Assalamu’alaikum War. Wab.
Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua
Yang saya hormati:
· Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan
· Kapolda Sulawesi Selatan,
· Koordinator Kopertis Wilayah IX Sulawesi
· Walikota Makassar,
· Pejabat Eselon I dan II Kementerian Sosial,
· Staf Khusus dan Tenaga Ahli Menteri Sosial,
· Ketua Yayasan Pembinaan Pendidikan Pekerja Sosial
Makassar
· Ketua dan Pembantu Ketua STIKS,
· Anggota Senat STIKS, Pejabat Struktural dan Fungsional STIKS,
· Civitas Academica,
· Wisudawan/Wisudawati,
· Orangtua Wisudawan/Wisudawati,
· Undangan dan Hadirin yang Berbahagia.
Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kita untuk hadir dalam acara Wisuda Sekolah Tinggi Ilmu Kesejahteraan Sosial (STIKS) Tamalanrea Ke-22 pada Hari Sabtu Tanggal 24 November 2012 dalam keadaan sehat wal-afiat.
Dalam kesempatan yang berbahagia ini saya akan menyampaikan Orasi Ilmiah dengan tema: “MEMBANGUN SINERGISITAS DAN PRFOFESIONALITAS PEKERJA SOSIAL YANG HANDAL UNTUK MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH TIMUR INDONESIA”. Saya menilai tema ini sangat relevan mengingat peran Pekerjaan Sosial membutuhkan aktualisasi dan eksistensi sebagai profesi yang memiliki kompetensi pengetahuan, keterampilan dan sikap yang profesional dalam mewujudkan Indonesia yang sejahtera, tidak terkecuali di wilayah Timur Indonesia.
Hadirin yang saya hormati,
Sebelum meyampaikan Orasi Ilmiah, saya mengucapkan “Selamat dan Sukses” kepada Wisudawan/Wisudawati yang telah menyelesaikan kuliah dan meraih gelar di bidang ilmu Kesejahteraan Sosial dari STIKS Tamalanrea Makassar. Demikian juga kepada para orangtua Wisudawan/Wisudawati saya mengucapkan selamat atas suksesnya anak-anak kita menyelesaikan pendidikan di STIKS Tamalanrea Makassar. Tidak lupa pada kesempatan yang berbahagia ini, saya memberikan penghargaan dan apresiasi atas kesungguhan dan ketekunan para Dosen STIKS Tamalanrea Makassar dalam memberikan pendidikan dan pengajaran kepada para mahasiswa sampai berhasil mengikuti wisuda pada hari ini.
Hadirin yang saya hormati,
Berkembangnya masalah sosial akibat dari krisis, konflik sosial, bencana alam dan gejala integritasi sosial, membutuhkan penanganan secara holistik dan komprehensif. Jenis masalah sosial yang dimaksud dapat dikelompokkan, antara lain ; kemiskinan dan kerawanan sosial ekonomi; ketunaan sosial; keterlantaran; kecacatan; keterpencilan/keterisolasian; kebencanaan dan kedaruratan; kekerasan’ eksploitasi dan diskiriminatif.
Masalah sosial tersebut dialami oleh anak, keluarga, komunitas dan masyarakat yang mengalami hambatan fungsi sosial (disfungsi sosial) atau mengalami masalah struktural dan budaya, antara lain:
- Hambatan fisik, misal kecacatan fisik, kecacatan mental
- Hambatan ilmu pengetahuan, misal kebodohan, kekurangan informasi
- Hambatan keterampilan, misal tidak mempunyai keahlian yang sesuai dengan permintaan
lapangan kerja modern
- Hambatan mental/sosial psikologis, misal kurang percaya diri, depresi/stress
- Hambatan budaya, misal mempertahankan tradisi yang kurang mendukung kemajuan
sosial/modernisasi
- Hambatan geografis, misal keterpencilan terhadap fasilitas pelayanan sosial dasar
Dalam situasi seperti itu dibutuhkan intervensi pekerja sosial sebagai individu, keluarga, kelompok dan komunitas, agar mereka memiliki aksesibilitas terhadap pelayanan sosial dasar dalam rangka mencapai taraf kesejahteraan dan kualitas hidup yang memadai.
Pelayanan kesejahteraan sosial didukung dengan kebijakan dan program pembangunan nasional bidang kesejahteraan sosial. Dalam hal ini Kementerian Sosial sebagai bagian dari pemerintah pusat yang mempunyai mandat dan tugas pokok serta fungsi di bidang pembangunan kesejahteraan sosial. Kemampuan pemeintah melalui Kementerian Sosial dalam menangani masalah sosial dalam lima tahun terakhir hanya menjangkau rata-rata sekitar 8% dari total Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang mencapai sebanyak 15,5 juta jiwa.
Dalam situasi dan kondisi perkembangan permasalahan sosial dalam tuntutan publik terhadap orientasi kebijakan dan program pembangunan kesejahteraan sosial yang bertumpu pada keadilan untuk semua dan melindungi hak asasi manusia pada masa yang akan datang, dibutuhkan tenaga-tenaga professional pekerjaan sosial.
Jika ratio Pekerja Sosial (Social Worker) dengan penyandang masalah kesejahteraan sosial minimal satu banding 100, maka kebutuhan pekerja sosial di Indonesia paling sedikit sebanyak 155.000 orang. Estimasi jumlah PMKS tahun 2012 sebanyak 15,5 juta keluarga, sedangkan jumlah Pekerja Sosial saat ini sekitar 15.522 orang. Dengan demikian masih diperlukan sekitar 139.000 Pekerja Sosial.
Kita patut berterima kasih atas partisipasi masyarakat sebagai Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat (TKSM) atau Walfare Worker seperti PSM, Karang Taruna, Tagana, dan lain-lain, yang tercatat sebanyak 378.394 TKSM. Dengan adanya TKSM, maka tugas-tugas penanganan masalah sosial terbantu secara sukarela. Namun demikian, pada masa yang akan datang profesionalisme penangan masalah sosial menjadi suatu keharusan dan menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.
Hadirin yang saya hormati,
Mengacu kepada UU No. 11/2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Pekerjaan Sosial merupakan “the leading profession” dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Pada saat ini, eksistensi Pekerjaan Sosial sebagai profesi dalam konteks Indonesia sedang memasuki tahapan penting dan strategis, antara lain:
Pertama, semakin kuatnya pengakuan Pekerja sosial Profesional sebagaimana tertuang dalam Peraturan Perundang-undangan; seperti dalam UU No. 11/2009 tentang Kesejahteraan Sosial, UU No. 13/2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, dan UU No. 12/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Hal ini menjadi landasan hukum yang kuat untuk penyediaan tenaga-tenaga professional Pekerja Sosial di Indonesia.
Kedua, dalam waktu dekat, Pekerja Sosial akan memasuki sebuah era baru yaitu Sertifikasi Kompotensi Pekerja Sosial dan Tenaga Kesejahteraan Sosial yang difasilitasi oleh pemerintah melalui Lembaga Sertifikasi Pekerjaan Sosial (LPSS). Demikian juga Akreditasi Lembaga Kesejahteraan Sosial oleh Badan Akreditas Lembaga Kesejahteraan Sosial (BALKS), akan semakin memperkuat eksistensi profesi Pekerja Sosial, karena LKS akan semakin menyadari bahwa SDM yang bekerja harus sedemikian rupa memiliki kompetensi Pekerja Sosial professional. Sistem sertifikasi da akreditasi ini juga akan mempengaruhi sistem pendidikan profesi, sistem pelatihan sertifikasi kompetensi dan spesialisasi pekerjaan sosial.
Ketiga, kita juga tengah menyusun Rancangan Undang–Undang tentang Praktek Pekerjaan Sosial. Dengan demikian, dapat dirumuskan secara legal dengan mandat yang sangat kuat tentang definisi pekerjaan sosial dan praktek pekerjaan sosial, pelaku pekerja sosial, persyaratan, jenjang pendidikan, kedudukan, tugas dan fungsinya, sertifikasi, Asosiasi Pendidikan Pekerjaan Sosial, Asosiasi Pekerja Sosial, dan kewajiban bagi lembaga pelayanan sosial menggunakan pekerja sosial bersertifikat. Hal ini bermanfaat sebagai bentuk pertanggungjawaban praktek pekerjaan sosial kepada masyarakat luas.
RUU Praktek Pekerjaan Sosial saat ini sedang dalam proses pengusulan dalam Program Legislasi Nasional oleh DPR. Saya bertekad agar RUU Praktek Pekerjaan Sosial pada tahun 2014 telah disahkam menjadi Undang-Undang.
Keempat, perkembangan keilmuan pekerja sosial yang sangat pesat khusunya dalam era neoberalisme menuntut para pekerja sosial Indonesia untuk selalu melakukan inovasi dan kreatifitas agar berbagai pendekatan intervensi tidak menjadi menara gading tetapi dapat memyentuh kebutuhan masyarakat.
Dengan keyakinan yang kuat dan kerjasama erat saling mendukung dari unsur akademis, praktisi, asosiasi profesi dan pendidikan, masyarakat dan birokrasi, maka profesi pekerjaan sosial akan semakin eksis dan professional.
Hadirin yang saya hormati,
STIKS Tamalanrea Makassar sebagai pusat pendidikan kesejahteraan sosial mempunyai tanggung jawab untuk menanamkan dan mencetak intelektual sebagai kader bangsa yang peduli terhadap penanganan masalah sosial. Utamanya di Wilayah Timur Indonesia yang hingga kini masih banyak membutuhkan pekerja sosial untuk melakukan pemberdayaan dan menjadi agen perubahan dalam masyarakat.
Oleh karena itu, merupakan suatu tugas yang mulia bagi STIKS Tamalanrea Makassar beserta Almamaternya untuk “ Membangun sinergisitas dan profesionalitas Pekerja Sosial yang handal guna mewujudkan kesejahteraan masyarajat di Wilayah Timur Indonesia. Saya menyadari bahwa pekerja sosial haruslah menjadi dekat dengan konteks dimana ia diaplikasikan. Oleh kerena itu, memaknai dan mempraktekkan pekerjaan sosial yang berbasis multikultural sesuai dengan karakteristik Bangsa Indonesia adalah tugas yang perlu dilakukan agar pekerjaan sosial dapat dirasakan manfaat oleh masyarakat Indonesia.
Indonesia sebagai negara kesatuan denga ribuan pulau besar dan kecil, dihuni oleh penduduk dari berbagai etnik dan suku bangsa. Paling sedikit terdapat 300 etnik atau suku bangsa di Indonesia. Pekerja sosial yang mendedikasikan diri dalam konteks Indonesia perlu memahami budaya multikultur. Kemampuan responsif atas keragaman budaya inilah yang disebut kompetensi budaya Pekerja Sosial (Multicultural Social Work).
Untuk mengintegrasikan kompetensi budaya pada pekerja sosial, maka ada lima prinsip dasar yang perlu dipahami: (1) Menghargai perbedaan dan keragaman budaya; (2) menerapkan instrument penilaian budaya budaya dalam praktek pekerjaan sosial; (3) melatih kesadaran pekerja sosial tentang dinamika yang terjadi pada saat interaksi lintas-budaya; (4) memasukkan pengetahuna budaya ke dalam kurikulum pendidikan dan melatih sikap lentur terhadap keragaman budaya; (5) melatih kerjasama lintas-budaya, adaptasi budaya, dan pemahaman keragaman budaya.
Situasi sebagaimana saya gambarkan tadi, memotivasi kita untuk mengembangkan sistem pekerjaan sosial dalam konteks Indonesia, yang selaras dengan situasi dan kondisi sosial ekonomi dan budaya Indonesia.
Dalam upaya mendukung pengembangan pekerjaan Sosial sesuai kebutuhan masyarakat Indonesia, Saya mencermati perlunya dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Mengembangkan sistem pendidikan dan pelatihan pekerjaan sosial berbasis kompetensi
generalis dan spesialis.
Praktek Pekerjaan Sosial adalah suatu pelayanan professional yang didasarkan pada ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam relasi kemanusiaan yang bertujuan untuk membantu, baik secara perseorangan, keluarga maupun kelompok masyarakat untuk kemandiarian secara pribadi sosial.
Berkembangnya masalah sosial yang semakin kompleks, membutuhkan pengetahuan dan keterampilan Pekerja Sosial yag tidak hanya mampu melaksanakan praktek pekerjaan sosial secara generalis, namun mengarah pada spesialisasi kompetensi perkerjaan sosial, seperti pekerjaan sosial dengan anak, keluarga dan sekolah; pekerjaan sosial dalam situasi bencana; pekerjaan sosial medis dan kesehtan publik; pekerjaan sosial denga disabilitas; pekerjaan sosial forensik/ koreksional; dan lain-lain.
Kebutuhan Pekerja Sosial yang spesialis dapat dipenuhi apabila sitem pendidikan dan pelatihan profesi Pekerjaan Sosial juga mengembangkan kurikulum pendidikan dan pelatihan pekerjaan sosial medis.
2. Mengembangkan organisasi profesi Pekerja Sosial yang mandiri
Kebijakan dan program kesejahteraan sosial pada masa lalu cenderung dilaksanakan secara sektoral/fragmentaris, jangkauan pelayanan sosial terbatas, reaktif merespon masalah yang aktual, focus pada pelayanan berbasis institusi / panti sosial, serta belum adanya rencana strategis nasional yang dijadiakn acuan bagi pemangku kepentingan dalam mewujudkan kesejahteraanmasyarakat.
Untuk itu pada masa yang akan datang diperlukan kebijakan dan program kesejahteraan sosial yang terpadu dan berkelajutan, serta dapat menjangkau seluruh warga negara yang mengalami masalah sosial, melalui system dan program kesejahteraan sosial yang elembaga dan professional, serta mengedepankan peran dan tanggung jawab keluarga dan masyarakat.
Para pekerja sosial dituntut memiliki kompetensi pekerjaan sosial yang mengintegrasikan pendekatan dan intervensi pada perseorangan, keluarga, dan komunitas sebagai satu kesatuan entitas praktek pekerjaan sosial. Keberadaan institusi panti sosial perlu direvitalisasi sebagi pusat layanan kesejahteraan sosial berbasis keluarga dan komunitas.
3. Mengembangkan organisasi profesi Pekerja Sosial yang mandiri
Keberadaan organisasi profesi pekerja sosial memiliki keunikan dan berbeda dengan negara-negara lain. Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia lahir atas semangat para Alumni Perguruan Tinggi Ilmu Kesejahteraan Sosial untuk berhimpun dan berserikat atas nama organisasi profesi, walaupun sistem pendidikan profesi dan sertifikat Pekerja Sosial belum lahir.
Kehadiran sistem sertifikasi Pekerja sosial akan melahirkan para Pekerja Sosial, akan menjadikan profesi yang diakui dan bersertifikat. Adanya sertifikasi bagi pekerja sosial, akan menjadikan profesi Pekerja Sosial memperoleh lisensi/mandat bahkan dapat menyelenggarakan praktek secara mandiri. Oleh karena itu, organisasi profesi yang ada sekarang ini diharapkan dapat merevitalisasi diri sebagai organisasi profesi Pekerja Sosial yang mandiri.
4. Membangun sitem pencegahan secara dini munculnya masalah sosial
Sejak awal menjadi Menteri Sosial, saya telah menekankan kebijakan untuk menjadikan kementerian yang saya pimpin bukan sebagai “pemadam kebakaran” yang hanya beraksi ketika masalah sosial telah marak.
Kementerian Sosial senantiasa bersinergi menggalang kekuatan dengan masyarakat serta komponen bangsa lain untuk mencegah permasalahan secara dini. Dampak sosial yang ditimbulkan semakin berat jika masalah sosial telah berlangsung dan membawa dampak sosial ekonomi yang kompleks. Oleh karena itu, saya pun mengajak agar STIKS dan perguruan tinggi lainnya mampu menjadi pilar utama dalam pencegahan secara dinimunculnya masalah sosial.
Hal ini penting karena menurut sebagian kalangan, Perguruan tinggi tidak boleh lengah mengembang peran sebagai inisiator dalam pengembangan “sistem peringatan dini”. Pentingnya “Early Warning System” bukan hanya untuk mencegah bencana alam namun juga untuk pencegahan berbagai masalah sosial/bencana sosial. Pekerja sosial dalam mengembang mandatnya memiliki tugas untuk membangunsistem peringatan dini berbasis keluarga dan komunitas terhadap berbagai ancaman /resiko bencana sosial, budaya, ekonomi, dan politik, sebelum semuanya sudah menjadi begitu buruk. Untuk itu secara sistematis STIKS dapat menjadi perintis untuk melahirkan pendekatan khas guna mencegah terjadinya atau meluasnya masalah sosial yang dapat diaplikasikan sesuai dengan karakteristik masyarakat Indonesia.
5. Menanamkan kepekaan dan kesalehan sosial
Kepekaan dan kesalehan sosial tidak muncul begitu saja. Ia merupakan hasil sosialisasi nialai dan proses belajar. Kepekaan sosial sangat penting mengingat sampai saat ini struktur sosial budaya masyarakat Indonesia masih sangat beragam dalam pencapaian taraf kesejahteraan sosial. Kepekaan dan kesalehan sosial akan menjadi kekuatan yang sangat penting bagi penanganan masalah sosial. Selain khas Indonesia, nilai-nilai ini saya yakini masih kuat melekat pada masyarakat Indonesia.
Kesenjangan sosial yang tinggi antara kaum kaya dan miskin beresiko terjadi kecemburuan sosial dan munculnya sikap anti sosial/anti kemapanan, bahkan dapat menimbulkan gejolak kerusuhan dan disintegrasi sosial. Dalam kondisi seperti ini, sifat individualistis yang hanya mementingkan diri sendiri sangat tidak cocok di Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2011, diketahui indeks Gini Ratio sudah mencapai angka 0,41 yang menunjukkan kesenjangan sosial ekonomi semakin tinggi.
STIKS harus mampu merangsang dan mendorong masyarakat agar mampu mengimplementasikan nilai-nilai kesetiakaawanan sosial atau solidaritas sosial sebagai jati diri bangsa Indonesia dalam berbagai bidang kehidupan. Harapan saya kepada para Pekerja Sosial agar memperkuat kepekaan dan kesalehan sosial dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya melalui revitalisasi program/kegiatan pengabdian masyarakat yang lebih terencana, terarah dan terpadu, sambil menginternalisasikan kepekaan dan kesalehan sosial civitas academica STIKS Tamalanrea Makassar. Sifat-sifat Sidik, Amanah, Fathonah, dan tablig, selayaknya menjadi citra Pekerja Sosial di Indonesia.
6. Optimalisasi Tri Dharma Perguruan Tinggi
Peran STIKS Tamalanrea Makassar dalam perkembangan kehidupan sosial tercermin dari pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Dharma pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Dengan dharma pendidikan diharapkan perguruan tinggi dapat mencerahkan masyarakat. Dengan dharma penelitian diharapkan dapat melakukan temuan-temuan inovasi teknologi Pekerjaan Sosial. Adapun dharma pengabdian masyarakat diharapkan mampu mengaplikasikan kompetensi pekerjaan sosial dalam memberikan pelayanan sosial kepada masyarakat.
Optimalisasi pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi antara lain dengan mengemas substansinya agar relevan dengan kebutuhan masyarakat khususnya dalam rangka mengatasi masalah sosial di masyarakat. Masalah sosial dapat didekati dari sisi akademis untuk dapat diurai dan dipahami, kemudian masalah sosial dapat dikaji, diteliti agar menghasilkan solusi atau model penanganan yang tepat cara dan diterapkan melalui pengabdian masyarakat dalamkesempatan sesegera mungkin.
Hadirin yang saya hormati,
Kementerian sosial pada tahun ini sedang menyusun Standar Nasional Pendapingan Sosial. Melalui upaya ini diharapkan program-program prioritas nasional seperti PNPM, PKH, BOS, RASKIN, dan PKSA, didampingi oleh para pendamping sosial terstandarkan kompetensinya secara nasional. Sistem pendapingan sosial yang dimaksud adalah berbasis kompetensi pekerjaan sosial, dan hal ini sejalan dengan semangat kita semua tentang perlunya Undang-undang yang mengatur Praktek Pekerjaan Sosial di Indonesia.
Para lulusan STIKS jika diperankan sebagai pendamping sosial akan membawa pencerahan untuk membawa transformasi bangsa dalam memberantas kemiskinan dan mengendalikan masalah sosial. Para mahasiswa atau lulusan STIKS harus menunjukkan kompetensinya sebagai Pekerja Sosial yang memiliki keahlian professional dalam program-program penanggulangan kemiskinan dan penanganan masalah sosial pada umumnya.
Kementerian Sosial telah memiliki kategori pendamping sosial, yakni mereka yang termasuk pekerja sosial, tenaga kesejahteran sosial, relawan sosial serta penyuluh sosial. Semua kategori pendamping tersebut membutuhkan spesifikasi kompetensi dan kualifikasi pekerjaan sosial. Berkenaan dengan itu saya berharap STIKS Tamalanrea Makassar akan menjadi salah satu pusat pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Pendamping Sosial yang dimaksud.
Hadirin yang saya hormati,
Demikianlah orasi ilmiah ini saya sampaikan. Saya berharap agar STIKS Tamalanrea Makassar tetap konsisten menjadi pusat pengembangan Profesi Pekerjaan Sosial. Dengan demikian mampu menghasilkan lulusan Pekerja Sosial yang memiliki dedikasi dan integritas profesional dalam menangani masalah kemiskinan dan masalah sosial lainnya, utamanya yang terdapat di wilayah Indonesia Timur.
Lakukanlah yang terbaik demi kesejahteraan masyarakat, kejayaan bangsa dan Negara. Kementerian Sosial selalu siap mengembangkan Profesi Pekerjaan Sosial bersama Perguruan Tinggi Ilmu Kesejahteraan Sosial di seluruh Nusantara, untuk mewujudkan cita-cita bangsa yaitu masyarakat adil dan makmur.
Semoga apa yang menjadi cita-cita kita semua yakni mensejahterakan masyarakat dan mencerdaskan kehidupan bangsa mendapat ridho dan magfirah dari Allah SWT.
Wabillahi Taufik Walhidayah.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Makassar, 24 November 2012
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,
DR. SALIM SEGAF AL JUFRI, MA
Orari Ilmiyah ini di bacakan oleh Kepala Balai Penelitian dan Pendidikan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial R.I. DR.Ir.Raden Harry Hikmat di Balai Prajurit M.Yusuf Makassar pada Acara Dies Natalis ke-44 dan Wisuda Sarjana STIKS Ke-22 Tahun 2012 pada Hari Sabtu, 24 November 2012.