
SYAKHRUDDIN.COM – Penetapan tanggal 22 Desember sebagai perayaan Hari Ibu diputuskan dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938. Peringatan 25 tahun Hari Ibu pada tahun 1953 dirayakan meriah di tak kurang dari 85 kota Indonesia, mulai dari Meulaboh sampai Ternate.
Presiden Soekarno menetapkan melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu dan dirayakan secara nasional hingga kini.
Misi diperingatinya Hari Ibu pada awalnya lebih untuk mengenang semangat dan perjuangan para perempuan dalam upaya perbaikan kualitas bangsa ini. Dari situ pula tercermin semangat kaum perempuan dari berbagai latar belakang untuk bersatu dan bekerja bersama.
Di Solo, misalnya, 25 tahun Hari Ibu dirayakan dengan membuat pasar amal yang hasilnya untuk membiayai Yayasan Kesejahteraan Buruh Wanita dan beasiswa untuk anak-anak perempuan.
Pada waktu itu panitia Hari Ibu Solo juga mengadakan rapat umum yang mengeluarkan resolusi meminta pemerintah melakukan pengendalian harga, khususnya bahan-bahan makanan pokok.
Pada tahun 1950-an, peringatan Hari Ibu mengambil bentuk pawai dan rapat umum yang menyuarakan kepentingan kaum perempuan secara langsung.Perjalanan sejarah dari perintis kaum Ibu yang tercatat dalam tinta emas seperti Martha Christina Tiahahu, Cut Nyak Dhien, Tjoet Nyak Meutia, R.A. Kartini, Maria Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan, tentunya tak terlupakan Ibu Tien Soeharto telah banyak memberikan inspirasi dalam pengembangan organisasi wanita di persada Nusantara.
Adalah sebutan yang sudah sangat familiar bagi masyarakat Indonesia, penghargaan terhadap wanita, pun panggilan dari anak kepada orangtua perempuan. Ibu, bukan sekedar sebuah pemaknaan yang dangkal, ia adalah spirit nan tak pernah pudar. Ibu adalah semangat, sumber inspirasi nan penuh kasih, tempat bercurah rasa sepanjang masa. Sejumlah predikat itulah yang melingkupi sosok Ibu, namun dalam proses kontemplasi kadang kegelisahan mendera saat Ibu tak sesempurna itu.
IBU, adalah manusia yang peka rasa, dan airmata kerap menjadi pertanda bahwa jiwanya tengah berduka. Kerapuhannya bukanlah refleksi ketidakmampuan mengelola rasa, ia hanya mewakili sisi manusia yang hakiki.
Lintasan zaman kian menegaskan sosok Ibu, apapun sebutan lain penggantinya. Orang sunda secara umum menyebutnya Emak, Orang Jawa memanggilnya Biyung atau Simbok, Orang Makassar menyebutnya Amma atau Saudara-saudara kita di belahan timur Indonesia menyebutnya dengan bahasa lokal. Tak ada yang perlu diperdebatkan, karena hakikatnya itu adalah ungkapan sebuah ketulusan.
IBU, telah menjadi inspirasi pun dalam berkesenian, telah banyak pencipta lagu dengan mengusung judul Ibu dalam berbagai versi. Misalnya, malam versi Sunda ada judul lagu, INDUNG yang dalam bahasa Indonesia berarti Ibu. menggambarkan sosok Ibu yang penuh kasih, menjaga, merawat dan membesarkan anaknya dengan segenap jiwa raga…..Duh indung ngaraksa ngajaring anak najan rungsing matak pusing….dst;
Kemudian almarhum Nike Ardilla pernah menyanyikan lagu berjudul MAMA yang menggambarkan kerinduan kepada sosok Ibu sebagai tempat mengadu ….Mama oh mama aku ingin pulang, kurindu kepadamu….; demikian pula rintihan Edy Silitonga lewat lagu berjudul MAMA ; dan bahkan di negara yang sudah developed sekalipun memiliki lagu dengan tema Ibu salah satunya Mother How Are You Today …… Mother how are you today, here is a note from your daughter….;