Pada zaman dahulu kala, para pendahulu kita telah melakukan perjuangan yang maha dahsyat untuk me-merdeka-kan bangsa ini, maka lahirlah gelar pahlawan, apakah itu Gelar Pahlawan Perintis Kemerdekaan, Pejuang 45, Pahlawan Nasional bahkan ada pula yang telah mengorbankan jiwa raganya namun darimana mereka berasal, tak satupun yang mengenalnya, nisan mereka yang tertata rapi di Taman Makam Pahlawan hanya tertulis Pahlawan Tak Dikenal.
Kamis, 10 November 2011 mendatang, kembali Bangsa Indonesia akan memperingati Hari Pahlawan, sebuah slogan yang masih jelas terngiang sejak masa Pemerintahan Soeharto mengatakan, Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai Pahlawannya.
Dewasa ini dengan kondisi bangsa yang morat-marit masih terus diperlukan pahlawan, khususnya yang mampu memberantas korupsi hingga ke akar rumput, namun fenomena keseharian yang kita saksikan dan rasakan, dibutuhkan satu generasi untuk membangun dunia baru dengan pahlawan yang baru pula.
Ada juga yang lebih seru lagi, manakala orang yang berjuang dengan susah payah, sementara dia hanya berpangku tangan dan pada episode berikut tampil menepuk dada bahwa dirinya adalah sang pahlawan, maka hal ini layak disebut sebagai Pahlawan Kesiangan.
Terlepas dari semua itu, dalam catatan perjalanan kehidupan anak-anak zaman rupanya kata pahlawan ini telah bergeser makna dan kini berubah menjadi Pahlawan SMS.
Pahlawan SMS ini sangat dibutuhkan terutama bagi mereka yang sedang di landa asmara, mereka dengan setia menanti setiap hari pesan singkat dari sang kekasih, menanti harap dan berita yang terkadang membahagiakan walaupun terkadang juga membawa kepedihan yang teramat sangat.
Perangkat yang dimiliki untuk berkomunikasi merupakan duta jiwa yang selalu hadir dalam perbincangan. Jiwa kepahlawanan dalam hubungan interpersonal ini, kini dihubungkan melalui perangkat satelit, akan sangat berbeda dimasa pendahulu kita.
Saat itu hubungan mereka disampaikan lewat angin nan lalu, sebagaimana penggalan bait lagu ” Oh angin sampaikanlah salam ku “, dengan angin mereka sangat berharap, tapi kini banyak tergantung pada seberapa banyak pulsa yang tersedia di telepon genggam.
DAFTAR PAHLAWAN DARI SULSEL
Provinsi Sulawesi Selatan hingga saat ini telah mencatatkan dirinya sebagai provinsi yang memiliki 13 Pahlawan Nasional, masing-masing ;
1. SULTAN HASANUDDIN
Lahir di Kabupaten Gowa tanggal 12 Juni 1631 meninggal dunia tanggal 12 Juni 1670 beliau bergelar I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangape, Ayahnya Sultan Malikussaid Raja Gowa Ke-15 beliau memili 2 (dua) Isteri masing-masing I Bote Daeng Tommi dan I Peta Daeng Nisali.
2. SYEKH YUSUF TAJUL KHALAWATI
Lahir di Gowa 3 Juli 1626 Ayahnya Sultan Alauddin Raja Gowa ke-14 Ibunya Sitti Aminah, menempuh pendidikan Agama Islam di Banten, Aceh dan Negara-Negara di Timur Tengah, Di Usia 58 tahun tepatnya tanggal 12 September 1684 beliau diasingkan ke Ceylon bersama dua orang isterinya, dua pembantu wanitanya dan 12 orang santri dan beberapa orang anaknya.
Sekalipun di pengasingan namun kharismanya tidak pernah luntur dan tetap mengakar dihati umatnya, akhirnyapada tanggal 7 Juli 1993 pada usia 68 tahun diasingkan/dibuang ke Cafetown Afrika Selatan, disana beliau disambut baik Gubernur Simon Van Stel dan dihormati sebagai buangan politik. Tanggal 2 April 1694 Pukul 15.00 waktu setempat Syekh Yusuf bersama 59 orang pengikutnya tiba di Cafetown dan melakukan sholat magrib pertama di Kasteel Cafetown.
3. LA MADDUKELLENG
Lahir di Wajo Tahun 1700, karier perjuangannya di mulai sejak 1715 ketika membantu pasukan Daeng Parani dan kawan-kawannya melawan Johor. Pada tahun 1726 La Maddukelleng diangkat sebagai Sultan Pasir Kalimantan Timur setelah mengawini anak kandung Sultan Pasir (Disini Penulis pernah bertugas sebagai PNS Kandep Sosial Kab. Pasir di Tanah Grogot).
Perjuangan La Maddukelleng telah mencerminkan ide dan semangat kepahlawanan, beliau wafat di Sengkang tahun 1765 dan atas jasanya Pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan tgl 6 November 1998.
4. PANGERAN DIPONEGORO
Bergelar Raden Mas Ontowirjayahnya Sultan Hamengkubowono II, maklumat perangnya diberbagai tempat di Jawa Barat, Jawa Timuryang dipimpin Ku, Rembang, Tuban, Bojonegoro, Madiun dan Pacitan disambut rakyat dengan gegap gempita. Pasukan Belanda yang dipimpin KUMESIUS dari semarang yang membawa 4 pucuk meriam, uang, pakaian dan perbekalan. Di sebelah Barat Yogyakarta di dekat pisang Desa Tempel, Pasukan Diponegoro dibawah pimpinan Mulyosentiko menyergap pasukan Belanda dan membunuh 27 orang Belanda.
Tanggal 28 maret 1830 Diponegoro menemui Jenderal De Kock di Magelang, didampingi Basah Martonegoro, Kiyai Badaruddin dan puteranya Diponegoro Anom. Disini beliau di tangkap lalu dibawa ke Semarang kemudian ke Jakarta lalu di buang ke Manado. Pada tahun 1834 beliau dipindahkan ke Benteng Rotterdam Ujungpandang, selama 25 tahun Diponegoro di kurung, waktunya digunakan untuk menulis “Babad Diponegoro” dalam Bahasa Jawa setebal 700 halaman. Tanggal 8 Juni 1855 Pangeran Diponegoro meninggal dunia dan dimakamkan di Kampung Melayu Ujungpandang dan pada tanggal 7 November 1973 dianugerahi Pahlawan Nasional.
5. PONG TIKU ALIAS NE’BASO
Lahir di Tondano/Pangala Toraja Tahun 1846 Ayahnya Ambe’Karaeng dan Ibunya Indo Le’bok memiliki tiga orang isteri masing-masing (1) Tasik Langi dari Bituang (2) Banaa dari Pangala dan (3) La Salu Datu dari Nonongan.
Pada Bulan Juli 1905 Belanda melancarkan ekpedisi ke Bone, karena Bone dianggap yang terkuat diantara kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan. Setelah mengalahkan Bone, Belanda melanjutkan gerakannya menaklukkan Gowa, Kerajaan Ajatappareng, Kerajaan Massempulu bertemu di Toraja dan bertemu dengan PONG TIKU.
Perjuangan Pong Tiku tak diragukan lagi, penawaran untuk berdamai dengan Belanda di tolaknya, sehingga pada bulan Maret 1907 berlangsung pertempuran hebat dan berdarah di Benteng Alla, Lebih dari 250 pemimpin-pemimpin perlawanan Sulawesi Selatan gugur dan 70 orang lainnya di tahan. PONG TIKU berhasil lolos dan kemudian ke Pangala bergerilya dari Goa ke Goa lainnya dan mengendalikan perlawanan. Atas petunjuk dari seorang mata-mata PONG TIKU disergap dan tertangkap oleh Pasukan Belanda di Goa Lalikan.
6. ANDI MAPPANYUKKI
Lahir 1885 Orang tuanya Makkulau Daeng Serang Lembang Parang Sultan Husain Tu Langkura ri Bundu’na Raja Ke XXXIV, Ibunya I Cela Watenripada Arung Alitta. Pada perang kemerdekaan 1945-1950 Andi Mappanyyukki memberikan pengorbanan jiwa raga dan harta benda menentang penjajahan Belanda dalam memimpin perjuangan rakyat. Beliau wafat tanggal 18 April 1967 di Jongaya, tempTMP Panaikang Ujungpandang dengan mendapat gelar, H.Andi Mappanyukki Sultan Ibrahim Matinroe ri Jongaya.
7. RANGGONG DAENG ROMO
Lahir di Takalar tahun 1915, Ayahnya Gallarang Moncongkomba Mangngulabbe Daeng Makkiyo XXXIV Ibunya Bati Daeng Romo, saat dibentuk Organisasi Angkatan Muda Bajeng 16 Oktober 1945 dibawah pimpinan beliau. Berbagai sepak terjang Ranggong Daeng Romo tercatat pada tanggal 2 Juni 1946 Ranggong Dg Romo memerintahkan penyerangan terhadap musuh di Tembuseng dengan penyerangan tersebut menewaskan 7 orang di pihak musuh dan Lasykar Lipan Bajeng gugur satu orang. Tanggal 28 Pebruari 1947 Pasukan belanda berhasil mengobrak abrik kedudukan pasukan LAPRIS di Takalar, Ranggong Dg Romo mati-matian mempertahankan daerahnya dari serangan pasukan Belanda, jenazahnya dimakamkan di Lengger Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan.
8. ANDI ABDULLAH BAU MASSEPE
Lahir di Massepe tahun 1918 ayahnya Andi Mappanyukki dan Ibu Besse Bulo, tiga orang isterinya (1) Haji Andi Maccaiya (2) Dg. Singara (3) Hj.Andi Saji Peta Kanjenne.
Tahun 1940 Bau Massepe diangkat sebagai Datuk Suppa menggantikan Andi Makkasau, Dalam rangka mendukung Proklamasi kemerdekaan R.I. di Sulawesi Selatan berdiri Organisasi di bidang politik yaitu SUDARA (Sumber Daya Rakyat). Berbagai pertempuran dilakukan pasukan Bau Massepe seperti di Garessi Suppa, Menghadang konvoi Belanda di La Majakka, pertempuran di La Sekko, pertempuran Tepoe Kanango memukul mundur pasukan Belanda.
Tanggal 17 Oktober 1946 Bau Massepe di tangkap Belanda dan dibawa ke Makassar untuk diadili, secara heroik beliau mengucapkan kata-kata ” Aku Rela Mati demi Kehormatan dan kemerdekaan Bangsaku”
9. ROBERT WOLTER MONGINSIDI
Lahir di Desa Malalayang, Dekat Manado tanggal 14 Februari 1925 ayahnya Petrus Monginsidi dan Ibu Lina Silava dengan pendidikan HIS dan MULO.
Di Zaman pendudukan Jepang Robert Monginsidi belajar bahasa Jepang dan lulus dengan sangat memuaskan. Tanggal 27 Oktober 1945 semua kekuatan pemuda di pusatkan di Ujung Pandang untuk serangan umum dan menempati tempat-tempat yang strategis.
10. ANDI DJEMMA
Lahir di Palopo 15 Januari 1901 beragama IslamAyahnya Andi tenrilengka Opu Cenning, tiga orang isterinya masing-masing (1) Andi Kasirang (2) Intan Dg Mawero dan (3) Andi Tenri Padang.
Pada tahun 1932 memimpin organisasi yang bernama PERSE bersama Tobing seorang aktifis pergerakan radikal. Tahun 1935 terpilih sebagai Datu Luwu menggantikan ibunya Andi kambo Opu Daeng Risompa. Berbagai perjuangan dan sikap politiknya yang tidak mau bekerja sama membuat Belanda mengambil sikap. Tanggal 1 Maret 1946 pemuda Pejuang Luwu yang menjelma menjadi Pembela Keamanan Rakyat (PKR) Luwu memimpin pertempuran laut diantaranya ” Buntu Terpedo”
Tanggal 23 Pebruari 1965 Andi Djemma meningg dunia di Makassar, Almarhum dimakamkan di TMP Panaikang, Luwu memberi gelar kerajaan, ” Andi Djemma Lapatiware Opu Tomappeme Ne Wara Wara E Petta Matinroe ri Kemerdekaannya ” artinya Baginda yang mangkat di dalam alam kemerdekaan.
11. ANDI SULTAN DAENG RADJA
Lahir di Saoraja-Gantarang, 20 Mei 1894 dari ayah yang bernama Petta Landra dan Ibu Andi Ninnong, ketiga orang isterinya (1) Indo Memme (2) Bau Dellung dan (3) Andi Sunti Petta Suruga. Sejarah perjuangan Haji Andi Sulthan Daeng Radja menentang kehadiran Kolonial Belanda, mengikuti Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 tanpa seizin atasannya, mengikuti kepanduan Bangsa Indonesia, akhir Agustus 1945 mendirikan Persatuan Pergerakan Nasional Indonesia (PPNI) yang belakangan berubah menjadi Barisan Merah Putih. Tanggal 2 Desember s/d 8 januari 1950 ditangkap dan diasingkan di Manado.
12. PADJONGA DAENG NGALLE KARAENG POLONG BANGKENG
Lahir di Polong Bangkeng Tahun 1901 Ayahnya Hajina Daeng Massaung dan Ibunya Karaeng Danga Ri Mangkura dan isterinya H.A.Manila Daeng Pati. Untuk memeprtahankan proklamasi H.Padjonga Daeng Ngalle membentuk Laskar Gerakan Muda Bajeng sebagai perhimpunan yang diketuainya dengan Panglimanya Haji Ranggong Daeng Romo.
12. OPU DAENG SIRADJU
Lahir di Palopo Tahun 1880 Ayahnya Muhammad Abdullah To Baresseng dan Ibu Opu Daeng Mawellu, sebagai putri keturunan berdarah bangsawan punya kharismatik, Oleh Pemerintah Kolonial Belanda di anggap sebagai duri akhirnya Controleur Masamba menangkap Opu Daeng Siraju bersama 70 orang anggota PSII di Malangke.
Tanggal 9 Pebruari 1942 Jepang melakukan pendaratan di Makassar.Pada tahun 1946 Opu Daeng Siradju beserta Pemuda Republik melakukan serangan terhadap NICA, seiring dengan perjalanan waktu akhirnya Opu Dg Siradju meninggal dunia 10 Pebruari 1964 di Palopo.
SULSEL USUL GELAR PAHLAWAN
Dua tahun terakhir ini Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan mengajukan permohonan untuk mendapatkan gelar pahlawan namun belum mendapat rekomendasi, masing-masing Karaeng Galesong dari Takalar, Tellue Puji dari Wajo, Aru Palakka dari Bone dan tahun depan akan diseminarkan gelar kepahlawanan untuk almarhum Jenderal Muhammad Yusuf dari Bone.
Adapun tema HUT Pahlawan Ke-66 Tahun 2011 ” DENGAN SEMANGAT KEPAHLAWANAN KITA BANGUN KARAKTER BANGSA “
Tulisan ini dibuat dalam rangkaian Peringatan Hari Pahlawan 10 November 2011, semoga bermanfaat, wassalam !!!