SYAKHRUDDIN.COM, MAKASSAR – Dalam proses belajar mengajar di perguruan tinggi khususnya pada Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, tidak terlepas dari hadirnya Dosen Luar Biasa atau sering disapa Dosen LB.
Mereka mengajar karena kemampuan dan keluarbiasaannya, sehingga diharapkan para mahasiswa mendapatkan gambaran pengetahuan, selain teori sekaligus aplikasi dan pengalaman lapang dari sang dosen luar biasa yang memiliki jam terbang dan pengetahuan luas tentang bidang profesinya.
Peristiwa bencana non alam Covid-19 telah memaksa pihak pemerintah untuk mengeluarkan anggaran penangana yang tidak tanggung-tanggung.
Sangat besarĀ sehingga semua instansi, baik vertikal yang menggunakan dana APBN maupun yang memakai dana APBD, terpaksa harus dipangkas, termasuk di Kampus UIN Alauddin Makassar.
Salah satu mata anggaran yang turut di pangkas adalah pembayaran honor bagi dosen luar biasa. Sehingga pihak Rektorat menempuh kebijakan yang cukup berat.
Yaitu dengan menghentikan dengan hormat semua dosen yang berstatus Dosen LB dan tugasnya diberikan kepada dosen tetap untuk menambah beban mata kuliah termasuk bagi Dosen PNS yang baru diangkat.
Penulis sebagai Dosen LB pada Jurusan Kesejahteraan Sosial (Kessos) dan Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) ikut tergerus dengan kebijakan yang telah diputuskan dalam sebuah pertemuan.
Memang berat tapi itulah jalan yang harus ditempuh. Ingin mendapatkan Dosen dengan kualifikasi luar biasa tetapi tidak tersedia anggaran untuk pembayaran honornya.
Maka para dosen LB pun harus MAFHUM dan siap menerima kenyatan yang ada.
Sebagai Dosen LB, Penulis sudah dihubungi melalui SMS oleh Kajur Kessos bahwa tidak tersedia anggaran untuk Dosen LB, namun diharapkan bisa tetap mengajar. Ini untuk menghindari fitnah di kemudian hari, tuturnya dalam sebuah perbincangan.
Berbeda dengan di jurusan PMI, “Silakan terus mengabdi Komandan” Penulis pun tak tak tahu bagaimana akhir kelak pendanaannya.
Dari kedua kondisi diatas, maka Penulis kembali menegaskan bahwa apa yang telah diputuskan pihak Rektorat, maka harus kita hormati sehingga jangan sampai para Kajur dan Sekjur mendapatkan beban diakhir perkuliahan.
Karena tak ada anggaran yang tersedia untuk membayarkan honorarium atau lebih tepat dikatakan uang lelah bagi sang Dosen LB.
Akhirnya di ujung pengabdian ini karena Covid 19, maka para Dosen LB harus melanjutkan kegiatan lokdon (lock down)-nya di rumah masing-masing.
Bagi mereka yang memiliki sikap sukarela untuk tetap mengabdi tanpa harus terikat berapa nilai rupiah yang akan diterima kelak, masih terbuka ruang untuk mengabdi, dan hal itu mungkin sudah tidak sebanyak dulu, ketika masih tersedia anggaran di Rektorat.
Sekarang kembali kepada pribadi masing-masing, tetap bertahan dengan status ikhlas beramal atau mengucapkan sayonara di Kampus Bermartabat.
Inilah ujung dari sebuah perjalanan hidup dan perjuangan pengabdian dalam melawan takdir menggantang nasib di usia senja.
Atau membanting stir meninggalkan kampus dan menikmati sisa hidup bersama para anak cucu dan mengatakan, inilah takdirku yang penuh kebahagiaan, salamaki (Dosen LB Syakhruddin)