Tim Gabungan Pencari Fakta yang bertugas mengusut penyerang Novel Baswedan telah memberikan laporan ke Kapolri.
Hasil investigasi akan diumumkan pekan depan.
Kasus yang terjadi pada 11 April 2017 ini, masih terus menjadi perhatian masyarakat”
Papang pun khawatir hal yang sama berulang pada kasus Novel Baswedan ketika hasil investigasi diberikan terlebih dahulu ke Polri.
Dia menegaskan kasus yang menjerat Novel Baswedan harus dibuka kepada publik dan diselesaikan.
“Ini harus transparan. Ini urusan publik, ini demi kemaslahatan orang-orang Indonesia karena korupsi kan kejahatan serius, sama kayak kasus Munir, gerakan hak asasi manusia itu kalau penuntasan Munir-nya nggak tuntas itu berarti mereka masih ada hambatan dalam menjalankan tugas,” katanya.
“Kalau hasil TGPF kasus Novel tidak transparan pada publik artinya gerakan antikorupsi juga masih menghadapi lawan-lawan yang kuat jadi tidak ada efek jera bagi orang yang ingin melakukan korupsi,” lanjutnya.
Sebelumnya, hasil investigasi kasus Bovel Baswedan dinyatakan sudah selesai. Hasil itu telah diserahkan ke Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
Anggota TGPF Nurcholish mengatakan laporan yang disampaikan ke Kapolri setebal 170 halaman. Laporan itu juga dilengkapi lampiran.
“Hari ini kami ingin menyampaikan bahwa tim sudah selesai melakukan tugas sesuai dengan SK Pak Kapolri dan laporan sudah disusun.
Kurang-lebih 170 halaman dengan lampiran hampir 1.500 lampiran halaman,” ujarnya di Mabes Porli, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (9/7).
Dalam berbagai ulasan, Bambang menilai ada sejumlah pihak justru merasa ‘senang’ melihat proses penyidikan kasus Novel yang berlarut-larut hingga saat ini. Menurutnya, hal tersebut dapat dilihat dengan sejumlah upaya kriminaliasi yang pernah dilakukan Polri terhadap Novel
Salah satu upaya kriminalisasi itu adalah saat Polda Bengkulu menetapkan Novel sebagai tersangka kasus dugaan penganiayaan pencuri sarang burung walet hingga tewas pada 2012 silam.
Penetapan status tersangka itu dilakukan setelah Novel memimpin penggeledahan di Gedung Korps Lalu Lintas Polri terkait kasus korupsi simulator SIM yang menjadikan Kepala Korlantas kala itu, Inspektur Jenderal Djoko Susilo, sebagai tersangka.
“Polisi sendiri pernah membungkam Novel dengan cara halus, yakni mengkriminalisasi. Jadi tidak salah bila di kepolisian sendiri ada yang ‘senang’ dengan kasus yang menimpa Novel ini,” katanya.
Lebih dari itu, Bambang menyampaikan, langkah Presiden Joko Widodo memanggil Tito untuk meminta penjelasan perihal perkembangan penyidikan kasus Novel tepat.
Menurutnya, langkah tersebut merupakan upaya Jokowi untuk menyelamatkan wajah Tito dari tuntutan sejumlah kelompok terkait pembentukan tim gabungan pencari fakta (TGPF) dalam pengusutan kasus Novel.
“Pembentukan TGPF adalah tamparan bagi Kapolri atas jargonnya Promoter (profesional, modern, dan terpercaya) Ini yang seharusnya dihindari Kapolri dengan benar-benar menuntaskan kasus tersebut,” katanya. (bs/syakhruddin)