SYAKHRUDDIN.COM – Linda demikian biasa dipanggil, suatu ketika suaminya yang bernama Herman, tertidur pulas hingga menjelang Magrib. Saking lelapnya, Herman tidak mendengar adzan magrib, bahkan bermimpi sudah melakukan sholat magrib, menjadi Imam dan dalam mimpinya.
Herman dua kali ditegur makmumnya karena salah dalam ucapan, begitu mimpi Herman di saat tidur. Akh, ini setan yang mengganggu, ujarnya dalam hati.
Tiba-tiba Linda membangungkan dengan tergopoh-gopoh, saking kagetnya, Herman pun terbangun sambil sempoyongan menuju ruang belakang.
Di saat melalui pintu belakang untuk mengambil wudhu, tanpa sengaja, tuts lampu di dekat pintu keluar tertindis, dan Lindapun memulai mengambil air wudhu untuk sholat berjamaah, menegur keras,” Kenapa dimatikan” katanya seperti seorang komandan kepada bawahannya.
Karena merasa tak sengaja, Herman lalu melototi Linda. Maaf, tidak sengaja dan tidak usah diperpanjang, sambil memoloti mata karena baru bangun dan kaget karena bangunnya terburu-buru.
“Kenapa kau tatap seperti itu, saya kan hanya peringatkan, Linda mulai naik pitam. Herman mengingatkan, sudahlah nanti didengar anak kost.
Sekali lagi, Herman meminta supaya dihentikan, karena nanti di dengar anak-anak kost yang sedang nguming dari balik kamarnya”
Linda makin seakan mendapat angin saat diingatkan, “Biar … biar semua orang dengar, kalau kamu memang suka marah,
rupaya Linda makin tak terkendali, dan saking marahnya akhirnya sholat sendiri-sendiri.
Memasuki waktu Isya, Herman menuju Masjid, disana Herman sholat begitu khusyu dan mendoakan agar suasana batinnya tetap syahdu.
Sebelum berangkat, Herman melihat Linda memasuki kamar anaknya Yanti, sehingga anggapan Herman, dia akan tidur di kamar anaknya.
Ternyata setelah pulang sholat Isya, Herman memasuki kamarnya dan mengunci seluruh rumahnya, dengan perhitungan, Linda sudah tidur di dalam kamarnya Yanti.
Ternyata Linda pergi ngerumpi ke rumah tetangga, sebagaimana kebiasannya selama ini. Akhir-akhir ini memang Linda terkesan galak, tensi darahnya juga kadang tidak stabil,.
Bahkan kemarin waktu ke dokter, tensinya menunjukkan angjka 170/110. Beruntung Herman selalu diingatkan untuk tetap sabar dan menepi manakala ada keributan.
Menjelang pukul 23.00 Wita. Lonceng dibunyikan, Herman yang masih di d epan komputer tetap tak bergeming dari tempatnya, setelah jendela rumah di gedor-gedor ternyata itu adalah Linda yang baru pulang dari ngerumpi.
Sementara Herman merasa kalau selama ini, Linda sudah lama tidur di kamar Yanti. Omelanpun mulai keluar tak karuan. Kenapa dikunci semua, memang saya tidak bisa lagi masuk rumah.
Bukan seperti itu, tukas Herman pelan, “Saya kira, sudah tidur didalam kamar, jadi semua dikunci demi keamanan”
Rupanya pengertian Linda, Herman sengaja menguncikan rumah, “Ya, begitulah kalau emosi yang masih tinggi, sehingga segala tindakan tidak ada yang benar.
Terkadang juga Herman menyesal memiliki pendamping yang sangat dan emosional, bahkan tak pernah menyangka kenapa Linda yang dulu begitu manis dan penuh perhatian kini setelah manapouse berubah drastis dan semakin menjadi-jadi.
Kadang dalam perbincangan, menganggap Herman sebagai Dosen yang banyak ceritera saja dan suka kasih ketawa orang, kadang pula suka menceriterakan kekurangan kepada anak-anak kost.
Ironisnya kalau ada amplop mengajar malah lebih duluan disabet, begitu pula semua uang kost dia ambil, pokoknya ego Linda diatas segalanya.
Herman semakin mafhum dengan kondisi itu, mencoba menarik permasalahan dengan jelas. Intinya, Herman menolak untuk dijadikan sebagai bawahan dalam kehidupan rumah tangga, sehingga ketika dipelototin itu pertanda Herman tidak suka.
Namun dampaknya, Linda makin menjadi-jadi, ngomel kiri kanan yang di dengar anak-anak kost yang sedang nguping dari kamarnya.
Biar…biar supaya semua orang tahu, kalau Herman itu suka marah. Ini memalukan, ujar Herman dalam hati. Herman lalu memilih diam, mengalah demi kebaikan kepada anak-anak kost, mencoba menurunkan tensi persoalan dan mencari solusi.
Eee malah ditambah lagi persoalan susulan, katanya tak mau dimasukkan dalam rumah. Kamu memang sengaja kamu kunci, agar saya tidak bisa masuk rumah ini. Wow .. tidak demikian, kataku pelan, namun persoalan makin dikembangkan.
Hanya karena tak minta izin keluar rumah dan Herman menyangka ada dalam kamar, maka tentu rumah dan pagar harus di kunci, “Makanya, kalau keluar rumah, mbok lapor dong”.
Kemelut di malam minggu 27 September 2015 membuat makin runyam, dan semua itu terekam dengan jelas. Perasaan tak karuan dan suasana rumah seperti dalam neraka saja.
Namun Herman tetap stabil, membuat goresan pena dan merangkai dalam suatu tulisan yang diberi judul : MENGAPA ENGKAU BERUBAH.
Semoga apa yang terjadi diakhir bulan September 2013 menjadi catatan kehidupan yang kelak menjadi pelajaran berharga bagi sikap Linda yang mulai temperantal dan kini saatnya Herman untuk makin menutup rapat perasaannya dan menorehkannya dalam cacatan hariannya, salamaki.