KESIMA (Bahasa Jawa) yang mendapat awalan TER menjadi TERKESIMA = Tercengang = hilang akal atau termangau-mangau, sesuai Kamus Bahasa Indonesia susunan W.J.S. Poerwadarminta terbitan Balai Pustaka Jakarta tahun 1976, telah mengilhami tulisan ini.
Suasana upacara bendera tanggal 17 Oktober berlangsung hikmad, sedikit terusik dengan arahan sang petinggi tentang tidak ikutsertanya anak buahnya, khususnya jajaran eselon III dan IV untuk gerak jalan santai dan sepeda santai menyambut Hari jadi Sulawesi Selatan ke 342, dengan tema ” Banggamako Kamajumaki “.
Pengarahan hari ini memang sedikit, kurang nyaman di kalangan pejabat eselon, terlebih lagi ketika ucapan ” tidur santai ” terlontar dari mulut sang pembina, akan tetapi sebagai bawahan tidak ada pilihan lain, selain menerima dan menjalani perasaan yang penuh dengan ketabahan.
Setelah melalui perenungan yang mendalam akhirnya tiba pada kesimpulan bahwa kalau ingin menjadi pemimpin yang baik maka jadilah anak buah yang setia dan menerima segala resiko dari setiap perjuangan.
Kucoba untuk menghalau galau dihati, kuajak dua staf untuk menikmati hidangan kikil dan coto Makassar di salah satu warung, dimana staf saya memberi label dengan warung JONI, ketika saya desak, kenapa Joni padahal itu penjualnya Daeng, dengan spontan menjawab, JONI itu Jorok Tapi Nikmat, kami semua terbahak dibuatnya, dan suasana dongkol dihati berubah menajadi canda tawa.
Usai kami bersantap siang langsung memutar arah ke computer city Jalan Pengayoman No. 27 Makassar, semula hanya sekedar mencuci mata dan menyaksikan produk teranyar yang ada di toko serba ada di kota ini, namun karena kebutuhan dan terpikat dengan produk baru Acer, akhirnya kami merogoh kocek untuk membayar sebuah produksi baru, dimana komputer ini telah lebih ramping dan cocok untuk ditaruh di ruang pustaka, maka tergeseklah kartu BNI yang selama ini menjadi teman setia dalam setiap transaksi.
Kegundahan belum berakhir sampai disitu, kami semua kembali ke kantor sembari menanti informasi akan selesainya pekerjaan instal program ke perangkat baru, banyak hal yang menjadi catatan perjalanan karier terutama bulan-bulan dimana kami harus menghadapi masa Pilgub (Pemilihan Gubernur) dua tahun mendatang, semua menjadi makin ketat tingkat gesekan dan kepentingan politik, sementara kami yang berada di jajaran birokrasi suka atau tidak ikut tergerus dalam gelombang pestanya demokrasi yang akan menghabisan pilihan milyar rupiah.
Kucoba kutatap langit-angit ruang kerjaku, fikiran menerawang ke seberang sana, saat jiwa pemberontak ini akan keluar, terngiang akan pesan seseorang yang telah begitu banyak memberikan kearifan, tentang kesabaran, tentang kearifan sang jawara, semuanya jadi satu kesatuan yang utuh, untuk tetap tegar dalam nuansa kebersamaan, ketelatenan dan keutuhan sebagai seorang hamba yang taat, kucoba untuk terus merenung dan menganalisis yang salah dan menakar kelakuan para pembisik yang hanya pintar mencari muka namun tidak pandai dalam melaksanakan tugas, ya sebuah perenungan ….. Perenungan.