Mahasiswa mengancam akan kembali menggelar demonstrasi menuntut diterbitkannya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) KPK.
Ancaman itu, merespons pernyataan Presiden Joko Widodo yang tak akan menerbitkan Perppu sampai uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) selesai.
“Terkait dengan optimisme kita terhadap Perppu KPK, kita ingin tetap menuntut Pak Jokowi untuk tetap mengeluarkan Perppu,” ujar Koordinator Lapangan BEM SI Muhammad Abdul Basith kepada Pers, Minggu (3/11/2019).
Kendati demikian, Basith belum dapat memastikan kapan demonstrasi akan digelar.Tuntutan terhadap presiden agar segera mengeluarkan Perppu dikatakan Abdul, masih bisa direalisasikan. Berkaca pada Perppu No. 2 Tahun 2017 tentang Ormas yang disahkan DPR tahun 2017 lalu.
“Karena Perppu yang kita ingin minta ke Pak Jokowi, bagi kita masih mungkin-mungkin saja. Karena dulu pun terkait Perppu ormas bisa keluar begitu saja dengan hal-hal tertentu,” tuturnya.
Abdul mengatakan pihaknya sangat kecewa dengan respon Jokowi terkait Perppu KPK, yang dinilai hanya menjadi siasat “cuci tangan”.
Pernyataan mantan gubernur DKI Jakarta itu menurutnya hanya mengulur waktu untuk tidak mengeluarkan Perppu. “Seolah-olah tidak mengeluarkan Perppu karena sedang menghormati proses di MK,” tambah Abdul.
Abdul juga mempertanyakan respon Jokowi, terhadap sederet tuntutan
yang disuarakan mahasiswa dari bulan lalu. “Permintaan kita
terkait Perppu KPK itu sudah lama juga. Bahkan ketika hari H diundang UU KPK
yang baru kita sudah minta juga Perppu KPK,” ujarnya.
“Pertanyaan saya, adalah respon terkait
Perppu KPK itu kemana waktu kemarin? Sekarang ketika ada proses JR, kawan-kawan
kita yang sedang berjuang di Judicial Review,” tambah Abdul
Jokowi sebelumnya mengatakan, tidak elok jika dirinya
mengeluarkan Perppu untuk membatalkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang
KPK, selama uji materi masih
berlangsung di MK.
“Jangan ada, orang yang masih berproses, uji materi kemudian langsung
ditimpa dengan sebuah keputusan yang lain. Saya kira kita harus tahu sopan
santun dalam bertata negara,” katanya.
Jokowi sendiri sempat menyatakan bakal mempertimbangkan penerbitan Perppu KPK
usai bertemu puluhan tokoh masyarakat di Istana Merdeka, Jakarta, akhir
September 2019. Bahkan, ia menyebut akan memutuskan hal tersebut dalam waktu
secepatnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pasrah dengan keputusan Jokowi yang tidak menerbitkan Perppu KPK. Juru Bicara KPK Febri Diansyah menilai, Jokowi tidak sungguh-sungguh menyelamatkan lembaga antirasuah dalam bekerja memberantas korupsi.
“KPK sudah menyampaikan aspirasi, saya kira sikap KPK jelas ya, diterbitkan atau tidak diterbitkannya perppu itu, menjadi domain dari presiden karena itu kewenangan dari presiden.
Jadi, terserah pada presiden apakah akan
memilih misalnya menyelamatkan KPK dan pemberantasan korupsi dengan menerbitkan
perppu atau tidak, itu menjadi domain dari presiden,” kata Febri kepada
wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jum’at malam (1/11/2019).
Febri mengatakan agar ketiadaan perppu tidak mengganggu
lembaganya, pihaknya akan fokus pada pekerjaan meminalisir upaya pelemahan KPK.
Sebelumnya Tim analisis KPK menyatakan setidaknya terdapat 26 persoalan dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK berisiko menghambat kinerja pemberantasan korupsi.
Nah, ini yang segera perlu kita cermati
secara hati-hati. Bagi KPK kami fokus sekarang untuk pembenahan, menurunkan
aturan tersebut dan melihat serta meminimalisir risiko kerusakan akibat dari
undang-undang yang ada bagian-bagian yang saling bertentangan begitu,”
tutur Febri.
Presiden Joko Widodo, mengatakan tak akan menerbitkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk membatalkan Undang-undang
Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Jokowi menghormati uji materi UU KPK yang masih berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK). “Kami melihat bahwa sekarang ini masih ada proses uji materi di MK.
Kami harus menghargai proses-proses seperti
itu,” kata Jokowi saat berbincang dengan wartawan, di Istana Merdeka,
Jakarta, Jumat (1/11/2019).
Mantan gubernur DKI Jakarta itu menyatakan tak elok jika dirinya
mengeluarkan sebuah peraturan, sementara proses uji materi di MK masih
berlangsung. Menurutnya, sikap ini adalah bagian dari sopan santun dalam
bertata negara.
“Jangan ada, orang yang masih berproses, uji
materi kemudian langsung ditimpa dengan sebuah keputusan yang lain. Saya kira
kita harus tahu sopan santun dalam bertata negara,” ujarnya. (bs/syakhruddin)