Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono mengatakan, bahwa lahan ibukota yang terlalu luas,seperti yang dikatakan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tergantung dilihat dari sisi mana.
Meski enggan menjelaskan lebih lanjut, Basuki mengatakan bahwa luas lahan ibukota yang mencapai 180 ribu hektare, merupakan sebuah visi pembangunan ke depan.
“Ridwan Kamil kan arsitek. Tergantung kita visinya kan,” kata Basuki di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (28/8/2019).
Total lahan ibukota baru mencapai 180 ribu ha. Sedangkan kawasan intinya hanya 40 ribu ha.
Sementara itu, disisi lain pihak Istana lewat Kepala Staf Kepresidenan merespons cuitan di akun Twitter Ustaz Tengku Zulkarnain, yang berisi gambar dengan garis lurus antara Beijing dan ibukota baru RI di Kalimantan Timur (Kaltim).
Menurut Moeldoko, cara menghitung aspek pertahanan ibu kota baru bukan seperti itu.
“Cara mengukurnya bukan seperti itu,” kata Moeldoko di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019).
Dia kemudian bicara tentang teknologi baru, seperti rudal jelajah. Menurutnya, di mana pun lokasi yang ada, bisa saja dijangkau oleh rudal jelajah, bukan cuma yang berada di garis lurus seperti yang digambarkan Tengku Zul.
“Kalau nanti mudah diserang ini. Kalau nanti dengan teknologi yang baru, rudal jelajah itu, mau di mana saja juga bisa dilewati,” ucapnya.
“Rencana ibukota baru itu sudah dipikirkan dari berbagai aspek, termasuk aspek pertahanan. Saya sendiri waktu itu memberikan pandangan dari sisi pertahanan,” ujar Moeldoko.
Lain halnya dengan Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta, meminta pemindahan ibukota membawa dampak untuk kesejahteraan masyarakat.
Pemindahan ibukota dari Jakarta ke Kalimantan Timur diharapkan tidak sekadar memindahkan masalah.
“Yang penting harus membawa dampak untuk kesejahteraan masyarakat, jangan sampai hanya untuk memindahkan masalah ibu kota.
Jangan sampai,” kata Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Mohammad Arifin di gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019).
Dia mengatakan, “Pemindahan ibukota tak perlu dilakukan tergesa-gesa”. Apalagi, kata Arifin, pemindahan ibukota harus mengubah regulasi, yang juga memerlukan kesepakatan antara eksekutif dan legislatif