SYAKHRUDDIN.COM, MAKASSAR – Kepergian almarhum Drs. H. Fakhrir Kahar ke pangkuan ilahi rabbi, padaHari Jumat 3 Juni 2020, mengingatkanku akan perjalanan karier, saat pernah bertugas di Kota Samar-Samar Indah (Samarinda) Kalimantan Timur.
Berawal ketika lulus dari Sekolah Pekerjaan Sosial Atas (SPSA) Makassar, mengikuti ajakan dari Kanda Parawansa Balfas, yang kala itu bekerja pada RRI Samarinda.
Mengingat masa itu masih kurang peminat di Instansi Departemen Sosial, maka setelah mengikuti testing masuk, akhirnya diterima menjadi Calon Pegawai negeri Sipil (CPNS) pada Kantor Wilayah Departemen Sosial Provinsi Kalimantan Timur di Kota Samarinda.
Kala itu, menjadi PNS dengan gaji pokok 80% sebesar Rp 16.960,- sebuah jumlah yang besar dalam hitungan masa itu.
Karena masih Capeg ditempatkan di Bidang Bantuan dan Jaminan Sosial Kabidnya Bapak Moch Haris. Di jajaran Kepala Seksi ada Bapak Wapesri,BA dari Padang dan Bapak Ibrahimsyah dari Samarinda Seberang.
Belajar sebagai calon PNS, tentu saja harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan kantor dan tempat tinggal penulis kala itu, di sekitar Temindong (dekat lapangan perintis), lalu berpindah menempati panti penampungan di Sungai Dama.
Kalau malam minggu, berkesempatan nonton di WC (Wisma Citra), hanya saja bila hari hujan maka langsung bubar, sebuah pengalaman yang mengharukan.
Tak berapa di Samarinda, kebetulan baru di bangun Kandep Sosial Kabupaten Pasir di Grogot.
Kebijakan pimpinan pada saat itu menegaskan “ Semua calon pegawai harus ditempatkan di Kabupaten. Teman saya saat itu ada Soebandono memilih untuk ditempatkan di Tarakan, sementara saya memilih Tanah Grogot dengan pertimbangan bisa lebih cepat pulang ke Sulawesi Selatan bila kondisi tak kondusif.
Bersama rekan Taufik Rizal, Hanafi Abidarda dan Muhammad Yunus menuju Kabupaten Pasir.
Waktu berlalu masa berganti, di Tanah Grogot rupanya jauh dari ibukota, harus melalui Kota Balikpapan kemudian menyeberang lagi pakai klotok (kala itu) lalu naik bus Hiace selama lima jam perjalanan dari bibir dermaga di Penajam hingga tiba di Tanah Grogot.
Seakan panik, karena dari Kota Besar di Makassar, langsung masuk hutan belantara di Tanah Grogot. Tapi ingat pesan orang tua, “ Dimana bumi dipijak disitu langit di junjung”
Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1979 melalui SK yang ditandatangani Bapak Rustam Effendy, BA , Penulis ditempatkan di Kabupaten Pasir di Tanah Grogot dengan Kepala Kantor saat itu (almarhum Soenardi).
Melihat kondisi Tanah Grogot saat itu bagai di tengah hutan, akhirnya mulai mencari kegiatan diluar jam dinas, membuka agen koran sekaligus menjadi penulis. Koran lokal yang ada saat itu BS.Jaya dengan Meranti Pos.
Agar tidak ketinggalan berita dan informasi, bekerjasama dengan Toko Buku Terang di Balikpapan, kemudian membuka langganan Kompas, Berita Yudha, Majalah Tempo, Intisari, Majalah DR serta membuka kios persewaan buku komik, yang paling disukai masa itu adalah Komik Kho Ping Hoo.
Karena kegiatan di luar jam dinas belum banyak saingan maka dalam waktu tidak terlalu lama berhasil membeli Motor Honda tahun 1970 pada salah seorang pengusaha motor orang Banjar yang cukup besar tokonya di pasar Sentral Tanah Grogot.
Semakin tahun berlalu mulai betah tinggal di Grogot, lalu datang pegawai baru angkatan Sri Mulyadi, Komaruddin, Aleto Hutabalian, kemudian menyusul Almarhum Syamsuddin dan Syahrumsyah.
Melihat perkembangan karier dan membaca situasi, kalau tinggal di tanah Grogot, uang memang mudah didapat tetapi pangkat tidak terlalu mulus karena jauh dari provinsi, begitu pula promosi jabatan kalau hanya SPSA maka akan berjalan merangkak, apalagi Soenardi sudah diganti dengan Bapak Muhammad Daud Ibrahim.
Akhirnya mengambil keputusan, “Saya harus sekolah lagi” .
Saat itu, kondisi Kanwil Depsos Kaltim bermasalah tentang beras bantuan, Kakanwil Bapak Moelyono harus berurusan dengan pihak Kejaksaan di Balikpapan. Situasi gempar dan pelaksana tugas dijabat Bapak Drs. Badjuri Basuki yang ditarik dari Papua.
Bagai gayung bersambut, permohonan diterima maka pada tanggal 16 Oktober 1984 terima SK mutasi dari Provinsi Kalimantan Timur ke Provinsi Sulawesi Selatan di Makassar.
Saat itulah Penulis mendengar kalau ada orang Bulukumba yang ditempatkan di Kabupaten Kutai di Tenggarong dan ternyata itu adalah almarhum Drs. H.Fakhiri Kahar.
Setelah pindah juga ke Makassar barulah sempat berkisah pengalaman masing-masing di Bumi Borneo, ternyata semuanya itu tinggal kita nikmati perjalanan karier masing-masing dengan tulus dan ikhlas.
Setelah tiba di Makassar ditempatkan pada Kandep Sosial Kabupaten Takalar, kemudian ditarik menjadi Humas di Kanwil Depsos Prov. Sulsel, terus kuliah di Unhas hingga akhirnya Depsos likwidasi.
Disaat Depsos kembali lagi, kami sudah menyelesaikan pendidikan SII dan salah satu syarat jadi Kabid harus SII.
Ternyata pilihan pendidikan adalah tepat sasaran, hingga akhirnya memasuki masa purnatugas pada tahun 2013.
Selanjutnya diminta untuk menjadi Dosen Luar Biasa pada Jurusan Kesejahteraan Sosial pada Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar sampai saat ini.
Tulisan ini sekedar untuk mengenang perjalanan lima tahun di Bumi Kalimantan Timur khususnya di Tanah Grogot yang datarannya membentang rata di Bukit Makam Daya Taka (Syakhruddin)