SYAKHRUDDIN.COM – Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengumumkan bahwa pemilihan parlemen dan presiden akan digelar pada tahun ini.
Pemilu ini akan menjadi pemilu pertama dalam 15 tahun terakhir di Palestina, di tengah upaya memulihkan perpecahan internal yang sudah berlangsung lama.
Dilansir Reuters, Sabtu (16/1/21), langkah tersebut secara luas dilihat sebagai tanggapan atas kritik terhadap legitimasi demokrasi lembaga politik Palestina, termasuk kepresidenan Abbas.
Pengumuman ini juga disampaikan beberapa hari sebelum pelantikan Presiden terpilih AS, Joe Biden, pada 20 Januari mendatang.
Dilansir di laman CNN, Keputusan yang dikeluarkan oleh kantor Abbas, Otoritas Palestina (PA) yang memiliki pemerintahan sendiri secara terbatas di Tepi Barat yang diduduki Israel, akan mengadakan pemilihan legislatif pada 22 Mei dan pemilihan presiden pada 31 Juli.
“Presiden menginstruksikan komisi pemilihan dan semua aparat negara untuk meluncurkan proses pemilihan demokratis di semua kota di tanah air,” kata dekrit itu, mengacu pada wilayah Tepi Barat, Gaza dan Yerusalem Timur.
Faksi-faksi di Palestina telah memperbarui upaya rekonsiliasi untuk mencoba dan menghadirkan front persatuan, sejak Israel mencapai perjanjian diplomatik tahun lalu dengan empat negara Arab.
Kesepakatan itu membuat kecewa warga Palestina dan membuat mereka semakin terisolasi di wilayahnya.
Hamas, kelompok militan Islam yang merupakan saingan domestik utama Abbas, menyambut baik pengumuman tersebut.
“Kami telah bekerja dalam beberapa bulan terakhir untuk menyelesaikan semua hambatan sehingga kami dapat mencapai hari ini,” kata pernyataan Hamas.
Hamas menyerukan pemilihan umum yang adil, di mana “para pemilih dapat mengekspresikan keinginan mereka tanpa batasan atau tekanan.”
Dengan Biden menjabat pada 20 Januari, “seolah-olah Palestina memberi tahu pemerintah AS yang akan datang: kami siap untuk terlibat,” kata analis Gaza Hani Habib.
Namun, analis veteran Tepi Barat, Hani al-Masri skeptis bahwa pemilihan akan sungguh-sungguh digelar nantinya.
Dia mengutip ketidaksepakatan internal antara Fatah dan Hamas, dan kemungkinan oposisi AS, Israel dan Uni Eropa terhadap pemerintah Palestina termasuk Hamas, yang mereka anggap sebagai kelompok teroris.
“Apakah itu akan mengakhiri perpecahan atau mengabadikannya dan akankah hasilnya dihormati oleh Palestina, Israel, dan Amerika?” kata Masri bertanya dalam sebuah postingan media sosial (syakhruddin)