SYAKHRUDDIN.COM – Jangan tangisi kepergianku, jangan tanya dimana kuburku, biarkan diriku hidup dalam kesendirian, di Pulau Babuar Pangkal Pinang. Disini aku bersahabat dengan angin, bersama gelombang laut, kutitipkan salam rinduku ke kampung halaman di Bumi Turatea Jeneponto, lewat rembulan kutulis syair-syair pilu, dalam temaran bintang berbalur rindu.
Kini jasadku telah bercampur tanah, akan tetapi kenangan tekadku sudah kubuktikan, lelaki pelaut yang teguh memegang janji setia, “Punna Bokomo Lampaku, Teaki Rampea Kodi, Rampea Golla Nakurampeki Kaluku“ dalam arti harfiah, bila kelak kami sudah tiada, jangan ingat akan keburukan, kenanglah kami laksana gula, agar aku mengingatmu bagai kepala yang multiguna.
Daeng Lewa terbujur kaku dalam bongkahan tanah di tanah rantau, ia pergi tanpa sanak family disisinya, hanya kenalan dan sahabat, anggota TAGANA, serta masyarakat yang punya keberpihakan, akan derita Daeng Lewa.
Ia menolak berobat ke rumah sakit, Ia masih yakin akan kesembuhan penyakitnya melalui terapi alam, Daeng Lewa amat yakin, kalau suasana Pulau Babuar, bisa menyembuhkannya, sebagaimana kebiasaannya selama ini.
“Bila Daeng Lewa demam, maka ia berjalan berkeliling pulau sambil berdzikir, ketika keringat sudah mengucur, maka iapun langsung berenang di air laut, hingga suhu badannya normal, baru menuju pondoknya yang sepi, Daeng Lewapun tertidur bersama mimpi-mimpinya”
Kali ini resep itu sudah tak manjur, selain karena komplikasi dengan asma yang akut, kemampuan fisiknya juga sudah uzur, maka kepasrahannya untuk menerima putusan Sang Khalik, adalah jalan terbaik baginya, untuk mengakhiri hidupnya di mayapada ini.
Daeng Lewa yang memiliki sorotan mata yang tajam, rambut yang sudah memutih, pergi berbekal kain kapan, kita semua akan menyusulnya, dengan kondisi yang sama, hanya kapan dan dimana, itulah yang menjadi rahasia Ilahi.
Kini semangat Daeng Lewa yang begitu tegar, memberi nafas terhadap goresan pena ini, Daeng Lewa begitu tegar, menerima derita batin, di tolak sanak family disaat usianya sudah renta, memilih kembali ke Pulau tak berpenghuni selain dirinya.
Menyendiri dalam kesepian, dia bertanya pada angin, dan bersendagurau bersama alunan gelombang, di Pulau yang kini tengah di incar pemerintah setempat, sebagai lokasi wisata bahari.