepada sesama makhluk hidup, maka jaminan Allah kepada hambanya itu pasti. Anda akan menemukan kebahagiaan yang tidak dapat dinilai dengan uang, apakah itu dalam bentuk kesehatan yang prima, ketenangan dalam keluarga atau keselamatan dalam kehidupan sehari-hari.
Di hari-hari tasyrik ini, kita akan menyaksikan penyembelihan hewan kurban untuk dibagikan kepada kaum dhuafa yang selama ini jarang makan daging, para panitia pelaksana diharapkan dapat bertindak bijak dan membaginya sesuai dengan peruntukannya.
Memang dalam membagi sesuatu dibutuhkan kebesaran jiwa, sebagaimana sahabat Penulis yang nun jauh disana, selalu saja membagi kebahagiaan disetiap kesempatan dengan berkirim kabar, baik dalam bentuk sms, email ataupun menelpon langsung. Bentuk seperti ini juga termasuk dalam kategori kesiapan untuk berkurban, termasuk didalamnya “kurban perasaan”
Semoga pada peringatan Idul Qurban di tahun 2014 M atau 1435 H yang di Indonesia dilakukan dengan dua hari perayaan disebabkan karena keyakinan umat.
Ada yang bertumpu pada perhitungan atau pola hisab dan menyatakan Idul Kurban jatuh pada hari Sabtu 4 Oktober 2014 dan pula yang menganut jalur rukyat (melihat bulan) dan ini sesuai dengan anjuran pemerintah dan jatuh pada hari Minggu, 5 Oktober 2014.
Terlepas dari kedua pertentangan ini, mari kita menarik hikmah bahwa sesungguhnya perbedaan diantara umat itu, adalah “Rakhmat” mari kita mengikuti semua alur kehidupan di mayapada dengan penuh kesabaran dan senantiasa siap berkurban untuk kesejahteraan bersama.
Khususnya dalam menanti pemimpin baru yang akan dilantik pada Hari Senin 20 Oktober 2014, pasangan Jokowi-JK dengan tagline utamanya “Revolusi Mental”
Pertanyaannya kemudian, mampukah kita melakukan revolusi terhadap mental kita sendiri, disini dibutuhkan pengorbanan, pengorbanan untuk menghilangkan kenikmatan sesaat dan menggantinya dengan ketenangan batin yang hakiki, selamat melaksanakan Idul Qurban 1435 H, mohon maaf lahir batin, salamaki.