Suasana sholat dhuhur berjamaah, di Masjid Nur Rasyid Kampus FDK Bermartabat, Kamis (11/7/2019) terasa agak istimewa, sehubungan dengan kehadiran Bapak Prof DR H M.A Tihami, MA, MM mantan Rektor UIN Banten Jawa Barat.
Diawali dengan adzan dhuhur, oleh Wakil Dekan I, DR H Misbahuddin, M.Ag, bertindak selaku Imam Wadek II, DR H Mahmuddin, M.Ag merangkap protokol dan kuliah tujuh menit oleh Prof. Tihami dari UIN Banten.
Dikatakan, kehadirannya ke Sulawesi Selatan dalam kaitannya dengan penelitian tentang “Ritual haji di kalangan masyarakat Bugis–Makassar”
Lebih lanjut, Prof Tihami menjelaskan, kedatangannya ke Makassar, selain untuk tujuan penelitian, sekaligus dikandung maksud, mengunjungi “Makam Tuanta Salamaka Syekh Yusuf di Laikung Gowa”.
Dalam kultum yang disampaikan kepada jamaah Nur Rasyid menjelaskan, tentang motif baju yang dikenakan beliau, bahwa “Motif baju ini berbentuk segi tiga”
Hasil penelitian dari Arkelogi Kesultanan Banten, mulai dari masjid tertua di Banten sampai ke Lampung, terdapat 70 lebih ornamen yang terkait dengan Pancaniti (Panca berarti Lima dan Niti maknanya meneliti).
Niti juga dapat diartikan sebagai “Joglo” atau rumah kecil yang letaknya di depan rumah utama yang digunakan untuk mengkaji al-quran.
Siapa yang mengajarkan itu semua ??? tak lain adalah Syekh Yusuf Al-Makassary, yang sekaligus menjadi mantu dari Sultan Ageng Tirtayasa di Banten.
“Dari kajian antropologi agama, dari tujuh puluh ornamen itu terdapat satu ini segitiga yang bernama “Mukarnas” atau “Segitiga sama sisi”
Segitiga ini bermakna, sebagai Syariat – Tarekat & Hakikat (itulah yang dikembangkan oleh sang menantu, Syekh Yusuf Al-Makassary al-Bantani.
Bahkan menurut Prof Tihami, beliau juga memiliki mantu dari Makassar, seorang perempuan dan diberi nama Babun (Banten–Bugis), tuturnya
Ditambahkan oleh Wadek II, kehadirannya di Kampus Bermartabat UIN Alauddin Makassar, untuk bagian dari penelitiannya,
Karena Fakultas Dakwah dan Komunikasi, telah melakukan lima kali sertifikasi haji, sehingga patut menjadi obyek dari penelitian beliau, tuturnya (syakhruddin)