Seonggok pipa besi dalam posisi sudah bercampur tanah, pipa itu sudah tertimbun dengan bekas tenda komando yang sudah tak terpakai lagi, karena robek dan tiangnya sudah tidak lengkap.
Posisi tenda harus dibongkar, karena lahan itu akan digunakan untuk membuat kamar kost. Setelah melihat, ada lahan kosong di sudut kanan depan, barang-barang rongsokan itu, kembali harus di tata, agar memberikan kesan asri.
Sementara pipa-pipa yang bengkok, dimaksimalkan fungsinya dengan jalan memotong bagian-bagian yang masih bags, untuk dibuat tiang bendera. Setelah melalui proses pemotongan, pengelasan, digosok lalu di cet ulang, ternyata pipa rongsokan itu menjadi sesuatu yang bermanfaat, berupa tiang bendera pengganti tiang bambu yang selama ini sudah mulai keriput dan keropos, akibat penggunaan yang cukup lama.
Kini tiang itu, sudah menemukan azas manfaat, barang-barang yang selama ini menjadi rongsokan, setelah di daur ulang menjadi sesuatu yang punya nilai besar, terlebih saat ini, tengah menyongsong Peringatan Ulang Tahun Kemerdekaan R.I. tentunya membutuhkan tiang bendera.
Membahas soal tiang, bahannya bisa dari bambu, besi atau kayu yang dipancangkan untuk suatu keperluan, apakah itu untuk tiang antene, tiang telepon atau tiang listrik, tiang jembatan dans sebagainya. Tapi pada hakikatnya, tiang sebagai sesuatu yang menjadi pokok kekuatan atau penghidupan.
Sebagaimana dikatakan, Sholat itu adalah “Tiang Agama” dan “Wanita” ada tiang Negara. Hanya saja, disini juga harus berhati-hati, apabila sebuah tiang, ditaruh bendera hanya sampai dibagian tengahnya, itu pertanda duka cita yang mendalam.
Terkadang bila seorang tokoh yang meninggal dunia maka bendera dinaikkan “setengah tiang” tetapi bilamana seorang penjahat atau teroris yang perbuatannya tidak bisa ditolelir, terkadang juga berkaitan dengan “Tiang” namun tiang yang dimaksud disini adalah tiang kematian alias “Tiang Gantungan”
Mengapa persoalan ini menjadi topik di blog ini, mengingat karena banyak rumah – rumah gedongan tidak memiliki “Tiang Bendera” hal ini bukan karena tak mampu membeli, akan tetapi perhatian terhadap nilai sakral sebuah bendera kini sudah mulai mengikis, seiring dengan begitu banyaknya pelanggaran-pelanggaran etika dalam bernegara.
Kini kedisipinan sudah mulai terusik, dalam ketatanegaraan kita, korupsi yang marak dimana-mana, situasi keamanan yang tidak kondusif, pembagian Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) yang terkadang dijadikan jualan politik, membuat warga semakin terpuruk dan tidak peka lagi dalam suasana hiruk pikuk Peringatan Ulang Tahun Kemerdekaan di penghujung Bulan Ramadan 1434 H.
Dari dua momentum ini diatas, membuat warga masyarakat dihadapkan dengan tingginya harga sembilan bahan pokok di pasaran, di kalangan pegawai dan karyawan, tentu tak terlepas pula dengan hadirnya bonus “Tunjangan Hari Raya (THR)”,
Tetapi bagimana dengan mereka yang tidak memiliki landasan untuk memperoleh THR, maka ia dapat menghibur diri, dengan bersenandung indah, “Kami sudah minum teh poci, sudah menikmati teh kotak tetapi belum memperoleh, TE HA RE ???Salamaki
Salam Takzim,
email : syakhruddin@yahoo.co.id
SMS : 081 2424 5938 PIN 2A2 FC 722